Akibat akrobat antara urusan karier dan mengurus keluarga kita jadi stres. Tak jarang jadi mengenyampingkan urusan diri sendiri. STOP sampai di sini. Mari kedepankan urusan self-love untuk menjadi orangtua yang lebih baik.
Image: Simon Matzinger - Unsplash
Dalam konteks umum saya pernah menulis Cara Mencintai Diri Sendiri. Nah, gimana ya kalau konsep mencintai diri sendiri, kita jadikan alat untuk menjadi orangtua yang lebih baik? Kami adaptasi dari psychologytoday.com, berikut 10 langkah yang patut dicoba bersama pasangan.
Suka ngerasa nggak, kalau jam tidur lagi “acak-acakan” efek dominonya kemana-mana? Pas bangun tidur badan masih lelah, suasana hati jadi nggak stabil. Di sisi lain, sebagian dari kita, masih menyepelekan urusan perawatan diri, entengnya bilang gini, “yang penting anak dulu deh keurus, gue sih, gampang.” Padahal menurut psychologytoday.com, berikan standar perawatan diri yang sama kepada diri kita, seperti yang mommies berikan kepada anak-anak.
Cedera psikologis sama pentingnya dengan cedera fisik. Kita baru bisa dikatakan mencintai diri sendiri, ketika melakukan aksi nyata menyembuhkan luka psikis. Menolak mengatasi rasa sakit hati di masa lalu sangat berisiko, ketika saat bersamaan kita harus mendampingi tumbuh kembang si kecil. Cari bantuan, contohnya jangan segan konsultasi ke psikolog.
Percaya nggak kalau energi positif bisa menular? Mulai sekarang, yuk latih diri kita untuk jadi orangtua yang optimis, tidak sedikit-sedikit takut dan cemas. Caranya, dengan membuat daftar sisi negatif dan positif dari setiap permasalahan yang sedang kita hadapi. Fokus pada daftar positif. Dengan begitu, optimisme kita akan menyebar kepada anak-anak juga.
Sesekali narsis nggak apa, dong, ya. Berikan apreasi pada diri sendiri, atas pencapaian kita. Mulai dari seputar urusan anak. Dengan memuji diri sendiri, mommies dapat meminimalkan rasa bersalah kita, terhadap sesuatu yang berkaitan kesalahan kita sebagai orangtua.
Mengampuni diri sendiri, erat kaitannya dengan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Logika gini, jika kita belum tahu caranya memperlalukan diri sendiri dengan baik, bagaimana kita mau memanusiakan keluarga?
Klise? Mungkin iya, tapi efeknya? Coba mommies buktikan sendiri. Bersyukur atas momen-momen kecil, seperti setiap pagi masih dikasih kesempatan bangun tidur dalam keadaan sehat, bernapas lega, produktif di kantor atau usaha lainnya yang dijalankan. Coba akhiri hari dengan bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME. Rasakan manfaatnya.
Mendampingi tumbuh kembang anak itu tingkat kesulitannya terus meningkat. Wajar jika mommies sesekali memberikan penghargaan terhadap diri sendiri, untuk pencapaian tertentu. Misalnya si kecil berhasil tidak lagi menggunakan diapers. Bentuknya sesuaikan dengan kemampuan, me time ke bioskop nonton film incaran atau sepasang sepatu baru, bisa mommies pertimbangkan.
Tidak masalah mengakui kalau sebagai orangtua tidak sempurna, begitu juga dengan daftar panjang target yang mommies buat. Waktunya menurunkan harapan, dan kompromi dengan beberapa hal. Jika target terlalu tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan, coba ikhlaskan coret dari buku agenda mommies. You are enough!
“You can’t please everyone!”, ini berlaku di beberapa lini kehidupan. Keluarga, kantor dan lain-lain. Misalnya untuk urusan kantor, terima tanggung jawab, yang sesuai dengan scope of work mommies. Menolak juga harus disertai alasan logis dan profesional.
Melarikan diri dari rutinitas sehari-hari punya dampak dahsyat untuk psikologis seseorang. Salah satunya, mengurangi stres, dan punya waktu leluasa “kenalan” lagi sama diri sendiri. Pergi ke tempat-tempat yang sebelumnya belum penah mommies datangi, atau yang memang jadi favorit. Benamkan diri pada pengalaman baru! Saya pernah melakukan hal ini, cukup tiga hari dua malam menjelajah Kalimatan Selatan bersama teman-teman baru. Pulang ke rumah, saya punya cadangan energi baru untuk menjalani peran sebagai ibu, istri dan pribadi seutuhnya.