Ketahui ciri-ciri pelaku bullying dan tanda-tanda ketika anak menjadi korbannya agar kita bisa meminimalisir terjadinya permasalahan bullying di sekolah.
Secermat-cermatnya orang tua memilih sekolah yang dirasa paling aman sekalipun untuk anaknya, tetap tak bisa lepas dari risiko bullying. Perundungan tak pandang bulu. Mau di sekolah negeri, swasta, sekolah berbasis agama, hingga sekolah berlabel internasional pun, masih ada risiko bullying di sekolah. Selama ada pelaku dan target empuk untuk dijadikan korban, perundungan bisa terjadi.
Dampak bullying bisa sangat traumatis bagi korban dan keluarga, baik dari segi fisik dan psikologis. Sementara bagi pelaku, menerima konsekuensi atas perilaku bullying juga sangat merugikan diri sendiri dan keluarganya. Pelaku bisa terkena skors hingga dikeluarkan dari sekolah, mendapat sanksi sosial dari masyarakat, hingga sanksi pidana jika terbukti perbuatan perundungannya termasuk tindak pidana.
Oleh karena itu, sangat penting buat orang tua mengetahui ciri-ciri ketika seorang anak menjadi pelaku ataupun korban bullying. Sayangnya, menurut Psikolog Anak, Remaja dan Pendidikan, Hanlie Muliani, M.Psi, Psikolog, seperti dilansir dari situs pusat konsultasi psikologi dan pendidikan Sahabat Orang Tua & Anak, ciri-ciri seorang anak menjadi pelaku bullying ataupun korban bullying tidak selalu terlihat jelas dan bisa sangat bervariasi.
Menurut Firesta Farizal, M.Psi, Psikolog, Psikolog Klinis Anak dan Remaja yang berpraktik di Mentari Anakkku, bullying adalah tindakan perilaku agresif yang dilakukan dengan sengaja secara berulang-ulang. Umumnya, terdapat perbedaan power antara pelaku dengan korbannya, dan ini menimbulkan kesenangan atau kepuasan dari sisi pelaku.
Apabila mommies mendapati tanda-tanda perilaku anak seperti berikut, mommies sebaiknya waspada, bisa jadi anak berpotensi menjadi pelaku bullying atau bahkan korban.
Baca juga: Anak Menjadi Saksi Bullying? Ajarkan Anak Lakukan Hal Ini!
1. Anak berperilaku agresif
Tak semua anak yang berperilaku agresif diartikan melakukan perundungan. Bisa saja itu karena anak belum memiliki regulasi emosi yang baik atau ada masalah lain yang sedang dihadapi anak. Namun, ketika anak menunjukkan perilaku agresif terhadap orang lain berulang-ulang, seperti memukul, mendorong, memaki, mengintimidasi, berkata kasar, mommies harus segera cari tahu penyebab perilaku anak dan mengatasinya.
2. Anak menunjukkan rasa kurang empati
Apabila anak terlihat tak peduli terhadap perasaan orang lain, atau tidak menunjukkan penyesalah setelah menyakiti orang lain, mommies dan daddies perlu mengambil tindakan tegas.
3. Anak sering melanggar aturan
Apabila anak secara konsisten mengabaikan aturan, baik di rumah maupun di sekolah, hal ini mungkin merupakan sebuah tanda kurangnya rasa hormat terhadap otoritas dan juga dapat menjadi tanda kecenderungan terhadap perilaku intimidasi.
4. Adanya tekanan teman sebaya (peer pressure)
Pengaruh negatif kelompok pertemanan bisa mendorong anak berperilaku negatif juga, termasuk mempengaruhi anak untuk menjadi pelaku bullying. Oleh karena itu, penting buat orang tua mengetahui dengan siapa saja anak bergaul.
5. Menunjukkan perilaku berkuasa
Anak-anak yang menjadi pelaku bullying khususnya di sekolah, umumnya memiliki kekuasaan sosial di lingkungan para siswa di sekolah. Tak jarang mereka populer dan ditakuti karena perilakunya yang sengaja berbuat kasar dan onar, seperti sengaja menabrak, menjatuhkan barang milik orang lain, merampas, melecehkan, memaki dan sebagainya.
Apabila anak menunjukkan perilaku seperti di atas, orang tua perlu memperbaiki komunikasi dan relasi dengan anak agar bisa menemukan akar permasalahan yang dihadapi anak sehingga berperilaku seperti itu. Momies bisa mencari bantuan psikolog untuk mengatasi masalah perilaku anak.
Baca juga: Cyberbullying pada Anak: Dampak Mengerikan dan Cara Melawannya
Tak mudah mengidentifikasi tanda-tanda ketika anak menjadi korban bullying. Terlebih, jika anak tak melapor pada orang tua. Namun jika beberapa tanda berikut mommies temui pada anak, mungkin anak menjadi korban bullying.
Jika anak mommies yang menjadi korban, ciptakan ruang aman bagi anak untuk mengungkapkan perasaannya dan menceritakan apa yang anak alami. Setelah itu, laporkan peristiwa kepada pihak berwenang seperti guru atau pihak sekolah, dan bila perlu ke pihak berwajib. Mommies juga bisa mencari bantuan dari psikolog untuk membantu memulihkan mental anak.
Sebagai orang tua, kita masih punya PR besar buat menjaga anak-anak kita terbebas dari kasus bullying. Pendidikan, pengasuhan dan pembentukan akhlak di rumah oleh orang tua kepada anak masing-masing adalah upaya paling utama yang bisa kita lakukan untuk mencegah kasus-kasus bullying di masa depan. Yuk, berperan aktif untuk cegah bullying. Jangan sampai anak kita menjadi korban maupun pelaku.
Baca juga: Hati-hati! Bullying pada Anak Juga Bisa Terjadi di Rumah! Ini Tandanya!
Cover: Image by freepik