11 Salah Kaprah tentang Gentle Parenting yang Bisa Mengganggu Perkembangan Anak

Lifestyle

Rahmasari Muhammad・5 hours ago

detail-thumb

Masih suka bingung mengenai Gentle Parenting dan khawatir salah penerapan yang malah bisa merusak anak? Yuk, baca disini agar lebih paham!

Akhir-akhir ini Gentle Parenting menjadi topik hangat, merupakan salah satu alternatif pola asuh, yang menurut Para pakar parenting dan ahli kesehatan mental bermanfaat untuk menumbuhkan disiplin positif anak, meningkatkan attachment sehat antara orang tua dan anak juga mengurangi trauma pengasuhan.

Nanun banyak juga anggapan salah mengenai Gentle Parenting yang bisa membahayakan. Dilansir dari buku “Gentle Parenting Book” karya penulis dan praktisi Gentle Parenting Sarah Ockwell Smith, ada 11 salah kaprah tentang Gentle Parenting dan penerapannya yang benar. Apa saja, sih?

BACA JUGA: Hindari Memanjakan Anak, Stop Lakukan Ini Sebelum Mereka Berumur 13 Tahun

Salah Kaprah tentang Gentle Parenting

1. Gentle Parents Selalu Mengatakan “Ya”

Sebenarnya, Gentle Parents tetap mengatakan “tidak” saat anak melanggar batas, karena anak butuh “pagar” agar mereka paham apa yang boleh dan tidak dilakukan. Orang tua yang selalu mengatakan “Ya” adalah orangtua yang permisif serta pola asuh yang longgar dan tidak menerapkan aturan. Penting untuk diingat, cara mengatakan “tidak” dengan tegas tapi tetap berempati, dan konsisten, menjelaskan risiko dari suatu perbuatan, memberikan alternatif hal lain yang dapat dilakukan dan bukan bertujuan mempermalukan anak.

2. Gentle Parents Tidak Menerapkan Disiplin

Padahal disiplin adalah salah satu unsur penting dari Gentle Parenting, yang dibuat sebagai pembelajaran bagi anak mengenai perilaku yang dapat diterima. Tentunya bukan dengan menghukum yang sering dianggap cara mendisiplinkan, tapi melalui diskusi agar anak paham risiko misalnya barang sulit dicari saat malas membereskan kamar. Dapat juga memberikan rewards melalui apresiasi tulus, kata-kata motivasi, atau pelukan hangat, dan tidak harus melalui pemberian barang.

3. Gentle Parents Tidak Memiliki Kontrol Terhadap Anak

Gentle parents tetap memegang kendali, yang disesuaikan dengan usia anak dan kasus. Untuk hal tertentu yang tidak membahayakan anak misalnya memilih baju, anak dapat menentukan keputusan. Sementara untuk penggunaan gadget atau waktu bermain game, orang tua tetap punya kontrol dan menerapkan batasan sehat untuk anak.

4. Gentle Parents Memberikan Semua Keinginan Anak

Seringkali, orang tua menganggap anak menangis untuk memanipulasi atau mendapatkan keinginannya dan harus diabaikan agar tidak memanjakan anak, padahal anak akan semakin haus perhatian. Anak yang butuh koneksi dan tidak terpenuhi kebutuhan emosinya bisa berperilaku negative, memberontak, merundung atau memendam stress. Maka Gentle parents memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar emosi anak, yaitu didengar, dilihat, diakui, dan dipahami perasaannya serta dicintai dengan tulus.

5. Gentle Parents Bekerja Di Rumah, Tidak Sibuk dan Hanya Memiliki satu Anak

Faktanya, Gentle Parents tetap bisa punya aktivitas atau pekerjaan di luar rumah, tapi mereka menurunkan ekspektasi misal rumah tidak harus rapi sempurna, dan memilih untuk tumbuh, belajar dan berproses serta berkembang bersama anak, menjadikan kesalahan sebagai media pembelajaran bersama, dan melibatkan anak dalam mengerjakan tugas rumah tangga, sebagai salah satu cara melatih tanggung jawab serta kesadaran.

Foto: Freepik

6. Gentle Parents Menghambat Kemandirian Anak

Sebenarnya, kemandirian adalah sebuah proses yang tidak instan, dimulai dengan membangun koneksi dan attachment sehat orang tua dan anak, membuat anak merasa tenang, secure dan mampu meregulasi diri sebagai persiapan dasar kemandirian, di waktu tepat, tanpa paksaan. Anak juga lebih percaya diri, tapi juga yakin bahwa orang tuanya akan menerima dan mendukung mereka termasuk di masa sulit, yang menambah keberanian dalam melangkah.

7. Gentle Parents Membesarkan Anak yang Kurang Tangguh

Banyak anggapan bahwa Gentle Parents terlalu lembut dan harusnya anak dididik secara “keras” agar lebih tangguh. Padahal, Gentle Parents membesarkan anak untuk punya resiliensi agar mampu beradaptasi dengan beragam tantangan dengan tetap menghargai diri dan orang lain, karena terlatih dalam membuat keputusan, menimbang semua risiko dan paham batasan sehat.

8. Gentle Parents Memanjakan Anak

Ada perbedaan besar antara memanjakan dengan hadir dan menyayangi anak seutuhnya, yang menjadikan anak tumbuh serta berkembang dengan mental sehat dan kuat, mengenal dirinya dengan baik, dan mampu menjalin relasi sehat dengan orang lain. Anak yang sehat mental dan terpenuhi kebutuhan emosinya, lebih kecil risikonya melakukan hal yang merugikan diri dan orang lain seperti adiksi, pelecehan atau kekerasan.

9. Gentle Parents Tidak Mau Membuat Anak Menangis

Sebaliknya, Gentle Parents memberikan kesempatan anak mengekspresikan emosi secara sehat, salah satunya dengan menangis, juga mendampingi anak belajar menghadapi emosi dan meregulasi diri. Mendistraksi anak atau meminta anak stop menangis melahirkan orang dewasa yang tidak paham dengan diri dan emosinya, sulit berekspresi dan mengkomunikasikan emosi dengan sehat.

10. Gentle Parents Menerapkan Toxic Positivity

Banyak anggapan bahwa Gentle Parents berpura-pura baik dan selalu positif, padahal Gentle Parents juga manusia biasa yang tidak menuntut kesempurnaan, tetapi berani mengakui dan memaafkan diri dan anak jika salah, kemudian bangkit dan berproses kembali, aktif mencari solusi, serta percaya bahwa selalu ada pembelajaran dari setiap kesalahan. Gentle Parents bersikap welas asih pada diri sendiri, sebelum mengasihi anak dengan tulus.

11. Gentle Parents Punya Issue atau Trauma Masa Lalu yang diselesaikan Melalui Anak

Faktanya, Gentle Parents mencoba memahami diri dan trigger mereka, belajar dari issue yang dimiliki, berusaha memutus cycle, agar tidak menurunkan luka yang sama ke anak. Gentle Parents berusaha memulihkan trauma dan menerapkan pola asuh lebih sehat serta berimbang, agar anak tidak menjadi korban.

BACA JUGA: Teen Internship Program, Magang untuk Remaja SMA Sudah Dibuka!

Cover: Freepik