*Gambar dari sini
Bisa dibilang saya ini bukan tipe ibu-ibu yang parno-an. Mungkin karena memang bawaan saya yang santai, ya? Tapi, untuk masalah pelecehan seksual pada anak sudah bisa dipastikan tingkat ketakukan dan keparnoaan saya bisa melejit sampai tingkat dewa.
Jangankan terjadi pada anak-anak, jika pelecehan seksual terjadi pada kita orang dewasa, rasa trauma tentu bisa mengelayut dipikiran. Kapan hilangnya? Tentu proses penyembuhannya nggak bisa dipukul rata, karena tergantung pada seberapa berat traumanya *hiiiks
Pertanyaannya, setelah baca berbagai berita yang bikin bulu kuduk merinding dan bikin kita parno, apa yang harus dilakukan? Lagi-lagi, jawabannya pasti dengan memberikan pendidikan seksual pada anak yang disesuaikan dengan usianya. Untuk awal mula, saya melakukannya saat mandi bersama bersama Bumi.
Menurut beberapa psikolog cara ini memang bisa dijadikan langkah awal mengenalkan pendidikan seks pada anak. Yang perlu diingat, kegiatan mandi bareng memang hanya boleh dilakukan ketika usia anak masih balita. Dengan pendidikan seks yang ditamamkan sejak dini, hal ini tentu bisa berguna sebagai salah satu upaya pencegahan agar anak terhindar dari pelecehan seksual.
Rupanya, belakangan ini Dewan Eropa juga sedang gecar-gencarnya mengampanyekan Underwear Rule. Di mana kampanye ini sebagai upaya menanamkan ide di benak anak bahwa tubuhnya adalah milik dirinya sendiri. Sehingga orang lain tidak memiliki hak untuk menyentuhnya.
Saya sendiri baru 'ngeh dengan kampanye Underwear Rule ketika melihat postingan foto teman dekat di Path. Dari sana, saya pun mulai membuka mbah Google, dan mengetahui beberapa aspek dari Underwear Rules yang saya dapatkan dari situs Dewan Eropa.
Selanjutnya: Apa saja aspek-aspek Underwear Rules? >>
Dari lima poin di atas, ada beberapa hal yang bisa saya petik dan ambil intisarinya:
Tubuhmu adalah Milikmu
Dari awal, anak memang perlu diajarkan bahwa tubuhnya adalah miliknya sendiri seutuhnya. Artinya, orang lain memang tidak boleh menyentuh atau melihatnya. Apalagi untuk daerah khusus seperti alat kelamin. Memang, sih, ada kalanya, dokter atau suster bisa memerikasa atau melihat bagian tubuhnya yang ‘pribadi’, untuk itulah tugas kita di sini sebagai orangtua harus membangun komunikasi terbuka dengan anak terkait seksualitas. Nggak ada salahnya untuk mengajarkan anak untuk menolak secara tegas jika ada kontak fisik yang memang tidak pantas dilakukan.
Saya jadi ingat obrolan tim Mommies Daily di group WhatsApp, waktu itu Hanzky mengatakan sebagai orangtua nggak ada salahnya untuk mempraktikan sendiri dengan anak-anaknya. Misalnya, berpura-pura seolah kita adalah orang asing yang mau melakukan hal aneh ke anak. Kita lihat, bagaimana reaksi anak. Kalau jawaban anak masih kurang tegas, lakukan terus sampai kita yakin bahwa anak cukup kuat untuk menolak. Harapannya, anak kita bisa dengan tegas menjauh dari situasi yang tidak aman.
Mengenali Sentuhan
Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak tentu nggak akan paham mana sentuhan yang baik dan tidak untuk dirinya. Untuk itu, kita wajib mengenalkan ke pada anak-anak, bagian mana yang memang boleh disentuh dan bagian mana yang tidak boleh. Seperti yang pernah ditulis Lita di artikel Menghindari Kekerasan Seksual Pada Anak. Khususnya untuk daerah pribadinya. Mungkin dari sini kita bisa menjelaskan mengapa kita wajib menggunakan celana dalam atau underwear. Fungsinya, ya untuk menutupi area pribadi seseorang. Di mana tandanya dearah tersebut memang tidak boleh dilihat oleh orang lain.
Menciptakan Kepercayaan
Sejatinya, anak-anak mempercayai kita untuk bisa berbagi cerita. Mengemukakan apa yang ia rasakan. Baik perasaan sedih, senang, kecewa ataupun takut. Untuk itu tugas kita memang harus membangun kepercayaan pada diri anak bahwa kita selayaknya sahabat, tempat mereka berbagi dan bercerita. Jika ada rahasia atau perasaan yang membuatnya tidak nyaman, maka mereka bisa membaginya pada kita.
Tanggung Jawab Orang Dewasa
Jelas-jelas untuk kasus pelecehan seksual tentu tidak bisa menyalahkan sang anak. Benar kan? Lantas, tanggung jawab siapa? Tentunya kita, sebagai orang dewasa, khususnya orangtua. Pencegahan dan perlindungan kekerasan pada anak wajib kita lalukan.
Untuk itulah, ketika mereka sedang dalam masa trauma, kita wajib melindungi dan memberikan rasa aman dan nyaman. Pastikan, ketika mereka merasa khawatir, cemas, atau sedih, bisa mengungkapkannya pada kita atau orang dewasa yang mereka percaya. Kalaupun anak belum bisa bercerita, jangan juga terlalu dipaksaan. Hormati saja keputusannya sambil kita mencari cara bangaimana caranya agar anak kita bisa berbicara tentang kasusnya
Mengingat betapa riskannya persolan pelecehan seksual pada anak, rasanya underwear rules memang wajib ditanamkan pada anak sedini mungkin. Setuju, kan Mommies?