Serunya menemani anak masuk SD ternyata tidak luput dari orang tua yang melakukan kesalahan ini. Coba, cek, deh, jangan-jangan Mommies juga melakukannya?
Menemani anak masuk ke jenjang baru pendidikan, yang tadinya TK, sekarang jadi anak SD pasti meninggalkan cerita sendiri, baik bagi si anak maupun bagi kita, orang tuanya. Saking serunya, biasanya tidak luput dari beberapa kesalahan yang orang tua lakukan. Memang, kesalahan seperti apa, sih? Meski mungkin hal ini dilakukan tanpa sengaja, tapi boleh dicek lagi, jangan-jangan, Mommies masih melakukannya?
Okelah, kalau di TK dulu mungkin masih bisa dimaklumi karena mungkin anak lupa menyampaikan apa yang harus ia bawa ke sekolah. Tapi, masuk SD, biasanya peraturannya pun lebih ketat dan kita tentu mau anak belajar lebih dewasa dan bisa bertanggung jawab, dong? Kalau ya, maka kita tidak perlu mengantar barang bawaan yang anak lupa. Untuk urusan ini, saya yakin orang tua juga pasti diberikan pengumuman di group WA sekolah beberapa hari sebelumnya. Maka, bila kemudian sudah kita siapkan tapi anak masih lupa juga, ya, nggak usah disusulin untuk dikirimin ke sekolah, lah, nanti anak jadi nggak belajar tanggung jawab.
Siapa di sini yang sudah melewati masa orientasi (perkenalan) atau sudah datang duluan sebelum anak mulai sekolah? Meski beberapa sekolah ada juga yang melaksanakan orientasi seminggu setelah tahun ajaran baru berlangsung. Tentu tidak sedikit orang tua yang sibuk sehingga tidak bisa mengantar anak ke sekolah. Tetapi, bila pihak sekolah secara resmi mengundang, pastikan Anda tidak melewatinya, ya. Karena biar bagaimanapun juga, Anda sendiri yang nantinya bakalan rugi karena tidak mendapatkan informasi penting dari sekolah terkait MPLS, yang mungkin tidak disampaikan via WA group.
Ambi di sini bukan artinya bekal cantik yang siap di-posting, ya, tapi lebih ke ukurannya yang menyesuaikan ekspektasi kita. Biasa di rumah makan nasi satu setengah centong (itu pun pakai perang kalau nggak dihabiskan), ini mentang-mentang sekolah sampai siang, dibekali nasi dua setengah centong, lengkap dengan sayur sop satu mangkok penuh. Nggak cuma sampai di situ. Begitu pulang lihat bekalnya masih penuh, anaknya yang kena omel. Padahal, kita tahu sendiri kemampuan anak sudah sampai mana. Tidak mungkin, kan, gurunya bakalan duduk manis nungguin dia makan sampai habis. Bawa bekal dengan ukuran yang cukup itu nggak dosa, kok. Justru anak akan bangga kalau ia bisa menghabiskan makanannya. Sayuran juga tidak perlu yang berkuah-kuah karena berisiko tumpah. Bila seandainya anak merasa porsi makannya kurang, ia pasti akan menyampaikannya.
“Belajar yang pinter, ya, Nak!” Ya, memang, sih, ke sekolah itu jelas untuk belajar. Tapi, kan, bukan artinya anak bakalan langsung pintar pulang sekolah. Atau, pesan lain yang cenderung mengancam, seperti, “Ayo, kalau nggak mau sekolah, kita nggak beli mainan!” padahal sekolah kan memang bukan untuk barter sama beli mainan. Tugas kita adalah membantu anak menemukan kenyamanan di sekolah. Bila anak merasa belum nyaman, bukan lalu berujung jadi ancaman. Pesan-pesan yang disampaikan patutnya berupa kalimat yang menyemangati, seperti, “Have fun, Nak!”, atau kita bisa meyakinkan anak untuk berani, misalnya, “Tuh, ada si A, teman kamu, masuk bareng-bareng, ya!”
Bukan tidak mungkin orang tua tidak sempat mengantarkan anak ke sekolah. Alhasil, dititipkan ke mba/nanny-nya. Boleh saja, tidak ada yang salah dengan hal ini. Tetapi, kadang ada juga orang tua yang nge-brief si ART untuk mengantarkan anak sampai di dalam kelas dan melaporkan hal tersebut dengan mengirim foto misalnya. Padahal, peraturan yang diberlakukan di sekolah: Anak hanya boleh diantar sampai di depan gerbang. Kebayang, nggak, sih, kalau teman-teman anak melihatnya diantar sampai di dalam kelas, apa ia tidak dianggap aneh?
Saking nggak mau ketinggalan momen hari pertama, maka anak pun tetap diangkut ke sekolah. Padahal, nih, dari rumah juga ketahuan anak masih meler dan batuk-batuk. Selain bakalan merugikan anak karena tubuhnya harus berusaha kuat padahal lagi butuh istirahat, hal ini tentu merugikan pihak lain, seperti teman-teman dan guru-guru anak yang harus terpapar penyakit yang anak kita bawa.
Ketidaksiapan orang tua itu bisa terlihat sangat jelas, lho. Mulai dari:
Gimana, Mommies, masih suka melakukan yang mana, nih?
Image by Freepik