banner-detik
PARENTING & KIDS

Sekolah Full PTM Di Mata Ibu Bekerja. Lega atau Khawatir?

author

dewdew04 Jan 2022

Sekolah Full PTM Di Mata Ibu Bekerja. Lega atau Khawatir?

Nggak sedikit  yang shock ketika keputusan sekolah full PTM dilaksanakan di awal tahun 2022. Ibu bekerja, ikut shock atau malah lega?

Grup whatsapp saya yang isinya ibu-ibu, baik ibu bekerja kantoran, mompreneur, hingga stay-at-home-mom di malam tahun baru tiba-tiba berisik banget. Bukan, bukan untuk sharing ucapan selamat menyongsong tahun yang baru, tapi untuk membahas keputusan Diknas yang mendadak menyatakan sekolah mulai awal tahun 2022 akan berlangsung full PTM. Alias luar jaringan. No more online school. Bahkan ada ketentuan, jika orangtua menolak untuk melepaskan anaknya sekolah offline, maka kehadiran dianggap absen atau alpa. Meski ini semua terkesan mendadak, keputusan ini memberi plus minus. Bagaimana opini ibu bekerja ketika anak-anak kembali sekolah full PTM?

Materi pengayaan lebih optimal

Juwita Astuti, seorang ibu bekerja yang juga karyawan perusahaan FMCG menyatakan bahwa dengan diadakannya sekolah offline sudah semestinya. Nggak bisa dipungkiri, untuk anaknya yang bersekolah di SD Negeri, selama sekolah daring hanya diberikan tugas melalui google form tanpa ada sesi zoom. “Jujur, sih, kurikulum 2013, tuh, susah banget buat saya ngajarinnya, karena buku tema yang dikasih nggak dibarengi dengan materi pengayaan,” keluhnya. Jadi kalau sekolah tatap muka, at least, masalah tadi akhirnya teratasi.

Baca juga: 4 Hal Yang Harus Diwaspadai Saat Anak Sekolah Tatap Muka

Anak-anak bersosialisasi dengan semestinya

Senada dengan Juwita, Saskia Muharram senang jika nanti bersekolah offline anak-anak bisa bersosialisasi dengan semestinya. “Selama 2 tahun anak saya nggak punya teman, adiknya masih bayi, kayaknya sudah mati gaya dia,” terang Saskia. “Kemarin saja ketika sekolah melaksanakan PTMT (Pertemuan Tatap Muka Terbatas) yang hanya 2 kali dalam seminggu, senangnya setengah mati. Bisa ketemu teman-teman walau mainnya juga terbatas banget.”

Hal ini juga disampaikan oleh Annisa, seorang mompreneur, yang anaknya mengalami speech delay. Ketika berkonsultasi dengan psikolog pun, dianjurkan untuk sekolah dan bersosialisasi dengan teman-teman sebaya untuk mengatasi hambatan tumbuh kembangnya. “Jadi kebayang, ya, ada rasa lega ketika  sekolah full PTM jadi dilaksanakan.”

Aktivitas fisik anak maksimal

Kalau selama SFH untuk pelajaran olahraga aja anak-anak nggak bisa maksimal, harapannya kalau full PTM, bukan cuma olahraga, aktivitas fisik lain juga semakin baik. Kayak aktivitas musik, menari, art, atau eksperimen sains.  “Karena anak-anak nggak cuma butuh stimulasi kognitif, lho, tapi juga stimulasi fisik. Semuanya, kan, berhubungan,” jelas Saskia.

Tetap khawatir paparan virus Covid

Meski semua ibu sebenarnya merasa lega karena full PTM mulai bisa dilaksanakan, namun ketakutan atau kekhawatiran akan paparan virus Covid tetap terasa. “Apalagi kalau semua angkatan masuk berbarengan. Bayangin aja, deh, 1 angkatan ada 150 anak. Kalikan dengan 6 angkatan kalau anak SD, total ada 900 anak tumpah ruah di gerbang sekolah plus pengantarnya. Itu baru satu sekolah, belum sekolah-sekolah lain yang berdekatan. Kayak apa itu nanti kerumunannya?” tanya Juwita khawatir. 

Baca juga: Rekomendasi Home Schooling di Jabodetabek

Nggak siap dengan full PTM

“Selama virus Covid masih belum teratasi dengan baik, atau paling tidak selama anak-anak belum full vaksin sampai 2 kali dosis, terus terang kita nggak siap, sih, kalau anak-anak harus full PTM berbarengan begini,” jawab Saskia. Semua ibu yang saya tanya menjawab dengan nada yang sama, PTM terbatas. Kalaupun tahun 2022 ini mau dilaksanakan full PTM, lebih baik bertahap, tidak mendadak seperti sekarang ini.

Siapkah sekolah dengan protokol kesehatan?

Selain kekhawatiran terjadinya kerumunan saat penjemputan dan pengantaran, para ibu ini juga khawatir apakah sekolah mampu taat menjaga protokol kesehatan. Untuk kelas dengan jumlah siswa lebih sedikit dan guru 2 orang, Annisa mengaku berkurang waswasnya. Tapi nggak dengan Juwita yang di sekolah anaknya,  satu kelas terdiri dari 32 orang, dengan hanya 1 orang guru. Belum luas ruangan kelas yang nggak memadai. “Bagaimana satu orang guru bisa mengawasi segitu banyak anak murid kelas 2 SD untuk nggak tukar-tukaran alat tulis, misalnya?”

Hingga saat ini pro kontra masih berseliweran. Jujur sekolah anak saya, sih, belum ada pengumuman apa-apa karena masuknya juga masih tanggal 12 Januari. Tapi di grup whatsapp para ibu berbagi info, ada sekolah yang akhirnya memutuskan untuk tetap hybrid setelah orangtua murid mengajukan keberatan. Namun, ada juga yang tetap mengikuti arahan dari Diknas untuk tetap sekolah full PTM. Bagaimana dengan sekolah anak mommies?

Photo by Jason Sung on Unsplash

Share Article

author

dewdew

Mother of Two. Blogger. Make-Up Lover. Skin Care Amateur. Beginner Baker. Entrepreneur Wannabe. And Everything in Between. www.therusamsis.wordpress.com


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan