Komunikatif dan terbuka menjadi sebagian hal yang dilakukan oleh pasangan dengan pernikahan yang sehat. Lalu, apa saja hal yang perlu diterapkan untuk membangun hubungan yang kuat?
Di balik pernikahan yang sehat, ada pasangan yang bermental kuat. Namun, apakah pasangan dengan ketangguhan psikologis adalah makhluk sempurna yang tak pernah punya masalah rumah tangga? Tentu tidak.
Mental strength atau kekuatan mental mungkin merupakan kualitas yang sulit diraih dan dijelaskan, tetapi itu adalah sesuatu yang secara naluriah kita semua cari dan coba kembangkan, baik sebagai individu maupun pasangan.
Dalam proses ini, mereka membangun komunikasi yang efektif, saling menghargai, dan kepercayaan sebagai fondasi utama. Mereka juga mampu menyelesaikan konflik dengan baik, sehingga hubungan tetap terjaga walaupun badai masalah datang. Lantas, apa yang membentuk mental yang tangguh pada pasangan dengan hubungan yang sehat ini?
Ciri khas pasangan bermental kuat salah satunya adalah sama-sama punya keinginan untuk mengatur poros hidup mereka ke arah yang positif. Amy Morin, seorang psikoterapis dan penulis buku international best seller, memandang kekuatan mental sebagai masalah perspektif.
Dalam bukunya 13 Things Mentally Strong Couples Don’t Do, Amy Morin membagikan lima ciri khas pasangan bermental tangguh dalam hubungan yang sehat dan langgeng. Mommies dan Daddies bisa jadikan ini sebagai tips.
BACA JUGA: Bertengkar Sehat: 15 Aturan Fair Fight agar Rumah Tangga Langgeng
Untuk pernikahan yang sehat dan harmonis, lima hal ini bisa dilakukan. Berikut penjelasannya:
Daripada mengabaikan masalah, lebih baik untuk membicarakannya dan mencari solusi atau jalan keluar bersama. Menurut Amy Morin, pasangan dengan mental yang kuat adalah mereka yang tidak tertarik menyalahkan. Daripada menyuruh pasangan untuk bersikap lebih baik, mungkin kita yang perlu berusaha lebih untuk menoleransi ketidaknyamanan ini. Pola pikir seperti ini dapat membuat perbedaan besar.
Menetapkan dan memahami batasan satu sama lain penting. Namun, menetapkan batasan dengan orang lain sebagai pasangan juga tak kalah penting. Batasan-batasan tersebut bisa berupa apa saja.
Mulai dari tidak akan meminjamkan uang kepada keluarga besar, meminta orang untuk menelepon terlebih dulu sebelum datang, tidak membiarkan orang lain mengkritik pola asuh anak di depan mereka, sampai masalah personal seperti apakah perlu untuk mengumumkan masalah kesuburan di depan umum atau tidak usah sama sekali.
Dengan berdiskusi lebih lanjut tentang batasan-batasan sebagai pasangan tersebut, Mommies dan Daddies bisa menemukan jenis hubungan seperti apa yang diinginkan.
Pasangan yang sehat secara mental tidak mengorbankan nilai dan prioritas pribadi hanya demi membuat pasangannya merasa lebih baik. Amy Morin menekankan, penting untuk tidak memanipulasi emosi demi mendapatkan keinginan. Saat pasangan menghadapi masalah emosional, dukungan terbaik adalah membantu mereka menemukan cara membaik dalam jangka panjang, misalnya dengan percakapan berkelanjutan untuk menyusun rencana, bukan sekadar meredakan masalah sesaat.
BACA JUGA: Istri Sering Lakukan Silent Treatment? Mungkin Ini Penyebabnya
Hubungan yang sehat justru dengan tidak menggantungkan semua kebutuhan pada pasangannya. Jangan berekspektasi bahwa pasangan akan melakukan segalanya untuk kita. Baiklah, ada gagasan yang bilang bahwa pasangan harus “melengkapi”. Dari luar memang tampak romantis dan memikat, tetapi berbeda ketika diamati lebih dekat.
Penting untuk pasangan saling mengatakan bahwa tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi supaya tidak ada ekspektasi. Sebagian kebutuhan bisa dipenuhi, tetapi diri sendiri pun juga tetap memenuhi sebagian lainnya.
Hubungan yang kuat memberi ruang bagi kedua pihak untuk tumbuh dan saling mendukung. Melalui komunikasi berkelanjutan, pasangan dapat menghargai perubahan yang terjadi, menyesuaikan strategi dukungan, dan bersama-sama merayakan dampak positifnya, sambil mensyukuri kekuatan mental yang masing-masing bawa ke hubungan.
Pernikahan sehat lahir dari cinta yang dibarengi usaha. Terapkan lima hal ini setiap hari, dan lihat bagaimana hubungan Mommies dan Daddies tumbuh lebih kuat, harmonis, dan penuh momen bahagia.
BACA JUGA: Merasa Sendiri dalam Pernikahan? Ini 10 Ciri-ciri Emotional Divorce
Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Editor: Dhevita Wulandari
Cover: MART PRODUCTION/Pexels