Kasus pelecehan seksual anak oleh ayah angkat yang juga tokoh agama di Bekasi kembali mengingatkan bahwa pelaku bisa berasal dari keluarga terdekat!
Mommies, lagi-lagi ada kasus seorang ulama melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Seorang pria paruh baya berinisial MR (51) ditangkap setelah diduga melakukan aksi pencabulan kepada anak angkat ZA dan keponakannya SA. Pelaku merupakan seorang ustaz yang cukup dikenal di Bekasi.
Ulah MR terungkap setelah korban, yang kini sudah duduk di bangku kuliah, melapor ke pihak keluarga. Dikutip dari detikNews, pelaku MR sudah melakukan aksi bejat kepada anak angkatnya ZA sejak ia duduk di bangku kelas 8 SMP. Kelakuannya tak berhenti di situ. Pelaku juga melakukan aksi serupa kepada keponakannya SA sejak kelas 6 SD.
Mirisnya, pihak keluarga tidak memihak korban saat melaporkan kejadian tersebut. Menurut cerita korban yang dikutip dari kanal YouTube dr. Richard Lee, pihak keluarga justru ingin menutup-nutupi fakta karena dianggap aib. Korban pun malah dianggap tega karena ingin melaporkan ayah sendiri.
Sejak Kamis (24/9/2025), pelaku MR sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal-pasal berkaitan.
BACA JUGA: MD Ask the Expert: Waspada Anak dan Remaja Jadi Korban Pelecehan Seksual Online hingga Pornografi
Seperti yang diceritakan para korban di kanal YouTube dr. Richard Lee, MR diduga melakukan tindakan tidak pantas terhadap anak angkatnya, ZA, serta keponakannya, SA, sejak mereka masih di bawah umur.
ZA telah menjadi anak angkat MR sejak usia 16 bulan. Sejak kecil, ia kerap mengalami kekerasan fisik karena sifat MR yang temperamental, sehingga menimbulkan rasa takut dan trauma setiap kali berhadapan dengannya.
Memasuki usia remaja, ZA mulai mengalami tindakan tak senonoh oleh MR sejak di bangku SMP. Pada masa itu, MR melakukan hal-hal yang membuat ZA bingung dan tidak memahami bahwa itu termasuk pelecehan. Situasi berlangsung berulang setiap kali ZA pulang dari pesantren. Hingga saat kuliah, ZA juga mendapat tekanan berupa permintaan video yang tidak semestinya, dengan iming-iming bantuan biaya pendidikan kuliah.
Hal serupa dialami oleh SA, keponakan MR, yang saat itu masih duduk di bangku kelas 6 SD. Awalnya, SA tinggal di rumah ZA untuk menemani istri MR. ZA saat itu sedang menempuh pendidikan di pesantren. Dalam kurun waktu itu, SA juga mengalami pelecehan seksual dari MR, yang berawal saat perjalanan menuju sekolah hingga berlanjut di rumah. Saat memasuki usia 13 tahun, dugaan tindakan yang lebih serius pun terjadi.
Kedua korban sama-sama tidak berani melapor karena adanya rasa takut dan tekanan dari sosok MR, yang dikenal memiliki sifat kasar serta mudah marah, bahkan terhadap istrinya. Kondisi semakin berat karena keluarga termasuk sang bunda justru menyalahkan korban alih-alih memberikan perlindungan.
Mommies, pelaku pelecehan seksual bisa datang dari mana saja, bahkan dari seseorang terdekat sekalipun. Korbannya pun tak memakan usia tertentu, baik dewasa, remaja, maupun anak kecil bisa menjadi target.
Menurut laman NCBI, WHO membingkai pelecehan seksual terhadap anak (child sexual abuse atau CSA) sebagai tindakan seksual yang dilakukan terhadap anak yang belum bisa sepenuhnya memahami, belum bisa memberi persetujuan, atau secara usia dan perkembangan belum siap untuk hal tersebut. Singkatnya, anak tidak punya kemampuan untuk memahami, menyetujui, atau menolak.
Pelaku paling sering adalah orang yang dikenal oleh anak, dengan sebagian besar berasal dari anggota keluarga atau orang serumah, termasuk orang tua, orang tua angkat atau tiri, kakak, atau orang dewasa lain yang tinggal di rumah tersebut.
Melihat kasus di atas, pelaku pelecehan seksual terhadap anak tersebut datang dari ayah angkat. Bukan hanya satu atau dua kasus, bila diselidiki, sudah banyak kasus serupa yang melibatkan tindakan tercela ayah terhadap anak.
Lantas, kenapa beberapa ayah tega melakukan tindakan tercela kepada anak sendiri?
Melansir PubMed Central, ada beberapa faktor penyebab atau kondisi yang memungkinkan orang tua (khususnya ayah) melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Beberapa anak ada yang dibiasakan dengan kedekatan fisik atau emosional (child grooming) sehingga sulit menyadari pelecehan. Faktor ayah sebagai otoritas tertinggi atau punya pengaruh besar di keluarga juga memudahkan pelecehan dilakukan dan disembunyikan. Anak cenderung takut atau terintimidasi untuk melawan.
Anak pun dalam beberapa situasi tidak memahami atau tidak punya kebebasan untuk menolak.
Anak, terutama yang masih kecil, mungkin tidak memahami bahwa tindakan itu adalah pelecehan dan belum punya kosakata untuk menolak atau menyampaikan ketidaksenangan secara verbal. Beberapa pelaku bahkan memanipulasi atau mengancam korban. Beberapa anak juga khawatir dan takut tidak ada yang percaya atau disalahkan.
Biasanya, anak tidak secara langsung berkata bahwa ia dilecehkan karena berpikir itu salahnya atau takut tidak dipercaya. Dikutip dari laman National Health Service, tanda-tanda anak mengalami pelecehan seksual dapat dilihat dari beberapa hal, mulai dari tanda fisik dan psikologis.
Kesulitan di sekolah. Anak menjadi sulit fokus belajar, prestasi menurun, atau kehilangan minat.
Memberi petunjuk tidak langsung. Kadang anak menyampaikan isyarat atau tanda-tanda adanya pelecehan tanpa berani menceritakan langsung.
Mendengar bahwa seseorang telah disakiti, terutama seseorang yang Mommies sayangi, bisa sangat mengguncang. Saat anak atau keluarga terdekat mengalami pelecehan seksual, apalagi pelakunya dari seseorang yang dikenal, penting untuk tetap tenang dan hadir di sisi korban. Dikutip dari laman Child Safety, berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:
Bila Mommies menduga adanya pelecehan seksual terhadap anak atau siapa saja, ada sejumlah lembaga dan layanan yang bisa dihubungi untuk mendapatkan perlindungan dan pendampingan hukum.
Kasus pelecehan seksual terhadap anak kembali membuktikan bahwa ancaman sering kali datang dari orang terdekat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua, keluarga, dan masyarakat untuk lebih peka mengenali tanda-tanda, berani bertindak, dan tidak menutup-nutupi demi melindungi korban.
BACA JUGA: Ciri-ciri Predator Seksual, Orang Tua Wajib Kenali agar Bisa Hindari Tindakan Pelecehan Seksual!
Ingatlah, melapor dan mencari bantuan bukan aib, melainkan langkah berani untuk memutus rantai kekerasan.
Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Cover: Freepik