banner-detik
SELF

Kenali Beda Baby Blues, Depresi Postpartum, dan Psikosis Postpartum yang Bisa Dialami Ibu Pasca Melahirkan

author

Katharina Menge06 Sep 2023

Kenali Beda Baby Blues, Depresi Postpartum, dan Psikosis Postpartum yang Bisa Dialami Ibu Pasca Melahirkan

Ternyata selain baby blues, ada beberapa gangguan kesehatan mental yang bisa dialami ibu pasca melahirkan. Yuk, kenali perbedaannya!

Mungkin banyak orang hanya tahu kalau masalah gangguan kesehatan mental yang bisa dialami ibu pasca melahirkan adalah baby blues. Padahal ada gangguan kesehatan mental lainnya yang bisa mereka idap, seperti Depresi Postpartum (Post Partum Depression) dan Psikosis Postpartum (Post Partum Psychosis).

Dikutip dari highlight Instagram Febrizky Yahya, S.Psi, M.Si (@ebifebrizky), mari kita kenali bedanya baby blues, post partum depression, dan psikosis postpartum berikut ini!

BACA JUGA: Ibu Mau Buang Bayi ke Rel KA, Benarkah Karena Baby Blues? Ini Kata Pakar!

Baby Blues

Meskipun baby blues adalah bentuk depresi pascapersalinan yang paling ringan, penting untuk tidak mengabaikan perubahan yang terjadi pada tubuh para ibu setelah melahirkan.

Faktor penyebab baby blues

Dikutip dari American Pregnancy Association, penyebab pasti dari baby blues belum diketahui hingga saat ini. Hal ini diduga terkait dengan perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan dan setelah bayi lahir. Perubahan hormonal ini dapat menghasilkan perubahan kimiawi di otak yang mengakibatkan depresi.

Sekitar 70-80% dari semua ibu baru mengalami perasaan negatif atau perubahan suasana hati setelah kelahiran anaknya. Seringkali gejala baby blues akan menyerang dengan kuat dalam waktu 4-5 hari setelah bayi lahir, meskipun tergantung bagaimana proses kelahiran bayi, gejalanya mungkin terlihat lebih awal.

Gejala baby blues

Pada kasus baby blues, 50-80% ibu akan mengalami pasang surut emosi, pelupa, dan stres pasca persalinan. Kurang lebih kondisi ini bisa terjadi selama 2 minggu, tetapi jika lebih dari itu maka masuk ke dalam depresi pasca persalinan atau post partum depression.

Depresi Postpartum

Depresi Postpartum (PPD) adalah gabungan kompleks perubahan fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi pada beberapa wanita setelah melahirkan. Berbeda dengan baby blues, depresi postpartum adalah suatu bentuk depresi berat yang dimulai dalam waktu 4 minggu setelah melahirkan. Diagnosis depresi pascapersalinan tidak hanya didasarkan pada lamanya waktu antara melahirkan dan timbulnya depresi, tetapi juga pada tingkat keparahan depresi.

Faktor penyebab depresi postpartum

Dilansir dari National Health Service (NHS), ada beberapa hal yang bisa membuat ibu lebih mungkin mengalami depresi pasca melahirkan, ini beberapa faktor penyebabnya.

1. Riwayat masalah kesehatan mental, khususnya depresi, di awal kehidupan
2. Riwayat masalah kesehatan mental selama kehamilan
3. Tidak memiliki keluarga dekat atau teman untuk mendukung Anda
4. Hubungan yang sulit dengan pasangan Anda
5. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan baru-baru ini, seperti kehilangan
6. Trauma fisik atau psikologis, seperti kekerasan dalam rumah tangga

Bahkan jika sang ibu tidak memiliki salah satu dari hal-hal tersebut, memiliki bayi adalah peristiwa yang mengubah hidup yang terkadang dapat memicu depresi.

Gejala depresi postpartum

Pada post partum depression gejala yang biasanya muncul adalah kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, putus asa, konsentrasi buruk, cemas, marah, sedih mendalam, merasa tidak berharga, merasa jadi ibu yang buruk, dan merasa lebih serta lesu sepanjang waktu.

Psikosis Postpartum

Psikosis postpartum adalah penyakit mental yang sangat serius dan lebih parah dari PPD. Kondisi ini bisa terjadi pada 1:1000 wanita. Ini adalah beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya psikosis postpartum.

Faktor penyebab psikosis postpartum

1. Hormonal dan fisiologis. Terjadi pergeseran hormon memengaruhi neurotransmitter di otak yang mengatur emosi. Penurunan kadar estrogen atau progesteron secara drastis dan perubahan kadar kortisol dalam darah juga bisa menjadi penyebab munculnya gangguan ini.

2. Faktor psikososial. Terlalu lelah mengurus bayi baru, penyakit tertentu, dukungan keluarga dan suami kurang memadai, dan isolasi sosial yang negatif

3. Genetik dan riwayat depresi atau penyakti mental sebelumnya juga memperbesar risiko

Gejala psikosis postpartum

Psikosis menyebabkan penderita memahami atau menafsirkan sesuatu, berbeda dari orang-orang di sekitarnya:

– Halusinasi: Mendengar atau melihat hal-hal yang nggak ada.
– Delusi: Keyakinan yang nggak mungkin menjadi kenyataan (misal percaya bahwa anaknya adalah titisan setan).
– Perubahan mood ekstrim.
– Perilaku manik: Seperti membersihkan rumah tengah malam.
– Kebingungan: Mungkin tidak mengenali teman atau keluarga.
– Berkhayal: Percaya pada hal yang irasional
– Pikiran bunuh diri atau melukai anak.

Kemungkinan orang lain akan menyadari perubahan perilaku penderita sebelum ia menyadarinya.

Apakah psikosis postpartum bisa sembuh?

Bisa sekali. Peluang sembuh sangat besar jika ditangani secepatnya. Namun jika tidak, halusinasi dan delusi bisa membuat penderita melakukan hal yang membahayakan diri dan bayinya.

Obat-obatan antipsikotik atau antidepresan juga diperlukan di bawah pengawasan psikiater dan mungkin perlu dirawat di RS beberapa waktu. Terapi ETC (kejut listrik ringan) dan terapi bicara, seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga cukup efektif.

Depresi Postpartum dan Psikosis Postpartum bukan penyakit kurang iman, cari perhatian, atau manja. Beberapa pelaku terbukti rajin menjalankan ibadahnya. Tentunya setiap ibu terlahir kuat untuk memberikan kehidupan dalam rahimnya.

BACA JUGA: Cara Mencegah Baby Blues Pasca Melahirkan

Cover: Freepik

Share Article

author

Katharina Menge

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan