8 Hal yang Diharapkan Orang Tua dari Sekolah Saat Ada Kasus Bullying

Parenting & Kids

Sisca Christina・29 Sep 2023

detail-thumb

Seringkali ketika ada kasus bullying di sekolah, sikap yang diambil oleh pihak sekolah nggak sesuai dengan harapan orang tua.

Kasus bullying baru-baru ini terjadi lagi di sebuah SMP di Cilacap, korban harus mendapatkan perawatan intensif dari rumah sakit. Masih teringat jelas juga berita kasus bullying yang menimpa lima orang pelajar sebuah SMA swasta di Jakarta tahun 2022 lalu. Lima anak yang mendapat penyiksaan secara fisik dan mental selama berjam-jam oleh diduga 15 pelaku sesama pelajar satu sekolah. Sebelum melakukan aksi pemukulan, para pelaku sudah terlebih dahulu melakukan pemerasan, ancaman dan sejenisnya kepada lima orang korban ini. Puncaknya, pengeroyokan tadi.

Di Tasikmalaya, kita juga dibuat shock dengan berita meninggalnya seorang anak usia 11 tahun, kelas enam SD di Singaparna, Tasikmalaya akibat sakit keras. Sakit kerasanya ini bukan sakit keras alami. Melainkan disinyalir akibat sering mendapat pemukulan dari teman-temannya, hingga dipaksa bersetubuh dengan kucing, direkam, lalu videonya disebarkan hingga korban depresi. Pelakunya? Teman sebaya!

Tentu banyak orang tua yang tidak bisa membayangkan hancurnya perasaan para korban dan orang tua korban bully. Harapan kami, orang tua, sama, yaitu ingin sekolah mengambil sikap tegas terhadap kasus bullying di sekolah!

Bukan hanya menjadikannya sebagai value sekolah buat jualan kursi di setiap tahun ajaran baru semata. Ohhh, lihat saja, kalau kita mau daftar anak sekolah, semua yang dikedepankan sekolah yang baik-baik saja macam jualan produk perbankan. Sementara, kasus-kasus perundungan yang pernah ada, disembunyikan. Barulah ketika masuk sekolah, ada “jebakan batman” berupa geng berisi anak-anak jahat yang siap memangsa anak-anak lainnya. Duh!!!

BACA JUGA: 6 Jenis Bullying yang Harus Diketahui Orang Tua

Saat Kasus Bullying Terjadi di Sekolah, Ini yang Orang Tua Harapkan

Setiap orang tua, punya impian agar kasus bullying di sekolah-sekolah segera berakhir. Ini beberapa harapan para orang tua kepada sekolah saat ada kasus bullying terjadi.

1. Menjalin komunikasi yang intens antara guru dengan murid

Sebagai bapak dari dua orang putri yang kedua putrinya pernah dibully (yang sulung kelas tiga SD sudah pernah dipalak kakak kelas, yang bungsu (TK B) dipanggil tuyul oleh temannya), Nurhasan merasa bahwa prinsip “Guru adalah orang tua murid selama di sekolah” itu benar-benar harus diwujudkan.

Jadi, guru nggak sekedar mengajar saja lalu selesai. Guru wajib mengenal murid-muridnya, mengajak diskusi terbuka, bisa merangkul anak agar mau terbuka untuk melaporkan kasus bullying, dan seterusnya.” Sejujurnya, “dengan maraknya kasus-kasus bully di sekolah membuat kepercayaan orang tua terhadap sekolah jadi menurun,” imbuh Nurhasan.

2. Sekolah bersikap transparan

Tanpa harus menyebutkan nama korban maupun pelaku, sebaiknya sekolah bisa bersikap transparan jika terjadi kasus perundungan di sekolah. Ini agar para murid dan orang tua lainnya aware sehingga berbagai pihak dapat melakukan tindakan preventif. Menutup-nutupi kasus hanya akan membuat orang tua bertanya-tanya dan menimbulkan opini yang belum tentu benar.

3. Mempertemukan orang tua pelaku dan korban bully, kemudian buat perjanjian sah di atas kertas

“Jika teguran guru nggak membuat pelaku perundungan jera, maka sekolah harus mempertemukan orang tua pelaku dan korban bully.” Nggak hanya buat berdiskusi aja, melainkan “buat perjanjian resmi di atas kertas, bahwa pelaku tidak akan melakukan perundungan lagi kepada korban dan anak lainnya. Jika sampai terjadi, pelaku akan dikenakan sanksi tegas oleh pihak sekolah.” Demikian harapan Dewi, orang tua yang memiliki dua orang remaja pria.

4. Mengawasi geng-geng yang ada di sekolah; bila perlu, membubarkannya jika kegiatan geng tersebut terbukti negatif dan membahayakan siswa lain

Sekolah pasti tahu ada geng di sekolah. Apalagi jika gengnya sudah terbentuk belasan hingga puluhan tahun. Jika memang sekolah tahu ada geng di sekolah, pantau terus kegiatan mereka. Jika terbukti mereka melakukan kegiatan negatif, jangan sungkan untuk menegur, memberi peringatan, hingga membubarkan geng. Kalau geng ini melakukan hal jelek, kan sekolah juga yang malu, bukan? Masa mau memelihara geng di sekolah yang potensial untuk merusak nama baik sekolah?

5. Wajib investigasi kasus bullying, apalagi jika sudah mengarah ke tindakan kriminal

Alia Mufida (Fida), orang tua sekaligus Psikolog Anak, merasa sekolah wajib mengusut tuntas kasus perundungan. Investigasi, jika perlu melibatkan pihak berwajib, lakukan. Sekolah harus tegas kepada pelaku dan orang tua pelaku. Nggak sekadar mengenakan sanksi skors semata!

6. Mengeluarkan pelaku dari sekolah

Menurut Lenny, “Untuk kasus perundungan yang mengarah ke tindakan kriminal, atau sudah menyebabkan pelaku depresi, sakit, trauma, membahayakan nyawa, dan seterusnya, maka sekolah perlu mengambil tindakan tegas berupa mengeluarkan pelaku dari sekolah. Jika pelaku berkelompok, keluarkan semua pelaku dari sekolah. Jalin komunikasi dengan sekolah lain, agar tidak menerima semua anak di dalam satu sekolah yang baru. Terbukti, kok, pernah ada kasus bullying di sebuah SMA, dan pelaku dikeluarkan dari sekolah tersebut. Begitu pindah sekolah, si pelaku nggak berani macam-macam.”

7. Dirikan community service di sekolah yang dikoordinir oleh guru

Fida juga menambahi, bahwa sudah saatnya sekolah mendirikan wadah yang memuat kegiatan positif untuk para siswanya. Tujuannya, agar para siswa nggak hanya sibuk nge-geng, kumpul-kumpul tanpa arah, hura-hura, konsumtif nggak jelas, hingga timbul hasrat untuk ngebully anak lain di sekolah. Para siswa juga butuh penyaluran kegiatan atas ide-ide, energi, passion mereka. Nah, sekolah perlu mengakomodir hal ini agar para anak bisa melakukan banyak hal positif di sekolah, maupun di tempat lain.

8. Adakan rehabilitasi bagi pelaku

Fida meyakini bahwa anak-anak pelaku bullying kemungkinan besar adalah “hurt child”. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bantuan dari pihak luar seperti psikolog untuk membantu melakukan terapi dan rehabilitasi perilaku mereka. Nggak hanya untuk pelaku, tapi untuk orang tuanya juga. Sebab, yang butuh bantuan dalam kasus bullying itu nggak hanya anaknya saja, tetapi orang tuanya juga.

BACA JUGA: Marak Kekerasan pada Siswa, Ini Tata Cara Penanganan yang Benar, Orang Tua Wajib Tahu

Menskors Pelaku Bukan Jalan Keluar

Menurut Fida, skors hanya sebatas hukuman, bukan sebuah konsekuensi yang bisa memberi efek jera pada pelaku bullying. Jadi, untuk kasus bullying berat, skors bukan jawabannya.

Bimbingan dan Konseling di Sekolah Harus Digalakkan untuk Mencegah Kasus Bullying

Fasilitas B&K ini sudah semestinya digiatkan kembali oleh sekolah-sekolah. Fungsinya jangan hanya untuk menindak anak-anak ketika sudah melakukan aksi bullying saja. Tetapi sebagai tindakan preventif, mengajak anak-anak untuk terbuka bercerita tentang keadaan, perasaan, situasi atau apapun yang dialami seputar sekolah. Terkadang, anak-anak hanya butuh didengar saja, lho.

BACA JUGA: Ketika Guru Menjadi Pelaku Bully

Cover: Photo by RODNAE Productions