Fransisca Krisantia percaya bahwa di zaman sekarang ini perempuan harus mandiri secara finansial dan punya rencana masa depan.
Fransisca Krisantia Nugraha adalah salah satu sosok wanita yang berhasil membuktikan bahwa bekerja dan berkarya secara profesional bisa dilakukan dengan maksimal tanpa mengabaikan keluarga serta anak di rumah. Sosok ibu bekerja yang satu ini akan sangat menginspirasi para perempuan lainnya yang punya impian tinggi untuk dirinya sendiri dan keluarga.
Mommies Daily pun dapat kesempatan untuk berbincang langsung dengan perempuan yang akrab disapa Kris ini. Mulai dari membahas tantangan dan support untuk ibu bekerja, bagian terberat dalam mengurus anak, pentingnya perempuan mandiri secara finansial, hingga tips mengatasi burnout selama beraktivtas. Yuk, lihat kisah inspiratif Fransisca Krisantia yang bekerja sebagai Executive VP Consumer Goods di Blibli ini.
BACA JUGA: Suara Para Anak dari Ibu Bekerja, Ternyata Penuh Rasa Bangga
Kalau menurut saya lebih ke support, ya. Pertama dari lingkungan kerja. Mulai dari kultur perusahaan yang, masih banyak, kurang memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh ibu bekerja. Kalau dibandingkan dengan beberapa negara maju, di Indonesia sendiri mungkin masih ada nilai-nilai budaya turun temurun yang kurang mendukung ibu bekerja.
Tantangan juga banyak datang dari lingkungan sekitar. Masih banyak orang yang mengasihani anak-anak ibu bekerja karena dianggap tidak diurus. Kondisi itu yang biasanya membuat perempuan dipaksa untuk memilih antara keluarga atau karier. Padahal menurut saya itu bukan sebuah pilihan.
Kebetulan saya berangkat dari keluarga yang ibu saya pun bekerja. Pekerjaannya tidak melulu di kantor, ada juga yang merupakan usaha sendiri. Beliau punya peraturan yang dia ciptakan sendiri, yaitu dia selalu ada ketika anak-anaknya di rumah dan bekerja ketika anak-anaknya beraktivitas.
Jadi, saya tumbuh besar di lingkungan dimana saya melihat sosok ibu bekerja itu bukan sebuah pilihan. Itu hanya bagaimana kita mengatur prioritas.
Pertama pasti harus dukungan dari keluarga terdekat. Bayangkan jika sampai rumah lalu disindir karena baru pulang. Jadi, sangat penting dukungan dari keluarga dan mereka juga harus paham tujuan ibu bekerja itu untuk apa.
Kedua itu pasti dukungan dari perusahaan dan lingkungan kerja. Salah satu alasan saya bisa bekerja sampai hampir sebelas tahun di Blibli karena saya merasakan adanya dukungan terhadap ibu bekerja. Mau izin untuk mengurusi masalah anak tidak dipersulit, dan itu menurut saya sangat berdampak besar. Tentunya dengan tidak melalaikan tanggung jawab pekerjaan.
Terakhir, dukungan dari lingkungan atau teman-teman. Saya kebetulan memiliki sekitar sembilan teman SMA yang saling mendukung sampai sekarang. Kami semua kebetulan bekerja, punya anak di usia yang berdekatan, dan masing-masing punya masalah berbeda. Mereka jadi support group yang bisa jadi tempat saling bertanya beragam informasi, mulai dari mengurus anak sampai pekerjaan.
Selain menyediakan sarana dan prasarana pendukung. menurut saya penting juga jika lingkungan kerja sifatnya lebih inklusif dan lebih transparan, termasuk dari sisi benefit. Menyadari bahwa perempuan bisa mengambil peran yang sama dengan pria untuk role yang sama dan bisa memberikan komitmen yang sama, maka mereka juga harus diberikan benefit dan kompensasi yang setara. Menurut saya tidak semua perusahaan seperti itu. Tidak hanya di Indonesia, di negara lain juga masih banyak perusahaan yang membedakan dalam masalah tersebut.
Walau terdengar klise, tetapi saya mengatakan pada anak saya bahwa ‘the sky is the limit’. Saya selalu bilang ke dia bahwa kalau kamu mau jadi apapun, mau berkarya seperti apapun, itu kamu yang menentukan. Tidak ada orang yang bisa bilang kamu harus jadi ini atau tidak boleh jadi itu. Ketika dia bercerita ingin menjadi profesi tertentu, saya hanya membantu menjelaskan jenis pekerjaan yang akan dilakukan.
Saya punya satu anak perempuan berusia sembilan tahun. Selama pandemi ini saya bekerja dari rumah dan dia melihat itu. Dia melihat saya sebagai seseorang yang bisa mengerjakan banyak hal dan melakukan banyak peran. Dia suka bercerita ke orang lain kalau saya bisa masak sambil ikut meeting dan berbicara, dan juga aktif membalas pesan. Mungkin itu yang bisa dicontoh anak saya di masa depan, bahwa banyak yang bisa dikerjakan perempuan asal bisa mengatur waktu dan prioritas dengan baik.
BACA JUGA: Ibu Bekerja Usia 35 Tahunan, Nggak Perlu Insecure Kalau Mau Pindah Kerja
Kalau buat saya personal itu adalah melawan keraguan diri sendiri. Dalam pekerjaan saya tipe yang cukup cepat dalam mengambil keputusan. Namun untuk urusan anak kadang suka ragu dan takut salah dalam bertindak. Apa saya sudah benar untuk mengambil keputusan ini, contohnya seperti memilih sekolah, memberikan obat, hingga memilih guru les untuk anak. Saya sering merasa apapun keputusan yang saya buat itu tidak bisa diulang. Jadi saya harus siap dengan konsekuensinya apapun itu.
Salah satu contohnya adalah kebiasaan menidurkan putri saya di kamarnya sendiri sejak bayi. Walau banyak yang bilang kasihan anak tapi saya sudah punya rencana sendiri sejak melahirkan dia. Saya orang yang banyak bekerja ke luar kota hingga luar negeri, jadi jika anak saya terbiasa tidur dengan saya, nantinya dia akan rewel saat saya tidak ada dan bisa merepotkan keluarga saat dititipi.
Walau yakin melakukan itu, saya juga tetap memasang monitor untuk memantau dia. Untungnya kini terbukti dengan cara tersebut anak saya bisa mandiri, tidak rewel, dan mengerti pekerjaan saya sejak dia kecil. Tentu saja saya juga menjalin komunikasi yang baik sehingga punya hubungan yang dekat dengan putri saya.
Saya lihat pandemi ini sebenarnya membuka banyak peluang. Walau banyak industri yang terdampak, tetapi banyak juga orang bisa bertahan dengan cara yang unik dan kreatif. Pandemi ini mengajarkan ada banyak hal yang bisa dikerjakan dengan cara berbeda. Misalnya sekolah anak bisa dilakukan secara online, termasuk juga beberapa bidang pekerjaan.
Lima tahun dari sekarang adakan semakin banyak kesempatan baru untuk ibu bekerja berkarya. Muncul berbagai teknologi yang mendukung ibu bekerja untuk beraktivitas melalui layar sambil tetap berada di rumah mengurus anak dan keluarga. Waktu kerja yang lama juga akan berganti jadi lebih fleksibel.
Sangat penting, karena kita tidak pernah tahu situasi apa yang akan terjadi di masa depan. Saat sudah memiliki anak, dia akan menjadi sebuah tanggung jawab buat kita sehingga harus bisa berpikir jauh ke depan. Apa yang bisa kita kerjakan dari sekarang untuk bisa menjamin kehidupan anak.
Di masa pandemi ini saya juga belajar kalau umur manusia itu tidak ada yang tahu. Jika misalnya saya kenapa-kenapa nanti anak saya bagaimana? Jika berkaca pada masa sekarang, secara garis besar saya lihat memiliki double income dibandingkan single income pasti jauh lebih baik. Itu semacam sedia payung sebelum hujan. Kalaupun dananya tidak terpakai sekarang, maka bisa disimpan untuk kebutuhan masa depan anak. Jadi menurut saya banyak sekali keuntungan yang bisa didapat dari berbagai sisi jika perempuan finansial secara mandiri, terutama jika sudah memiliki anak.
Satu pesan yang saya ingat adalah teori gelas. Kita harus bisa mengisi gelas sendiri dulu sebelum bisa membagi ke orang lain. Ketika kelelahan pasti membuat diri jadi uring-uringan dan itu karena ibu bekerja melakukan banyak hal untuk orang lain di sekitar hingga lupa melakukan sesuatu untuk diri sendiri.
Saat burnout saya pun menemukan jalan keluar yang tepat, yaitu waktu untuk sendiri. Me time ini lebih ke waktu saya sendirian dan tidak ada orang yang meminta saya untuk melakukan berbagai hal dalam beberapa jam. Akhirnya saya jogging dan saat itu tidak ada suara lain selain saya. Itu cukup menyegarkan. Saya pun buat jadwal rutin untuk jogging maksimal satu jam.
Ibu bekerja lainnya bisa memilih me time yang disukai karena setiap orang me time-nya berbeda-beda. Mungkin ada yang suka shopping, menggambar, nonton film atau drama Korea, dan kegiatan menyenangkan lainnya. Intinya lakukan juga hal menyenangkan untuk diri sendiri, baru setelah itu kembali beraktivitas.
BACA JUGA: Untuk Ibu Bekerja yang Bekerja Karena Sebuah Keharusan