Pastikan hanya memilih metode sunat yang direkomendasikan dunia kedokteran, seperti yang akan saya paparkan di bawah ini.
Beberapa waktu lalu, suami saya sempat berujar, kalau ia punya keinginan menyunat anak pertama kami di usianya yang ke 3. Hellooow! Yang benar aja, akal sehat saya sih nggak bisa terima ya, secara logika aja, anak segitu kan masih pecicilan, alias lari sana dan sini. Kecuali, kalau ada kasus khusus seperti fimosis yang pernah dialami salah satu anak teman saya. Tapi kalau karena hanya ikut-ikutan anak dari kawan suami saya, hmmm...nanti dulu deh, mari kita diskusikan bersama, supaya tidak ada perpecahan di antara kami :p
Pertanyaannya selanjutnya, dari sekian banyak metode sunat yang kini beredar di masyarakat, metode apa ya, yang paling disarankan oleh dunia kedokteran. Daripada salah langkah, dan anak jadi korbannya, sekalian saja saya jadikan pertanyaan saya dan suami ini sebagai tema artikel *nggak mau rugi :D.
Pengertian sunat
Sebelum masuk lebih dalam lagi, kita kenalan dulu yuk, sama apa ya sebetulnya pengertian sunat ini. Jadi kata Dr. dr. Irfan Wahyudi, Sp U (K). Pediatric urologist, yang biasa praktik di RSCM, RS Siloam Asri dan RS Pantai Indah Kapuk, Sirkumsisi berasal dari bahasa latin circumcidere. Circum artinya melingkar dan caedere: memotong. Jadi dari asal katanya, pengertiannya berarti memotong (kulit prepusium penis) secara melingkar. Dari agama Islam, istilah yang dipakai adalah khitan. Sementara sunat adalah kata yang umum dipakai di Indonesia, walaupun asal katanya tidak diketahui secara pasti.
Metode sunat
Dari dunia kedokteran, secara garis besar sunat hanya dibagi menjadi dua cara:
Metode ini umumnya menggunakan klem. Kulit prepusium dijepit selama beberapa hari hingga akhirnya karena suplai darahnya berhenti menjadi mati dan terlepas.
Dari kedu metode sunat di atas beserta kelebihan dan kekurangannnya, dr . Irfan menyimpulkan tindakan sunat konvensional menggunakan gunting bedah masih menjadi standar dan disarankan oleh dunia kedokteran. Alasannya Perdarahan dikontrol dengan penjahitan. Kalaupun menggunakan kauter, biasanya digunakan hanya untuk menghentikan perdarahan, bukan untuk memotong. Saat ini juga ada lem khusus yang digunakan untuk merapatkan jaringan, sehingga bagian kulit penis dirapatkan dengan menggunakan lem tersebut, selain tentunya dengan cara biasa menggunakan jahitan menggunakan benang yang diserap (tidak perlu dicabut).
Usia ideal anak untuk disunat
Dr. Irfan menyebutkan pada prinsipnya sunat bisa dilakukan pada usia kapan saja, namun usia berkaitan dengan teknik biusnya, apakah bius lokal atau bius umum. Pada bayi yang masih kecil hingga sekitar usia 3 bulan, serta anak yang sudah agak besar dan sudah bisa diberi pengertian ( sekitar kelas 4-6 SD) umumnya sunat bisa dikerjakan dengan bius lokal. Kalau saya memilih, saat anak sudah duduk di bangku SD saja, alasannya di usia itu anak sudah bisa lebih diajak kerja sama.
Sunat atau sirkumsisi disarankan untuk segera dilkukan jika anak mengalami indikasi medis seperti:
Sementara itu ada pula yang dinamakan kontra indikasi, pada keadaan ini sebaiknya anak tidak perlu terburu-buru disunat. Melainkan konsultasi dulu ke dokter untuk dievaluasi lebih lanjut. Yaitu jika ada kelainan-kelainan medis seperti gangguan pembekuan darah dan kelainan anatomi penis (hipospadia, epispadia, buried atau concealed penis).
Semoga informasi tadi membantu mommies yang sedang galau memilih metode sunat untuk si kecil. Ada yang punya pengalaman tertentu? Cerita dong, ke kami mommies.
Baca juga:
Khitan Pada Balita: Sebelum dan Sesudah