AI seperti ChatGPT bisa membantu menyelesaikan tugas sekolah dengan cepat, tetapi apakah memanfaatkannya secara berlebihan bisa membuat anak malas berpikir?
Pertanyaan di atas bukan tanpa alasan. Para pendidik dan peneliti telah lama memperingatkan tentang risiko “cognitive offloading”—yakni kecenderungan otak untuk mengandalkan alat eksternal, seperti AI, dalam menyelesaikan tugas-tugas berpikir. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami cara menggunakan AI seperti ChatGPT dengan bijak, agar teknologi ini justru menjadi alat pengembangan kognitif, bukan penghambatnya.
Artikel ini akan membahas bagaimana penggunaan AI bisa mempengaruhi keterampilan berpikir anak, serta 9 tips memanfaatkan penggunaan AI untuk mendidik anak, membantu mereka berkembang, bukan justru membuat mereka malas berpikir.
BACA JUGA: Mengenal Cara Pakai ChatGPT yang Disebut-sebut Bisa Menghilangkan Banyak Pekerjaan
Salah satu kekhawatiran utama yang diungkapkan oleh para pendidik dan peneliti adalah risiko “cognitive offloading”. Binky Paramitha Iskandar, M. Psi, psikolog pendidikan dan Co-founder dari Rumah Dandelion menjabarkan, “AI dapat digunakan dengan berbagai cara. Apakah penggunaan AI otomatis membuat anak jadi malas berpikir? Bisa saja terjadi kalau anak menggunakan fitur tanya pada AI untuk mendapatkan jawaban langsung dari pertanyaan yang ia miliki, misalnya : “Apa jawaban dari soal X?”. Tentu saja hal tersebut dapat membuat anak tidak lagi berpikir dan hanya mengandalkan jawaban yang diberikan oleh AI. Selain itu, anak yang terlalu sering dan terlalu percaya pada AI juga menjadi kurang kritis dan tidak melakukan pengecekan lagi, apakah jawaban yang diberikan oleh AI sudah tepat? Sudah berasal dari sumber yang kredibel?”
Pemakaian AI yang tidak terkendali juga bisa mengurangi motivasi anak untuk berusaha memahami suatu konsep. Mereka mungkin lebih memilih solusi instan daripada menggali masalah secara mendalam dan menemukan solusi melalui proses berpikir yang justru dibutuhkan oleh otak mereka.
Beberapa bentuk ketergantungan terhadap AI yang perlu diwaspadai adalah:
Dalam jangka panjang, terus-menerus menggunakan AI seperti ChatGPT sebagai alat utama untuk menyelesaikan tugas tanpa melakukan pemikiran mendalam dapat memengaruhi cara anak memecahkan masalah di dunia nyata, karena mereka terbiasa mendapatkan solusi instan tanpa perlu berpikir panjang.
Hal ini juga bisa berdampak pada keterampilan komunikasi anak. Karena AI sering memberikan jawaban singkat dan langsung, anak-anak mungkin kurang terlatih untuk menyusun argumen yang logis dan jelas dalam sebuah percakapan atau tulisan.
Bantu anak memahami cara kerja AI seperti ChatGPT, termasuk keterbatasannya. Jelaskan bahwa AI bisa memberikan informasi yang kurang akurat. Tekankan pentingnya memverifikasi dan membandingkan data dengan sumber lain sebelum mempercayainya. Ajarkan anak bahwa AI bukanlah sumber informasi absolut. Mereka harus tetap mengembangkan keterampilan untuk menilai dan menyaring informasi yang mereka terima dari AI.
AI harus diperlakukan seperti teman belajar yang dapat memberikan jawaban cepat, tetapi tetap membutuhkan pemikiran anak untuk memahami konsep secara menyeluruh. Misalnya, jika AI memberikan solusi matematis, minta anak mencoba metode lain agar memahami langkah-langkahnya lebih dalam.
Dorong anak untuk bertanya kepada AI dengan cara yang membuat mereka berpikir lebih jauh. Misalnya, alih-alih bertanya “Apa jawaban soal ini?”, ajarkan mereka untuk bertanya “Bagaimana cara memahami konsep ini dengan lebih baik?”
AI bisa membuat kesalahan. Biasakan untuk membandingkan informasi dari AI dengan buku pelajaran atau sumber tepercaya lainnya. Misalnya, jika AI menyebutkan bahwa Revolusi Prancis dimulai pada tahun 1788, cek ulang dan anak akan belajar bahwa tahun yang benar adalah 1789.
Selain itu, anak perlu memahami bahwa AI dapat menghasilkan jawaban yang terdengar masuk akal tetapi sebenarnya salah. Oleh karena itu, mereka harus selalu meninjau dan mempertanyakan jawaban yang diberikan AI.
AI dapat memberikan jawaban instan, tetapi dorong anak untuk melihat tahapan penyelesaiannya. Dengan menganalisis prosesnya, mereka akan lebih memahami pola berpikir dan logika pemecahan masalah.
Ajarkan anak untuk mencoba menyelesaikan tugas secara mandiri sebelum menggunakan AI. Misalnya, beri waktu 15 menit sebelum meminta bantuan AI. Pembatasan waktu mengajar anak untuk mau berusaha sebelum mencari solusi kilat dari AI.
Jangan hanya menerima jawaban AI tanpa berpikir kritis. Dorong anak untuk mencari solusi alternatif dan mempertanyakan asumsi dari solusi yang diberikan AI. Misalnya, mereka bisa bertanya kepada AI tentang metode lain untuk menyelesaikan suatu soal atau menantang AI untuk menjelaskan jawabannya dengan lebih mendetail.
Banyak alat AI memungkinkan pengguna menyesuaikan pengaturan agar sesuai dengan kebutuhan belajar mereka. Pastikan anak mengoptimalkan alat ini untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam daripada sekadar jawaban instan.
Tidak semua alat AI memberikan hasil yang sama. Pilih platform yang sesuai dengan gaya belajar anak dan kebutuhan mereka. Baca ulasan online dan cari rekomendasi dari sumber terpercaya sebelum menggunakannya.
Pembelajaran tidak hanya tentang informasi, tetapi juga tentang diskusi dan koneksi sosial. Dorong anak untuk terlibat dalam percakapan, proyek kelompok, dan kegiatan yang mengembangkan keterampilan sosial serta emosional. Selain itu, sebagai orang tua atau guru, tunjukkan cara berpikir kritis dengan mempertanyakan informasi yang diperoleh dan mendiskusikannya.
Pada dasarnya, sama seperti teknologi lainnya, AI dapat membantu manusia, tetapi tidak bisa dijadikan satu-satunya alat untuk menyelesaikan suatu permasalahan. “Namun dengan adanya pendampingan orang dewasa dalam penggunaan teknologi AI ini, anak bisa mendapatkan manfaat lebih. Misalnya, anak diajarkan bagaimana AI dapat menjadi rekan belajar ketika anak sedang tidak bisa bertemu dengan guru atau orang tua. Dengan prompt pertanyaan yang tidak langsung mencari jawaban, tetapi bertanya bagaimana atau langkah-langkah apa yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tertentu. Selain itu, AI juga dapat membantu anak membuatkan contoh-contoh soal sejenis yang dapat membantunya belajar tambahan di rumah,” saran Psikolog Binky.
Penggunaan AI dalam pendidikan bisa menjadi pedang bermata dua. Jika digunakan secara bijak, ia bisa membuka jalan baru dalam proses belajar. Namun jika disalahgunakan, ia bisa menumpulkan kemampuan berpikir anak dan menjadikan mereka pasif. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami cara menggunakan ChatGPT atau alat AI lainnya secara strategis.
BACA JUGA: Fakta Unik Sam Altman, CEO ChatGPT yang Diketahui Rajin Puasa
Cover: Freepik