Catat, Ini 5 Hal yang Harus Diketahui Orang Tua dalam Membesarkan Gen Beta

Parenting & Kids

Sisca Christina・21 Jul 2025

detail-thumb

Pahami karakteristik gen beta agar mommies dan daddies bisa membesarkan gen Beta dengan pola asuh yang efektif dan terkoneksi.

Mulai tahun ini, dunia kedatangan generasi baru: Generasi Beta. Generasi yang lahir di 2025 hingga 2039 ini diasuh oleh orang tua Milennial atau Gen Z yang lebih tua. Tentunya di tahun ini populasi gen Beta belum banyak, dan usia mereka masih bayi. Namun, 10 tahun mendatang, McCrindle memprediksi bahwa populasi Gen Beta akan mencapai 16% dari total populasi global.

Salah satu karakteristik paling menonjol dari Gen Beta yaitu kemahirannya dalam menggunakan teknologi. Jelas, karena mereka saja lahir di era digital dan tumbuh di era kecerdasan buatan (AI). Gen Beta akan jauh lebih cerdas dalam literasi digital dan data dari generasi-generasi terdahulunya.

Di sisi lain, ini akan menjadi tantangan bagi mereka. Karena kehidupan mereka akan sangat melibatkan teknologi, maka kehidupan terkait interaksi sosial, lingkungan dan budaya tentu dapat terdampak. Dalam hal pengasuhan, orang tua dapat mengalami tantangan yang lebih kompleks juga.

Orang tua perlu mengenali karakteristik anak-anak Gen Beta untuk dapat membangun hubungan yang baik dengan mereka dan mengatasi tantangan yang mungkin muncul dalam membesarkan mereka.

Baca juga: 7 Perbedaan Anak Gen Alpha dan Gen Beta 2025, Mommies Wajib Tahu!

Tips Membesarkan Gen Beta Sesuai Perkembangan Zaman

1. Gen Beta bertumbuh di era teknologi canggih, maka orang tua pantang gaptek

membesarkan gen beta

Foto: Image by jcomp on Freepik

Sebenarnya, kebanyakan orang tua milenial dan Gen Z pun mahir teknologi. Namun seperti yang kita tahu, teknologi berkembang sangat cepat. Meleng dikit, bisa ketinggalan. Mommies yang punya anak Gen Alpha saja pasti relatable dengan situasi ini: ketika anak pegang gawai, ada hal-hal yang mereka bisa selangkah lebih tahu dari kita. Nah, bisa dibayangkan bagaimana Gen Beta kelak. Mungkin bisa dua-tiga langkah lebih mahir dari kita.

Ditambah lagi, teknologi akan masuk di hampir seluruh aspek kehidupan anak-anak Gen Beta. Dari pendidikan, kesehatan, kehidupan sosial dan seterusnya. Maka, orang tua Gen beta perlu mengimbangi kemampuan Gen Beta agar dapat mendorong pemanfaatan teknologi untuk anak sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, ini juga penting agar orang tua dapat memantau dan menetapkan batasan penggunaan teknologi demi menjaga keamanan mereka. Jadi, jangan malas mencari tahu game online apa yang sedang anak mainkan, tren digital apa yang sedang happening, aplikasi digital apa yang  penting dipelajar, dan seterusnya.

2. Seimbangkan antara dunia maya dan dunia nyata

Masih ingat Sewell Setzer, remaja 14 tahun yang bunuh diri akibat dorongan atas interaksi yang dia jalin dengan sebuah karakter AI? Risiko ini dapat terjadi ketika anak terlibat terlalu jauh dengan dunia maya dan tersisih dari dunia nyata (terlepas dari banyak faktor yang harus ditelisik dari peristiwa ini, ya).

Tak perlu jauh-jauh. Sejak AI aktif digunakan di kehidupan kita sehari-hari saja, beberapa orang memanfaatkan AI sebagai pelarian sementara buat tempat curhat karena dianggap dapat merespon dengan cepat, menghibur, dan tidak menghakimi.

Karena tingginya keterlibatan dunia digital di dalam kehidupan anak-anak Beta, maka interaksi sosial (pertemanan) di dunia digital juga akan terbangun. Maka bisa saja anak jadi punya “kehidupan” di dunia maya dan nyata. Tugas kita sebagai orang tua yaitu menghubungkan antara dunia maya dan dunia nyata tersebut. Artinya, jangan sampai anak berinteraksi dengan dunia maya yang tidak eksis di dunia nyata, hingga menggeser fungsi kehidupan bersosial yang sebenarnya.

3. Dalam membesarkan Gen Beta, orang tua perlu jembatani gap antargenerasi, bukan dipertajam

Gap antargenerasi hingga saat ini masih menjadi isu yang memicu konflik dan menjadi faktor penghambat komunikasi antargenerasi. Sadar atau tidak, orang tua ada saja kalanya merasa dirinya lebih berpengalaman dari anak, memandang cara-cara ia dibesarkan lebih baik. Sehingga sering muncul deh kalimat: “Zaman mama dulu tuh nggak gitu, yang benar itu ya begini. Dasar anak zaman sekarang!” Duh, jangan, ya, moms, ya. Itu hanya mempertajam gap generasi antara orang tua dan anak. Orang tua perlu belajar memahami karakteristik diri dan anak, hargai perbedaan dan kekuatan generasi Beta, lalu jembatani kesenjangan tersebut dengan welas asih.

4. Perbanyak aktivitas fisik dan luar ruang

Foto: Image by zinkevych on Freepik

Kemungkinan orang tua anak-anak Gen Beta akan sadar mengenai hal ini dan memahami akan pentingnya stimulasi fisik bagi tumbuh kembang anaknya. Ini juga didorong oleh rasa khawatir akan paparan teknologi yang tinggi sehingga orang tua akan mengupayakan aktivitas di luar ruang, terkena paparan sinar dan berkeringat demi kesehatan fisik anak.

5. Membangun relasi dengan anak yang otentik dan empatik

Semakin ke sini, orang tua akan semakin menyadari bahwa cara yang efektif untuk membesarkan anak di era modern yaitu dengan cara terkonesi secara otentik dan empatik dengan anak. Ini karena orang tua masa kini memiliki akses informasi yang luas mengenai pengasuhan, ikut belajar dari pengalaman dari lingkungan sekitar, dan memiliki keinginan bertumbuh yang tinggi. Maka hendaknya setiap orang tua Gen Beta mengupayakan relasi yang hangat demi kesejahteraan mental dan kecerdasan emosional anak; agar anak tak lari ke dunia digital ketika menghadapi persoalan.

Baca juga: Seperti Apa Kurikulum yang Cocok untuk Gen Beta? Ini Kata Psikolog Pendidikan

Cover: Image by freepik