Ditulis oleh: Lariza Puteri
Pemikiran 'sekalian repot' kayaknya harus ditelaah ulang. Karena punya anak lagi memang wajib dipikirkan kesiapannya. Jadi, kapan waktu yang tepat memiliki anak kedua?
Awalnya, saya dan suami sepakat hanya ingin punya anak satu. Tapiiii...niat tersebut kemudian goyah saat membayangkan, "Kayaknya anak dua lucu, ya. Biar agak rame gitu." Belum lagi dorongan dari anggota keluarga lain. Meskipun saya pribadi tidak begitu menghiraukan. Bagimanapun, keputusan mau punya anak 1, 2 atau 3 harus datang dari saya dan suami.
Perkara membesarkan anak tidaklah mudah. Banyak faktor yang perlu dipikirkan matang-matang. Selain faktor finansial, ada lagi faktor penting yang harus saya pikirkan, yaitu kesiapan psikologis Dhia, yang akan menjadi kakak. Inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan, kapan, sih, waktu yang tepat untuk punya anak lagi?
Ternyata, menurut Anna Surti Ariani, psikolog anak dan keluarga, yang pertama sekali harus dipertimbangkan justru kesiapan orangtua, termasuk support system yang akan mendukung nantinya, bila kedua orangtua bekerja. Hal ini termasuk keyakinan diri saya dan suami, bahwa kami mampu membesarkan 2 anak, perkembangan emosi kami, kemampuan finansial, dan siapa yang bisa membantu menjaga anak saat saya bekerja.
Beberapa teman menyarankan untuk menunggu Dhia berusia minimal 4 tahun. Memang benar, sebaiknya jarak usia anak sedapat mungkin di atas 3 tahun. Kenapa tidak boleh terlalu dekat? Berikut beberapa alasannya:
• Pada tahun pertama kehidupan anak merupakan masa pembentukan attachment antara dirinya sendiri dengan orangtua. Pembentukan attachment ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian anak. Pembentukan attachment ini akan semakin matang setelah anak berusia 3 tahun. Bila anak kemudian punya adik pada masa tersebut, maka bisa terjadi pertengkaran terus menerus selama masa tumbuh kembangnya. Namun, bila orangtua memang sudah siap akan hal ini, maka meningkatkan level sabar adalah solusi terbaik.
• Akan menjadi tugas berat bagi kakak bila jaraknya dengan adik terlalu dekat. Sebab, saat kemampuan kemandirian dan percaya diri anak belum terbentuk dengan baik, kakak pun tidak boleh dipaksakan untuk menjadi contoh. Sementara, banyak orangtua yang kemudian tanpa sadar menuntut anak pertama menjadi contoh yang baik bagi adiknya.
• Kemampuan berbagi anak di bawah usia 3 tahun cenderung belum siap. Sebab, kemampuan sosialnya memang masih sangat terbatas. Akibatnya, Anda harus bersiap dengan pertengkaran yang akan muncul sebagai konsekuensinya. Sekali lagi, dalam hal ini kesiapan emosi orangtua sangat dibutuhkan.
Namun, jarak usia anak pertama dan kedua yang terlampau jauh juga kurang baik, lho. Kenapa?
Sebab, masa perkembangan anak sudah sangat berbeda. Misalnya perbedaan usia 7 atau 8 tahun, maka anak pertama sudah melewati 3 tahap perkembangan (playgroup, TK dan SD). Sehingga bisa dianggap kedua anak Anda adalah anak tunggal bila dilihat dari perkembangan psikologisnya. Selain itu, jarak yang terlalu jauh juga membuat Anda dan suami sudah melewati masa perkembangan yang lain. Bisa jadi saat Anda memiliki anak kedua, usia Anda sudah tidak ‘muda’ lagi, sehingga saat anak berada pada masa perkembangan yang seharusnya mendapatkan pengasuhan seperti bermain di luar rumah, Anda tak lagi segesit dulu.
Sebetulnya ada syarat tak tertulis yang bisa menjadi patokan Anda saat berniat punya anak kedua. Yaitu, si kakak sudah bisa lepas dari orangtua, anak sudah merasa enjoy di sekolah, tidak ada lagi drama tangisan saat Anda mengantar kakak sekolah, anak punya kedekatan dengan orang selain ibu dan ayah, sehingga Anda pun merasa lebih tenang saat akan melahirkan (tidak mungkin, kan, mengajak anak ke ruang bersalin? Hehe), anak bisa berbagi, dan perkembangan anak tidak ada masalah. Artinya, bila calon kakak punya masalah dalam tumbuh kembangnya, maka sebaiknya tunda punya anak lagi.
Jadi, sudah siap belum Moms memiliki anak lagi? Hehehe.