Sorry, we couldn't find any article matching ''
Agar Anak Tak Memiliki Sifat Senioritas di Sekolah, Apa yang Harus Orang Tua Ajarkan?
Yuk, bantu generasi anak-anak untuk sudahi ajang senioritas di sekolah, dan tumbuhkan sikap saling menghargai dengan senior dan juniornya.
Di zaman saya sekolah dulu, ajang senioritas di sekolah dinamakan gencet-gencetan. Biasanya mulai terjadi di tingkat SMP dan SMA. Kakak kelas yang duduk di kelas dua atau tiga, “menggencet” anak angkatan di bawahnya. Dulu ini marak terjadi di antara pelajar putri. Entah apa yang dicari atau dituju. Mereka mencari “mangsa” untuk ditarik ke tempat yang lebih tersembunyi kemudian dikata-katai, terkadang disertai perlakuan kasar seperti menoyor pipi atau kepala, membuka kancing baju hingga “menculik” beberapa jam lalu dikembalikan lagi ke sekolah.
Parah sih. Saya dulu nggak habis pikir. Korbannya biasanya adik kelas yang dianggap lebih cantik atau lebih tajir sehingga dianggap belagu atau takut jadi belagu, sehingga kakak kelas memberikan intimidasi supaya adik kelas “nggak bertingkah”.
Jangan sampai hal ini terjadi lagi di sekolah anak-anak kita di zaman sekarang. Jangan sampai anak kita menjadi korban dan pelaku senioritas di sekolah.
Melansir Verywellfamily.com, biasanya anak menunjukkap sikap senioritas di sekolah karena ingin menunjukkan kekuasaan, ingin terkenal, ingin membalas dendam karena pernah diperlakukan serupa, untuk kesenangan dan mencari perhatian, tuntutan teman sepergaulan, hingga memiliki masalah di rumah.
Sebetulnya, untuk menghindari senioritas di sekolah ini nggak lepas dari peran orang tua, guru dan masyarakat. Didikan dan pantauan ketiga pihak ini sangat penting untuk mencegah tumbuhnya sifat senioritas pada anak.
Sebagai orang tua, kita bisa mengajarkan beberapa hal ini di rumah agar anak tak mengembangkan sifat senioritas di sekolah.
Mengapresiasi anak dan mengakui pencapaiannya
Biasanya, salah satu alasan anak menunjukkan sikap senioritas di sekolah karena mereka ingin mencari pengakuan dengan cara menunjukkan kekuasaan. Anak ingin diakui bahwa ia lebih pintar, lebih cantik, lebih kuat, lebih berada, lebih berprestasi dan seterusnya. Berikan apresiasi kepada anak di rumah atas apa yang dicapainya. Baik itu prestasi akademik atau perilaku positif yang dilakukannya, agar anak merasa dihargai dan diakui. Lakukan ini secara konsisten melalui membangun hubungan dan komunikasi dengan anak, agar orang tua tahu apa dengan cara apa anak ingin diapresiasi dan dihargai. Ketika anak merasa dihargai dan diakui di rumah, maka mereka tak perlu mencari pengakuan di sekolah dengan cara negatif.
Mengajarkan kesetaraan kepada anak
Mungkin tak mudah dipahami oleh anak, bahwa di dalam keberagaman, ada nilai-nilai kesetaraan yang harus dijunjung tinggi. Walau berbeda fisik, ekonomi, status, jenjang, bahkan kecerdasan dengan anak-anak lain di sekolah, sikap harus saling menghargai itu wajib dipraktikkan oleh anak. Berbeda angkatan bukan berarti punya peluang untuk merasa lebih senior dan menganggap adik kelasnya lebih tak mampu. Justru dengan mengayomi adik kelas, itu akan membuat anak lebih dihormati sebagai seorang kakak kelas.
Ke sekolah untuk menuntut ilmu, bukan mencari pamor
Ini yang kadang dilupakan beberapa anak ketika menginjak ke tingkat yang lebih tinggi di sekolah. Bukannya sibuk menimba sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan, malah sibuk mengukuhkan diri sebagai anak paling keren di sekolah, kemudian petantang-petenteng di sekolah. Yuk, ingatkan kembali kepada anak, untuk menikmati setiap proses belajar di sekolah, setiap ilmu baru yang didapat yang berguna bagi masa depannya. Bergaul boleh, main apalagi, namun tak harus menjadi siswa paling beken di sekolah. Kalau beken karena prestasi, boleh banget. Tapi beken karena sering keluar masuk kantor kepala sekolah karena doyan gencetin adik kelas? Big No!
Tak harus ikut arus pergaulan
Ketika remaja, akan timbul masanya ingin diakui dalam sebuah kelompok di sekolah. Walau kadang kelompok tersebut menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang negatif, seperti ikut-ikutan bersikap sok senior kepada adik kelas. Tanamkan pada diri anak, tak semua apa kata kelompok perlu diikuti. Jika kelompok memberi pengaruh positif dalam diri anak, maka lanjutkan bergaul dengan mereka. Jika sebaliknya, tak usah ragu untuk meninggalkan kelompok tersebut. Asah sikap tegas pada anak.
Baca juga: Millennia World School: Memanusiakan Anak, dengan Pendekatan Validasi Emosi
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS