Sorry, we couldn't find any article matching ''
Kaesang, Felicia dan Pelajaran Untuk Saya Sebagai Orang tua
Kisah cinta Kaesang dan Felicia yang ambyar, satu Indonesia yang rame. Namun, dari sikap para "pemeran" di dalam drama ini, saya jadi belajar banyak sebagai orang tua.
Semua pasti sudah tahu kan, drama kumbara dalam dua hari terakhir ini di social media? Kisah kandasnya hubungan antara Kaesang dan Felicia, yang disnyalir pihak laki-laki menghilang begitu saja, kemudian pihak keluarga perempuan kecewa, dan pihak keluarga pacar baru ikut tampil dan bersuara. Ramai ya. But anyway, tulisan ini bukan untuk mencari siapa salah , siapa benar, karena bagaimana pun, cerita ini menurut saya ada tiga versi. Versi Felicia, versi Kaesang dan versi yang sebenar-benarnya.
Namun menarik, karena dari setiap respon yang dilakukan oleh semua tokoh di dalam keramaian ini, memberikan saya cukup banyak pelajaran, sebagai orang tua dari anak laki-laki. Pelajaran untuk saya sendiri, maupun yang ingin saya berikan ke anak-anak saya kelak.
Baca juga: Pastikan, Jangan Katakan 11 Kalimat Ini ke Anak Perempuan
1. Membela anak atau membela ego diri kita?
Tidak ada satu pun ibu yang ingin anaknya disakiti atau dijadikan mainan. Siapa yang nggak kesal, pacaran lima tahun, dilamar kemudian ditinggal begitu saja. Paham, sebagai ibu kita ingin menjaga dan melindungi anak kita. Namun, kita bisa memilih cara seperti apa yang akan kita ambil untuk menunjukkan bagaimana kita ingin melindunginya.
Membuat postingan di social media, mengungkapan kekecewaan dan rasa marah, boleh, tapi apakah itu akan membuat kondisi anak kita membaik? Apakah dengan melihat mamanya marah-marah di social media akan membuat rasa sakit si anak berkurang atau menghilang? Saya yakin sih nggak ya. Saya pernah muda, pernah bucin, pernah patah hati luar biasa. Dan kalau melihat mama saya mengungkapkan rasa marahnya dengan cara seperti itu, saya rasanya tidak akan nyaman.
Maka, ketika kita memutuskan melakukan sebuah tindakan tertentu mengatasnamakan membela anak, pastikan lagi, apakah benar kita membela anak katau sebenarnya kita sedang membela harga diri serta ego kita yang terluka? Berikan batasan untuk diri kita, sejauh mana kita akan membela? Sampai kapan? Untuk apa tujuannya? Dan yang terpenting, apakah anak kita nyaman dengan tindakan kita?
Malah di satu sisi saya akan bersyukur, jika pasangan anak saya memutuskan hubungan dengan cara yang tidak baik, cenderung meremehkan dan mempermainkan, ini malah bentuk perlindungan untuk anak saya, agar tidak lebih banyak mengalami sakit hati ke depannya.
Saat patah hati, anak butuh kita di dekatnya. Untuk menguatkan. Untuk menjadi teman. Untuk mendengarkan. Untuk ada di sampingnya. Ini yang akan saya lakukan.
2. Sebuah hubungan sesempurna apa pun itu di awal, bisa selesai juga
Ini pesan yang ingin saya sampaikan ke anak-anak saya. Pernikahan saja bisa berakhir, apalagi yang namanya pacaran. Nak, mama kalian pernah pacaran 8 tahun ujung-ujungnya putus juga (lho curcol:D). Jangan pernah meletakkan harapan 100 persen di dalam sebuah hubungan, mau hubungan itu nilainya sempurna saat di awal, nilainya bisa berubah seraya berlalunya waktu. Selalu siapkan ruang untuk kehilangan, dan memastikan kalian bisa baik-baik saja setelah patah hati.
3. Jangan melamar anak orang kalau belum yakin banget
Sebelum meminta, sebelum membuat anak orang hatinya melambung tinggi, sebelum memberikan harapan-harapan, pastikan dulu, beribu-ribu kali, pastikan bahwa memang ini yang kamu cari. Memang dia yang bisa membuat hidup kamu terasa lebih mudah saat menjalani pernikahan. Memang kalian cocok satu sama lain, tak hanya antara kalian, namun juga dengan keluarganya. Jika belum ada keyakinan itu, tahan mulut kamu untuk melamarnya.
4. Ghosting itu jahat, entah kamu perempuan atau laki-laki
Setiap manusia butuh kepastian, entah itu kepastiannya menyenangkan atau menyakitkan. Maka, saat kalian menjalin sebuah hubungan, dan kemudian merasa tidak nyaman lagi berada di dalam hubungan itu, katakan dengan jujur. Mungkin akan sakit, tapi rasanya lebih sakit lagi kalau kalian menghilang begitu saja. Belajar bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan kalian. Ketika memilih untuk selesai, ya bertanggung jawab untuk menyampaikannya dengan baik. Belajar menjadi manusia yang beradab, itu yang mama minta.
5. Patah hati itu tidak mudah untuk dijalani, namun kalian akan bisa melewatinya
Kalian akan kehilangan orang yang selama ini menemani kalian dalam susah dan senang. Kalian akan kehilangan rutinitas yang kerap kalian lakukan bersama. Kalian harus melihat mantan kalian akan jalan dengan orang lain, dan itu rasanya sakit apalagi jika jaraknya dekat banget dengan waktu putus kalian, hehehe. Nikmati patah hati kalian, keluarkan semua emosi yang kalian rasakan. Marah. Kecewa. Menangis. Setelah itu berdiri lagi. Melangkah lagi. Cari lagi yang baru, ahahaha.
6. Batasi apa yang akan kalian posting di social media
Tidak semua kegiatan pacaran kalian perlu diposting di social media. Nggak semua janji-janji manis kalian dan pasangan harus ditampilkan di feed social media. Berikan ruang untuk privacy kalian. Karena, kalau kalian putus, nggak perlu capek-capek menghapus foto-foto mantan atau menjawab pertanyaan kepo dari teman-teman dunia maya, hehehe. Begitu pun saat putus. Hati-hati dengan kesedihan yang akan kalian tuliskan di social media. Karena 80% yang melihat hanya ingin memuaskan rasa ingin tahunya, dan tidak benar-benar peduli. Sad, but true.
7. Balas dendam terbaik adalah dengan menjadi versi yang jauh lebih baik dari diri kalian
Setelah putus, nikmati masa-masa berkabung, silakan. Namun setelahnya, tampil lebih cakep, tampil lebih keren, tampil dengan otak yang lebih berisi. Karena balas dendam terbaik adalah menunjukkan diri kita yang jauh lebih bahagia dibanding saat bersamanya (Tolong sampaikan ini ke Felicia dong :p).
Terima kasih untuk Kaesang, Felicia dan mamanya Felicia, untuk pelajaran berharga yang telah kalian berikan.
Baca juga:
7 Karakter yang Harus Dimiliki Anak Perempuan
Tonton:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS