Pekan lalu Mahkamah Konstitusi mengabulkan perubahan pasal dalam UU Cipta Kerja. Apa saja yang berubah? Simak selengkapnya di sini.
Sejak pertama kali disahkan, Undang-Undang Cipta Kerja atau yang biasa disebut dengan “UU Ciptaker” telah memicu pro dan kontra di masyarakat, terutama di kalangan buruh. UU ini, yang disahkan sebagai solusi percepatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, dianggap merugikan pekerja karena perubahan yang signifikan pada aturan ketenagakerjaan.
Berbagai serikat pekerja, termasuk Partai Buruh, telah berjuang keras memperjuangkan hak-hak pekerja agar UU Ciptaker lebih adil. Setelah serangkaian protes dan gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), keputusan MK pada 31 Oktober 2024 akhirnya membawa perubahan yang menguntungkan para pekerja.
Mari kita lihat bagaimana awal mula UU Cipta Kerja ini muncul, apa saja protes yang diajukan, hingga perubahan apa saja yang akhirnya ditetapkan MK yang memberikan angin segar terutama bagi pekerja kontrak dan ibu bekerja.
BACA JUGA: Pindah Kerja di Usia 40 Tahun, Bukan Hambatan. Ini Dia Tipsnya!
UU Cipta Kerja pertama kali diperkenalkan pada tahun 2020 sebagai langkah pemerintah untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun, sejak awal, banyak pihak yang menilai bahwa UU ini lebih berpihak pada pengusaha daripada pekerja. Salah satu kritik utama adalah perubahan drastis pada aturan ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya, termasuk ketentuan mengenai waktu kerja, upah minimum, cuti melahirkan, peraturan outsourcing, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Banyak serikat buruh menganggap UU Ciptaker menghilangkan beberapa aturan penting dalam UU Ketenagakerjaan yang sudah ada sejak tahun 2003, yang sebelumnya melindungi hak-hak pekerja. Partai Buruh dan serikat pekerja lainnya kemudian menggugat UU ini ke Mahkamah Konstitusi, meminta agar beberapa pasal diubah untuk lebih melindungi pekerja.
Setelah mendengarkan gugatan dari Partai Buruh dan berbagai serikat pekerja, MK akhirnya memutuskan untuk mengabulkan sebagian tuntutan tersebut. Keputusan ini merupakan kabar baik bagi pekerja, termasuk ibu bekerja yang sering kali berada dalam posisi rentan. Berikut adalah 10 poin utama dari 21 poin perubahan yang disetujui MK.
Durasi maksimal untuk PKWT kini diatur hingga 5 tahun. Sebelumnya, perjanjian ini hanya bisa berjalan hingga 3 tahun. Perubahan ini memberikan fleksibilitas lebih bagi pekerja dan pengusaha untuk merencanakan hubungan kerja yang lebih stabil.
Sebelum keputusan ini, aturan hanya mengharuskan satu hari istirahat dalam seminggu, yang dinilai kurang seimbang. Dengan aturan baru, pekerja dapat memilih opsi libur dua hari setelah bekerja selama lima hari dalam seminggu, yang dapat meningkatkan keseimbangan kerja-hidup mereka.
Aturan mengenai pekerjaan yang dapat dialihkan ke tenaga kerja outsourcing kini lebih dibatasi. MK menekankan bahwa harus ada landasan hukum yang jelas mengenai jenis pekerjaan yang boleh dialihkan ke tenaga outsourcing, sehingga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan.
Definisi mengenai upah layak sekarang lebih diperjelas, mencakup kebutuhan hidup keluarga seperti makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan rekreasi. Dengan adanya ketentuan ini, pekerja diharapkan dapat mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
UMS yang sebelumnya dihapus dalam UU Cipta Kerja kini dipulihkan oleh MK. Ini berarti pekerja di sektor-sektor tertentu, yang mungkin memerlukan upah lebih tinggi, akan mendapatkan perlindungan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan di sektor mereka.
PHK kini harus melalui perundingan dengan pekerja dan hanya dapat dilakukan setelah keputusan lembaga penyelesaian perselisihan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Perubahan ini memberikan jaminan bahwa pekerja tidak akan diberhentikan secara sepihak.
MK menegaskan pentingnya pesangon bagi pekerja yang terkena PHK. Ini memberikan jaminan finansial bagi pekerja ketika mereka menghadapi pemutusan hubungan kerja.
Dalam hal penggunaan tenaga kerja asing, pekerja lokal diutamakan. Tenaga kerja asing hanya boleh dipekerjakan jika mereka memiliki keahlian khusus yang tidak bisa diisi oleh tenaga kerja lokal.
MK mengusulkan agar ketentuan ketenagakerjaan disusun dalam UU yang terpisah dari UU Cipta Kerja, untuk memberikan kejelasan hukum yang lebih baik.
Dewan pengupahan yang bertugas memberikan rekomendasi tentang upah pekerja kini harus dibentuk kembali. Ini memungkinkan suara pekerja dalam hal upah dapat lebih didengar oleh pemerintah.
Salah satu kelompok yang sering kali terdampak dari kebijakan ketenagakerjaan adalah ibu bekerja. Beberapa ketentuan dalam perubahan ini memberikan manfaat lebih bagi mereka, seperti:
Ibu bekerja dapat memiliki waktu kerja yang lebih seimbang dengan adanya pilihan waktu istirahat dua hari dalam seminggu.
Proses PHK yang lebih ketat dan adanya ketentuan pesangon memberikan jaminan tambahan bagi ibu yang bekerja, sehingga mereka tidak mudah diberhentikan tanpa alasan yang jelas.
Dengan adanya penjelasan lebih lanjut mengenai upah layak, ibu bekerja diharapkan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk kebutuhan anak-anak mereka.
UU Cipta Kerja juga berdampak pada perempuan secara keseluruhan di dunia kerja. Dengan perubahan yang diusulkan MK, perempuan diharapkan dapat bekerja dalam kondisi yang lebih adil dan aman, baik dalam hal waktu kerja, PHK, maupun kesejahteraan. Perlindungan hak pekerja perempuan menjadi lebih jelas dengan adanya aturan mengenai upah layak, pesangon, dan perundingan dalam PHK. Hal ini membantu mengurangi ketidakpastian dan memberikan kenyamanan lebih bagi perempuan untuk menjalani karir mereka.
Keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai revisi UU Cipta Kerja menjadi langkah penting dalam memperjuangkan hak-hak pekerja di Indonesia. Meskipun tidak semua gugatan dikabulkan, perubahan yang terjadi memberikan harapan baru bagi pekerja, terutama bagi ibu bekerja yang selama ini berada dalam posisi rentan. Dengan aturan-aturan baru ini, diharapkan lingkungan kerja di Indonesia bisa menjadi lebih adil, seimbang, dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi seluruh pekerja.
Revisi UU Cipta Kerja ini adalah bukti bahwa suara pekerja dapat membawa perubahan, dan penting bagi masyarakat untuk terus mengawal implementasi UU ini agar tujuan dari perubahannya benar-benar dirasakan oleh semua pihak.
BACA JUGA: Hati-Hati, 12 Kesalahan Ini Bikin Mommies Tak Dapat Promosi di Kantor
Dtulis oleh: Nazla Ufaira Sabri
Cover: Freepik