Sorry, we couldn't find any article matching ''

Vaginismus: Saat Tubuh “Menolak” Penetrasi dan Cara Mengatasinya Secara Medis
Vaginismus bisa membuat penetrasi terasa mustahil. Ketahui penyebab, tahapan, dan penanganannya dari kisah nyata dan panduan dokter ahli.
Pernah mendengar istilah vaginismus, Mommies? Kondisi ini masih jarang dibicarakan secara terbuka, padahal bisa sangat memengaruhi hubungan intim dan emosional seseorang dalam pernikahan. Mommies Daily pun pernah mewawancarai salah seorang narasumber perempuan bernama Nida’an K. Arfanni, yang pernah mengalami kondisi vaginasmus dan membagikan pengalamannya.
Nida bercerita bahwa setiap kali mencoba penetrasi, tubuhnya secara refleks menegang dan menolak, bahkan ketika ia merasa rileks dan tidak takut. “Saya berontak tanpa sadar,” ujarnya. “Saya pikir awalnya cuma gugup, tapi setelah berbulan-bulan tidak ada perubahan, saya tahu ini bukan hal biasa.”
Selama dua tahun pertama pernikahan, Nida berjuang menghadapi vaginismus hingga akhirnya ia menemukan cara untuk berdamai dengan tubuhnya dan tetap menjaga kehangatan dalam pernikahan.
BACA JUGA: Rahasia Vagina Kencang! Intip 7 Rekomendasi Alat Kegel Terbaik Ini!
Apa Itu Vaginismus?
Secara medis, vaginismus adalah kondisi ketika otot di sekitar vagina menegang secara tidak terkendali sehingga penetrasi sulit atau bahkan tidak bisa dilakukan. Kondisi ini bisa terjadi meski seseorang merasa aman, rileks, dan tidak sedang cemas.
Menurut dokter yang menangani Nida, kekakuan ini bukan semata masalah psikis, tetapi berkaitan dengan otot yang tidak bisa dikendalikan secara sadar. Gambaran sederhananya, seperti seseorang yang ingin menari tapi tubuhnya kaku, bukan karena tidak mau, tapi karena ototnya menolak.
Dikutip dari penelitian British Association for Sexual Health and HIV (BASHH) yang diterbitkan oleh PubMed, vaginismus terjadi karena adanya kontraksi refleks pada otot dasar panggul, yang menyebabkan rasa sakit atau ketidakmungkinan penetrasi. Artinya, kondisi ini bukan karena “kurang rileks” atau “takut berlebihan”, melainkan respons fisik yang di luar kendali.
Tanda dan Penyebab Vaginismus
Belajar dari pengalaman Nida, ada beberapa tanda vaginismus yang dia rasakan. Salah satunya adalah ketika berbulan madu. Meski sudah honeymoon di tempat yang tenang dan romantis, Nida tetap merasakan kesulitan setiap kali mencoba berhubungan seksual. Setiap kali tubuhnya bersentuhan dengan area genital, refleksnya adalah menolak, bahkan pemeriksaan dokter pun sulit dilakukan.
Saat menjalani proses diagnosis, dokter dan psikolog menelusuri kemungkinan adanya trauma masa lalu. Namun Nida tidak menemukan pengalaman traumatis yang spesifik. Sebaliknya, ia menyadari bahwa sejak remaja ia tumbuh dengan nilai moral yang sangat kuat soal keperawanan dan seksualitas.
“Sejak kecil, saya selalu diingatkan bahwa hubungan sebelum menikah itu dosa besar. Jadi saya benar-benar menanamkan itu dalam diri saya,” katanya.
Banyak penelitian mendukung bahwa pola pikir, nilai budaya, dan pengalaman emosional dapat memperkuat reaksi tubuh terhadap aktivitas seksual. Studi oleh Reissing et al. tahun 2004 menemukan bahwa perempuan dengan latar belakang moral ketat atau kecemasan tinggi terhadap seks lebih berisiko mengalami vaginismus.
Tahapan dan Penanganan Vaginismus

Foto: Freepik
Menurut studi Kiremitli & Kiremitli (2021) dalam Examination of Treatment Duration, Treatment Success and Obstetric Results According to the Vaginismus Grades, vaginismus diklasifikasikan dalam lima tingkatan (grade 1–5).
Setiap tahapan menunjukkan tingkat kekakuan otot dan respon tubuh terhadap penetrasi:
- Grade 1: Penetrasi masih bisa dilakukan tapi terasa nyeri.
- Grade 2: Penetrasi sebagian sulit dilakukan.
- Grade 3: Tidak bisa dimasukkan jari sama sekali.
- Grade 4: Sentuhan sedikit saja membuat tubuh berontak.
- Grade 5: Tidak bisa disentuh sama sekali, bahkan di area luar.
Nida pun menjelaskan hal serupa dan mengatakan bahwa dirinya berada di antara grade 2 dan 3, di mana penetrasi hanya bisa dilakukan sebagian dan masih menimbulkan reaksi menolak.
Langkah Penanganan: Dari Edukasi hingga Terapi Medis
Butuh waktu lama dan enam kali ganti dokter sebelum akhirnya Nida bertemu dengan dr. Robbi Asri Wicaksono, SpOG, yang memiliki perhatian khusus terhadap kasus vaginismus. Dari sanalah Nida mendapatkan penjelasan yang lebih komprehensif tentang kondisinya.
Menurut pakar, pendekatan terapi harus dilakukan bertahap dan penuh kesabaran, antara lain:
- Edukasi dan konseling: Membantu pasien dan pasangan memahami bahwa ini bukan gangguan mental, tapi kondisi medis yang bisa ditangani.
- Latihan dilatasi bertahap: Menggunakan jari atau alat (dilator) untuk membantu otot beradaptasi.
- Terapi fisik dan relaksasi dasar panggul: Membantu mengurangi kontraksi otot yang tidak terkendali.
- Dukungan pasangan: Sangat penting agar terapi berjalan tanpa tekanan.
Dalam kasus berat, beberapa studi menunjukkan penggunaan botulinum toxin (Botox) bisa membantu merilekskan otot. Sebuah penelitian di 2024 yang diterbitkan oleh PubMed, menunjukkan bahwa injeksi botulinum toxin type A efektif untuk kasus vaginismus yang tidak merespons terapi standar.
Vaginismus Bukan Cuma Soal Fisik, tapi Juga Pikiran dan Lingkungan
Menurut penelitian dari Taylor & Francis Online berjudul “Understanding vaginismus: a biopsychosocial perspective”, vaginismus tidak bisa dilihat hanya dari sisi medis. Ada banyak faktor yang saling berkaitan, mulai dari kecemasan, pengalaman masa lalu, hingga pengaruh budaya dan pendidikan seks yang terbatas.
Studi lain di Oxford Academic juga menyebut bahwa hampir 50% perempuan dengan vaginismus dibesarkan dengan nilai moral yang ketat dan minim edukasi seks (Etiological Factors of Vaginismus). Artinya, banyak kasus bukan disebabkan oleh trauma langsung, melainkan oleh pola pikir dan nilai yang tertanam sejak kecil, seperti yang juga dialami Nida.
Terapi dan Penemuan Medis Terbaru
Kabar baiknya, karena penelitian terus berkembang akhirnya hadir metode baru untuk membantu pasien vaginismus. Beberapa diantaranya adalah:
1. Terapi Botox (Botulinum toxin type A): Studi tahun 2024 yang diterbitkan oleh National Library of Medicine melaporkan 95% keberhasilan pada pasien vaginismus yang sulit diobati setelah terapi injeksi dan latihan dilator selama empat bulan.
2, Pendekatan multimodal: Dilansir dari Oxford Academic 2025, kombinasi terapi fisik dan psikologis terbukti paling efektif untuk pemulihan jangka panjang.
3. Alat bantu modern: Perusahaan Materna Medical di Amerika Serikat kini sudah mengembangkan Milli™ Vaginal Dilator untuk membantu latihan mandiri di rumah.
Tips Praktis untuk Perempuan dan Pasangan

Foto: Freepik
Perjalanan penyembuhan tidak berhenti di klinik. Salah satu hal yang membuat Nida mampu bertahan tentu saja adalah dukungan penuh dari suaminya. Nida menyebut suaminya selalu sabar dan ikut belajar bersamanya. “Dia nggak hanya mikirin dirinya sendiri, tapi juga kenyamanan saya,” katanya.
Selain itu, Nida mengaku banyak terbantu setelah bergabung dengan komunitas vaginismus, yang menampung ratusan perempuan dengan vaginismus yang saling berbagi kisah dan saling menyemangati. “Di sana, saya baru sadar, saya tidak sendirian. Banyak perempuan lain yang berjuang dengan kondisi sama,” ujarnya. Dukungan pasangan juga krusial.
Jika Mommies merasa mengalami kesulitan yang serupa, berikut beberapa langkah yang bisa dicoba:
- Membangun komunikasi terbuka dengan pasangan. Mommies dan suami bisa saling bercerita soal rasa takut, kebutuhan, harapan, dan proses yang sedang dijalani.
- Latihan dilatasi secara bertahap. Gunakan pelumas, mulai dari ukuran kecil, dan lakukan dengan kesabaran. Bisa juga menggunakan jari atau alat bantu berbentuk penis dari plastik (sex toy medis), sesuai saran dokter.
- Tidak terburu-buru. Fokus pada kenyamanan dan rasa aman, bukan sekadar penetrasi.
- Jangan abaikan kesehatan mental. Terapi psikoseksual bisa sangat membantu.
- Cari dukungan dari komunitas. Orang-orang yang mengalami hal sama bisa jadi penyemangat terbaik.
Kisah Nida membuktikan bahwa proses penyembuhan membutuhkan waktu, kesabaran, dan dukungan dari lingkungan yang tepat. Dari situ kita juga belajar, jika Mommies merasa ada ketidaknyamanan atau kesulitan saat pemeriksaan ginekologi maupun hubungan intim, jangan diam. Konsultasikan dengan tenaga profesional karena kondisi ini bisa ditangani dan kalian tidak sendirian.
Karena pada akhirnya, seperti kata Nida, “Bagi saya, pernikahan yang hebat seharusnya lebih dari sekadar kehidupan seks.” Yup, selain itu pernikahan juga tentang saling memahami dan bertumbuh bersama.
Ditulis oleh: AnitaTha
Diperbarui oleh: Katharina Menge
BACA JUGA: Kenali 7 Bau Vagina Beserta Artinya, Mulai dari Amis hingga Manis!
Cover: Freepik
Share Article


POPULAR ARTICLE




COMMENTS