Content creator, “profesi” baru yang bisa digeluti semua usia, tidak terkecuali anak-anak. Memangnya, perlu skill khusus? Simak dulu berikut ini!
Let’s face it! Nggak sedikit anak-anak yang kalau ditanya, “Nanti kalau sudah besar, kamu mau jadi apa?”, jawabannya, “Youtuber!” Ini mewakili “profesi” baru yang kian digemari, yakni content creator. Sebelum bahas lebih lanjut, Mommies sudah paham apa itu content creator dan kenapa diminati banyak orang?
A content creator is someone who creates appealing and inspiring content for the viewers. The content they create can be educational, or can simply be catchy enough to entertain and grab the attention of any visitor.(Digitalmarketing.org)
Pendapatan yang dihasilkan dari menjadi content creator juga bisa dibilang sangat menjanjikan. Namun demikian, tidak semua orang bisa menerima cita-cita anak jaman sekarang ini. Alasannya, “profesi” ini masih dianggap sebagai fenomena, tren, yang sewaktu-waktu mungkin akan hilang. Banyak juga yang beranggapan, content creator itu tidak butuh ilmu khusus, siapa saja bisa jadi content creator. Padahal, generasi Z dan generasi Alpha ini, kan, kesehariannya berhadapan dengan dunia digital, artinya memang luas sekali kesempatan mereka untuk menjadi seorang content creator.
Sayangnya, tidak sedikit dari content creator yang memilih jalan pintas, apapun dilakukan demi viral. Tapi, ya, nggak semua! Banyak, kok, content creator yang layak disebut sebagai influencer, yang memang menginspirasi. Tentunya, didukung dengan skill berikut ini.
Keahlian di bidang tertentu
Bermain musik, bernyanyi, coding, main game, menggambar, menari, atau apapun itu yang akan menjadi nilai konten. Haruskah anak memiliki keahlian yang unik yang jarang dimiliki anak lain? Nggak juga, keahlian umum seperti bernyanyi dan joged-joged saja bisa, kok, jadi inspirasi, tergantung bagaimana anak mengemas konten mereka.
Edit Video
Sebelum punya tim editing, para Youtuber ini mengawalinya dengan one man show alias merekam vlog, mengedit, sampai meng-upload video, semua dilakukan sendiri. Saya yakin anak-anak sekarang ini juga pasti sudah bisa mengoperasikan aplikasi video editor di gadget mereka. Yang buat kita mungkin terasa sulit, buat anak, semudah itu!
Edit Foto
Ketika ingin menjadi content creator, anak-anak perlu memiliki kemampuan untuk mengemas konten mereka dengan cara yang menarik. Terutama, dari segi visual. Dari foto biasa, bisa jadi sebuah karya seni karena anak membuat tampilan foto menjadi luar biasa. Awalnya foto di atas pasir, ketika di-upload, bisa seakan-akan sedang berjalan di bulan.
Bicara
Meski tentu ada andil dari kedua orangtuanya, tapi Ryan punya keahlian bicara, yang bikin ia menjadi social star lewat channel Youtubenya, Ryan’s World (Ryan’s Toy Review). Bagaimana dengan Surya Sahetapy, seorang tuna rungu, kini menjadi aktivis Tuli? Dia yang bahkan tidak bisa bicara saja bisa menjadikan kekurangannya sebagai hal yang luar biasa. Dari konten-kontennya, kini banyak orang tergerak untuk mempelajari bahasa isyarat.
Menulis
Instagram, Youtube, dan Tiktok, meski disebut sebagai platform video, tetap saja membutuhkan keahlian menulis dari para content creator. Percuma video bagus, kalau captionnya tidak tersusun dengan baik. Begitu juga saat mendeskripsikan sesuatu. Sebagai reviewer mainan, makanan, buku, film, dan lain-lain, anak perlu kaya akan kosakata dalam mendeskripsikan pendapatnya lewat tulisan.
Tutoring
Skill ini wajib dimiliki anak, khususnya saat menyajikan konten yang edukatif. Misalnya, cara mengoptimalkan smartphone untuk membuat konten video. Anak perlu menguasai cara yang menarik untuk mengajarkan followers-nya. PR-nya adalah bagaimana menjelaskan sesuatu yang rumit, dengan cara yang sederhana dan mudah diikuti.
Networking
Seorang podcaster perlu menciptakan konten yang mengundang banyak listener. Tentu, nggak bisa dengan ngomong sendirian terus sepanjang episode, mereka perlu sesekali mengundang orang lain sebagi nara sumber. Rayner Setiawan, meski ahli dalam menyampaikan tentang science, pada akhirnya mengundang orang-orang pintar untuk dijadikan lawan bicara.
Konsistensi
Sebetulnya ini bukan skill, tapi konsistensi atau ketekunan untuk bikin content secara rutin itu wajib dimiliki, karena media sosial menuntut demikian. Menjadi populer, punya banyak follower di Instagram, punya banyak viewer, jadi Youtube Channel favorit, semua ini tergantung pada tingkat keaktifan si creator. Kalau upload content-nya saja masih angot-angotan, gimana mau nambah followers-nya?
Mungkin ini juga yang menjadikan Diana, Roma dan kawan-kawan sebagai Youtuber dunia. Ya, karena mereka konsisten membuat konten video kegiatan mereka sehari-hari. Coba intip Youtube channel Zuni and Family, isinya permainan yang dilakukan oleh Keysha dan Afsheena (mayoritas permainan rakyat, dari balon air sampai odong-odong, sangat jauh dari apa yang dimunculkan oleh The Kohl sister, Sisca dan Aliyyah). Tapi, lihat, deh, jumlah subscriber-nya dan berapa kali videonya ditonton!
Yang jelas, para content creator atau Youtuber cilik yang kini dikenal dunia, mereka semua memiliki orangtua yang mendukung mereka bahkan ikut andil dalam menyajikan konten bersama anak-anaknya. Sekarang, giliran Mommies, sudah sejauh mana mendukung anak dalam menciptakan konten?
Photo created by jcomp – www.freepik.com