Menyadari menjadi ayah itu bukan soal sempurna tapi soal konsisten hadir secara fisik, mental dan juga emosi, ini curahan perasaan Lerry Ginting.
Saat saya mewawancara Lerry Ginting atau yang akrab disapa Lerry (31 tahun), VP Business Development CT Corp, suami dari Livia Angelissa dan ayah dari Lionel (2 tahun 10 bulan) ini menyampaikan unek-uneknya tentang Nursery Room yang hanya boleh dimasuki perempuan dan anak, padahal sebagai ayah dia juga sering quality time berdua dengan anaknya, dan butuh Nursery Room bagi anaknya.
“Kenapa society kita sering menitikberatkan urusan pengasuhan anak ke ibu, padahal ayah juga dibutuhkan kehadirannya?” ini pertanyaan yang keluar darinya dan jujur saya setuju.
Tak hanya tentang beban berat sebelah antara ibu dan ayah, namun banyak hal lain terkait pengasuhan yang menarik dan rasanya hangat keluar dari mulut ayah satu anak ini. Rasa-rasanya, kalau semua ayah memiliki pola pikir dan tanggung jawab seperti dia, saya jadi bisa punya harapan bahwa Indonesia suatu saat nanti nggak lagi menjadi negara dengan tingkat Fatherless yang sangat tinggi.
BACA JUGA: 8 Hal yang Harus Diajarkan Ayah untuk Membentuk Karakter Anak Sejak Dini
Gue pengin Lio lihat gue sebagai ayah yang hadir di semua fase hidupnya. Bukan cuma jadi pencari nafkah, tapi juga jadi teman tumbuh. Gue sadar masa-masa dekat sama anak nggak berhenti di umur 17. Jadi mumpung masih bisa, gue mau maksimalkan waktu bareng dia.
BACA JUGA: Para Ayah, Jangan Katakan 5 Kalimat Ini ke Anak Laki-laki!
Yang mau diteruskan: Kebebasan bertanggung jawab. Dari kecil gue dibiasain untuk ambil keputusan sendiri, mulai dari hal kecil sampai yang besar. Itu mengajarkan gue soal tanggung jawab dan percaya diri.
Yang nggak mau diteruskan: Fokus berlebihan ke akademik. Dulu karier tuh kayak dibatasi banget: harus dokter, insinyur, atau kerja kantoran. Sekarang gue sadar dunia kerja luas banget, ada film, musik, content creator, dll. Jadi gue ingin kasih Lio ruang untuk eksplorasi.
Perspektif bahwa urusan anak tanggung jawab istri, masih sedikit perusahaan yang menyediakan paternity leave. Padahal yang yang begadang ikut urus bayi kan nggak hanya ibu, tapi bapak juga.
Tapi gue melihat generasi gue partisipasi ayah makin tinggi, kayak kalo temenin anak di sekolah atau pas lagi trial class, di playground juga semakin banyak bapak yang hadir, kok. So, menurut gue ini indikator baik sih.
Masa remaja akan jadi masa yang penuh curiosity, Kalau kamu penasaran sama hal-hal baru, papa siap temenin. Rumah ini akan selalu jadi safe space buat kamu tanya, cerita, dan eksplorasi. Nggak ada pertanyaan yang terlalu sepele, nggak ada mimpi yang terlalu tinggi.
BACA JUGA: Pro Kontra Cuti Melahirkan untuk Ayah di Indonesia yang Masih Patriarki
Society terlalu menitikberatkan peran urusan anak ke ibu. Contoh, setiap gue bertanya urusan sekolah atau les di WA, selalu disapa dengan sebutan mom atau bun. Ada juga nursery room yang hanya boleh dimasuki ibu, jadi kalau ayah lagi quality time berdua sama anak terus anaknya poop kan jadi sulit, ya.
Pendidikan dan social awareness berperan penting. Once the society sadar bahwa fatherless itu ngaruh ke perkembangan anak baik kognitif maupun psikologis, pasti makin banyak ayah yang sadar untuk selalu hadir buat.
Bahwa waktu itu nggak bisa dibeli. Momen kecil bareng anak, main, cerita, peluk, itu yang paling mahal. Dan kita cuma punya waktu terbatas sebelum mereka gede dan punya dunianya sendiri.
Anak lo kangen, cepetan pulang. Kalau nanti mereka gede dan nggak deket sama lo, jangan kaget.
Tidur. Simple dan sangat dibutuhkan. Haha!
Dijadwalkan dan dikomunikasikan. Kadang yang kita butuhkan bukan waktu banyak, tapi waktu yang jelas dan niat.
BACA JUGA: 15 Pesan Ayah untuk Anak Perempuan Mereka Sebelum Pacaran
Cover: Dok. Istimewa