banner-detik
#MOMMIESWORKINGIT

4 Alasan Kenapa Ibu Bekerja Tidak Ambil Cuti. Jangan Dibiasakan, Ya!

author

Ficky Yusrini21 Jun 2021

4 Alasan Kenapa Ibu Bekerja Tidak Ambil Cuti. Jangan Dibiasakan, Ya!

Walau paham bahwa cuti penting untuk penyegaran pikiran dan produktivitas , faktanya, banyak yang sungkan mengambil cuti. Jangan dibiasakan, karena cuti itu adalah hak kalian!

Sindrom kemelekatan pada dunia kerja nyata adanya. Menurut riset Travel Effects, sebanyak 40 persen orang Amerika Serikat tidak memanfaatkan jatah cuti mereka. Diperkuat oleh studi Pew Research 2017, hanya seperempat angkatan kerja AS yang mengambil cuti selama dua tahun terakhir untuk keluarga. Bukannya tidak ingin, mereka beralasan tidak bisa mengambil cuti. Sebanyak 69% mengatakan takut dipotong gaji. Hampir setengah (47%) berpikir takut kehilangan pekerjaan, dan 41% merasa bersalah pada rekan kerja yang direpotkan dan harus ketambahan pekerjaan.

Semua pada dasarnya tahu, cuti dari pekerjaan selama beberapa waktu sangat penting untuk penyegaran pikiran dan produktivitas. Selain itu, cuti adalah satu cara untuk menyeimbangkan kembali waktu dan kebutuhan keluarga. Mengingatkan akan apa yang menjadi prioritas dalam hidup. Nyatanya memang tidak semudah itu. Selain ada beberapa lingkungan kerja yang mempersulit karyawan untuk mengambil cuti, faktor penghambat terbesar adalah dari diri sendiri.

Beberapa faktor yang membuat ibu bekerja tidak ambil cuti

Takut Dikira Kebanyakan Libur

“Enggak enak sama bos. Dikira saya bukan pekerja keras yang bisa diandalkan, maunya liburan melulu,” cerita seorang teman. Apalagi belakangan ia sudah sering izin, anak sakit, anak daftar sekolah, menengok orang tua. jadi takut dianggap mengada-ada dan mencari-cari alasan untuk mangkir kerja. “Liburan yang dekat-dekat aja, deh!” Begitu pikirnya. Ia juga mengantisipasi, jika besok-besok ada kebutuhan yang lebih mendesak untuk memanfaatkan waktu cuti, ketimbang sekadar buat liburan.

Akhirnya, sering kita lihat, kebiasaan berlibur orang Indonesia umumnya singkat. Tidak pernah stay lama di satu destinasi. Setiap kali ada kesempatan long weekend, langsung macetnya menggila. Selama Anda tidak melanggar kontrak dan peraturan perusahaan, Anda berhak mengajukan cuti liburan sebanyak jatah yang Anda punya. Takut dikira bersenang-senang? Justru harusnya atasan bangga karena Anda mendapatkan re-charge yang Anda butuhkan.

Budaya Ewuh Pakewuh

Ketakutan ini dapat dimengerti, tetapi tidak didasarkan pada kenyataan. Atasan atau orang lain mungkin akan berusaha mempersulit Anda mendapatkan cuti, karena mereka tidak mau kehilangan kontribusi Anda. Adanya rasa segan dan sungkan pada atasan dan rekan kerja akhirnya menyeret Anda pada lingkaran pekerjaan tiada akhir. Ada pula ketakutan yang menghantui, “Nanti kalau dipecat gimana? Kalau posisinya direbut sama orang baru gimana?” Dan sebagainya. Anda yang perlu membuat batasan tegas, mana tugas yang perlu dipatuhi dan mana yang menjadi hak Anda. Mana yang ketakutan berdasar dan mana yang hanya ilusi.

Takut Ketinggalan Update Pekerjaan

Dunia kerja memang sangat dinamis. Selalu ada alasan untuk terus mengikuti dinamikanya, apalagi jika kita menjadi orang yang perannya besar dan ditunggu-tunggu. Minggu ini ada kampanye produk, minggu depan ada festival, minggu depannya lagi event besar, setelah itu apa lagi, tuntutan kantor memang seolah never ending kalau dituruti. Tanyakan pada diri sendiri, apakah Anda tidak berani break karena memang tanggung jawab Anda di satu proyek itu sangat besar, atau sebetulnya ada yang bisa didelegasikan? Kembali, soal perlunya membuat batasan yang tegas antara kantor dan kebutuhan pribadi. Lagipula, setelah liburan, Anda bisa mengejar ketertinggalan Anda dan melakukan pekerjaan dengan lebih baik lagi.

BACA JUGA: KENALI BAHAYA TOXIC PRODUCTIVITY

Takut Cuti Berjamaah

Selain lebaran, liburan sekolah adalah waktu rebutan untuk cuti. Siapa cepat, dia dapat. Jika memang momen liburan sekolah buat Anda adalah waktu yang tepat, jangan ragu untuk menjadi orang tercepat yang mem-booking cuti di masa libur sekolah. Jika perlu, atasan sudah dikomunikasikan sejak setahun sebelumnya bahwa setiap tahun di masa liburan sekolah Anda akan mengambil cuti. Rasanya itu bisa dimengerti. Tetapi tidak salah juga jika Anda punya pertimbangan lain. Saya misalnya, dulu tipe yang lebih memilih untuk liburan di luar masa libur sekolah, demi menghindari keramaian mainstream di tempat-tempat tujuan wisata. Terlebih lagi sekarang masa pandemi.

BACA JUGA: JERAT THE HUSTLE CULTURE YANG MENGHANCURKAN HIDUP KITA TANPA SADAR

Photo by Daniel Hansen on Unsplash

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan