Kasus ibu yang diduga mau buang bayi di rel kereta api dianggap mengalami baby blues. Yuk, kenali beda baby blues dan kondisi gangguan mental lainnya yang bisa dialami ibu pasca melahirkan ini.
Hari Senin, 4 September, viral beredar sebuah video di media sosial yang memperlihatkan aksi petugas KAI Commuter Line (KRL) saat tengah menenangkan dan menghalangi seorang ibu yang terlihat marah. Berdasarkan informasi dalam video, sang ibu diketahui ingin membuang bayinya ke rel kereta. Beruntung aksinya bisa digagalkan dan sang anak langsung diselamatkan oleh petugas lainnya.
Mengutip dari detik, Pihak PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) menjelaskan secara rinci mengenai kronologi kejadian tersebut. Diketahui bahwa wanita awalnya pergi bersama suaminya. Namun ketika suaminya pergi untuk membeli minuman, sang ibu tersebut justru tersebut berdiri di pinggir peron sambil menggendong bayinya.
“Pengguna tersebut terlihat berdiri di pinggir peron jalur 2 Stasiun Pasar Minggu dengan menggendong anaknya. Petugas pengamanan yang berdinas di peron 1 dan 2 segera mengamankan pengguna tersebut karena sangat membahayakan keselamatan,” ujar Leza Arlan, Manager External Relations and Corporate Image Care KAI Commuter, Senin (4/9), dikutip dari detiknews.
“Petugas pengamanan Stasiun Pasar Minggu berhasil mengamankan pengguna Commuter Line yang hendak melakukan tindakan membahayakan keselamatan perjalanan Commuter Line di area peron pada Sabtu (2/9) kemarin. Sebelumnya, pengguna tersebut bersama dengan suaminya hendak melakukan perjalanan Commuter Line,” jelasnya.
Pihak KCI menduga wanita tersebut memiliki masalah keluarga yang membuat dia melakukan pencobaan bunuh diri dengan cara melompat ke rel kereta. Setelah menjalani mediasi dengan pihak KCI, sang wanita meminta maaf karena telah mencoba bunuh diri dan sudah membuat pernyataan untuk tidak mengulangi aksinya lagi.
Video viral tersebut membuat banyak warganet menduga bahwa wanita tersebut mengalami baby blues. Namun ada juga yang menduga dirinya mengalami post partum depression, dan ada pula dugaan post partum psychosis.
BACA JUGA: Cara Mencegah Baby Blues Pasca Melahirkan
Walau kita tidak bisa mendiagnosa kondisi ibu tersebut, tetapi ada kemungkinan dia mengalami salah satu dari kondisi gangguan kesehatan mental ibu pasca melahirkan, bisa juga bukan ketiganya. Namun tidak ada yang salah jika kita mengenali perbedaan ketiga kondisi tersebut sebagai informasi untuk diri sendiri dan sekitar.
Mengutip dari highlight di Instagram Febrizky Yahya, S.Psi, M.Si (@ebifebrizky), mari kita kenali bedanya baby blues, post partum depression, dan post partum psychosis berikut ini!
Pada kasus baby blues, 50-80% ibu akan mengalami pasang surut emosi, pelupa, dan stres pasca persalinan. Kurang lebih kondisi ini bisa terjadi selama 2 minggu, tetapi jika lebih dari itu maka masuk ke dalam depresi pasca persalinan atau post partum depression.
Pada post partum depression gejala yang biasanya muncul adalah kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, putus asa, konsentrasi buruk, cemas, marah, sedih mendalam, merasa tidak berharga, merasa jadi ibu yang buruk, dan merasa lebih serta lesu sepanjang waktu.
Sedangkan post partum psychosis sendiri adalah penyakit mental yang sangat serius dan lebih parah dari PPD. Kondisi ini bisa terjadi pada 1:1000 wanita.
Durasi terjadinya baby blues sangat pendek, sementara post partum depression bisa berlangsung lebih lama dan lebih melelahkan. Bentuk paling parah adalah post partum psychosis.
Digngosa untuk ibu tersebut memang belum ditegakkan, tetapi kasus yang paling banyak terjadi pada ibu yang menyakiti diri sendiri atau anaknya adalah gejala post partum psychosis.
Untuk ibu yang mengalami baby blues mungkin tidak memerlukan pengobatan medis tapi bisa dilakukan perawatan di rumah. Untuk post partum depression baru dibutuhkan perawatan medis. Sementara pada kasus post partum psychosis, memerlukan perawatan kejiwaan agresif karena sudah timbul halusinasi dan gejala psikosis lainnya.
BACA JUGA: Ayah Baby Blues? Bisa Banget Tak Hanya Bisa Terjadi Pada Ibu
Cover: Freepik