Lama tidak mendapatkan momongan membuat banyak pasangan yang akhirnya memilih melakukan program bayi tabung. Sebenarnya, kapan dibutuhkan proses bayi tabung? Berikut penjelasan dr. I.G.N Elbatiputera, Sp.OG, Spesialis Obstetri dan Ginekologi Klinik Teratai.
Belum lama ini saya sempat bertemu dengan beberapa teman dekat semasa kuliah. Lagi asik-asiknya ngobrol dan ketawa ketiwi, tiba-tiba saja ada teman saya bertanya, “Eh, ada yang tahu Rumah Sakit atau klinik yang oke buat melakukan inseminasi atau bayi tabung nggak, sih?”. Dengan semangat, saya pun langsung bilang kalau di forum Mommies Daily ada thread khusus yang membahas soal bayi tabung. “Loe coba main-main ke thread Mommies Daily, deh. Di sana banyak testimoni dan pengalaman pasangan yang sudah mencoba melakukan inseminasi ataupun bayi tabung”.
Teman saya ini memang sudah cukup lama merindukan kehadian seorang anak. Bisa dimaklumi, sih, soalnya penikahannya sudah memasuki 7 tahun. Rupanya, istri teman saya ini mengalami penyumbatan di salah satu tuba falopi, sehingga menghambat sel telur meluncur ke tempat yang seharusnya. Makanya, ia dan istrinya akhirnya mencoba program inseminasi buatan.
Tapi, yang namanya manusia itu kan hanya bisa berencana, tapi Sang Pencipta juga yang menentukan karena program inseminasi buatan yang dilakukan memang belum berhasil. “Gue masih masih mau coba mungkin ke depanya mau coba bayi tabung. Siapa tahu nanti istri gue berhasil jadi ibu lewat cara ini. Tapi sekarang memang mau istirahat dulu. Kasihan juga sama istri gue,” ungkapnya.
Ngomongin masalah bayi tabung, memang patut disyukuri kalau saat ini sudah banyak Rumah Sakit ataupun Klinik yang sudah menawarkan program bayi tabung dengan adanya fasilitas canggih seperti laboratorium andrologi, laboratorium embriologi, USG 4 dimensi, Instalasi Radiologi dan ruang Laparoscopy. Meskipun begitu, memang nggak bisa dipungkiri ya, kalau saat ini banyak masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk melakukan perawaran di luar negeri, termasuk masalah bayi tabung ini. Menurut pandangan saya, sih, hal ini nggak terlepas dari faktor kepercayaan.
Pandangan saya ini pun diamini Dr. I.G.N Elbatiputera, Sp.OG, Spesialis Obstetri dan Ginekologi Klinik Teratai. Menurutnya memang tidak bisa dipungkiri kalau banyak masyarakat Indonesia yang melakukan bayi tabung di luar negeri. “Hal ini seolah menandakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia kedokteran di tanah air. Padahal dokter serta teknologi yang dipakai oleh rumah sakit tanah air tidak kalah dengan di luar negeri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Spesialis Obstetri dan Ginekologi dari Teratai Fertility Clinic atau Klinik Teratai, Rumah Sakit Gading Pluit, Jakarta Utara ini menandaskan kalau dalam kurun waktu 7 tahun Klinik Teratai telah berhasil melakukan bayi tabung lebih dari 300 bayi mulai dari kehamilan tunggal, kembar dua hingga kembar tiga. “Tingkat keberhasilan dari mulai melayani Program Bayi Tabung antara 39% - 45%,” ujarnya.
Sebenarnya kapan dibutuhkan proses bayi tabung? Dalam hal ini dr. Elba juga menjelaskan ada beberapa kondisi yang memungkinkan disarankan untuk menggunakan prosedur bayi tabung. Misalnya adalah terjadinya gangguan pada tuba falopi atau rahim berupa kerusakan atau sumbatan jalur sel telur dan atau produksi sperma dengan kualitas dan kuantitas rendah.
Kondisi ini memang tidak terlepas dari nasakah infertilitas. Ia pun sangat menyayangkan kalau sampai sekarang masih banyak pasangan yang sebenarnya infertilitas tetapi tidak tahu atau belum pernah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. “Ada baiknya jika istri masih usia produktif atau di bawah 35 tahun namun belum hamil juga padahal tidak memakai alat kontrasepsi dan melakukan seks secara teratur selama 1 tahun harus memeriksakan diri ke ahli fertilitas,” ujar Elba.
Dr. Elba pun tidak menapik jika kesuburan pada wanita dan pria dipengaruhi oleh berbagai faktor. Yakni gangguan ovulasi dan hormon, kelainan endometrium uterus, masalah di tuba fallopi, gangguan peritoneium seperti endometriosis, gangguan immunologic, dan gangguan yang diakibatkan oleh infeksi seperti hidrosalphing merupakan penyebab terjadinya infertilitas pada perempuan.
Pada perempuan yang usia 35 tahun ke atas, kesuburannya akan menurun dan menurun drastis di usia 37 tahun keatas hingga akhirnya menopouse di atas 40-45 tahunan. Hal ini terjadi karena cadangan sel telur akan terus berkurang setiap wanita mengalami menstruasi dan lama kelamaan akan habis. Banyak wanita yang tidak menyadari akan hal ini dan menunda pemeriksaan hingga akhirnya terlambat dan tidak bisa terobati lagi.
Sementara pada pria, infertilitas disebabkan oleh masalah produksi sperma sehingga mengakibatkan sedikitnya jumlah sperma, dan bentuk atau motilits yang abnormal. Penyebabnya antara lain karena kelainan bawaan dan didapat setelah dewasa ataupun karena masalah fisik seperti trauma, sinar radioaktif, panas, atau terjadinya infeksi.
Dari sini semakin jelas, ya, kalau urusan memiliki momongan mamang tidak semudah yang dibayangkan. Dalam hal ini pihak istri ataupun suami sama-sama punya andil yang sangat besar sehingga bukan saatnya lagi saling menyudutkan bahkan menyalahkan. Iya kan?