Banyak manfaat ketika mommies mau mengajarkan anak anger management alias manajemen kemarahan. Pelajari tipsnya dan ketahui kapan butuh bantuan profesional.
Mafhum, ya, di dunia ini nggak ada sekolah jadi orangtua. Kayaknya semua langsung dicemplungin aja gitu pas anak-anak lahir. Yes, ini bukanlah perkara mudah. Dan pekerjaan seumur hidup ini bisa makin challenging kalau tidak mau dikatakan sulit, ketika anak-anak punya perilaku yang bikin elus-elus dada. Salah satunya adalah kurang berkembangnya kemampuan mengontrol kemarahan alias anger management. Punya nggak punya masalah, sebenarnya penting mengajarkan anak anger management.
Anger Management atau Manajemen Kemarahan untuk anak memungkinkan mereka untuk belajar:
- Mengenali perasaan ketika mereka mulai merasa marah
- Mengekspresikan perasaan mereka dengan cara yang tepat
- Mengembangkan strategi yang memungkinkan anak untuk tenang
- Memecahkan masalah mereka atau mengatasi perasaan mereka.
Mulai dulu anger management dari orangtua
Bagaimana mau mengajarkan anak mengontrol kemarahannya, kalau kita sendiri nggak bisa. Salah satu karakteristik intervensi terapeutik pada masa kanak-kanak adalah biasanya berfokus pada modifikasi cara orang tua atau orang dewasa berinteraksi dengan anak. Banyak banget penelitian yang menunjukkan bahwa gaya pengasuhan kita berpengaruh pada perkembangan anak-anak kita. Itulah pentingnya kalau orangtua memahami dulu dan mempraktikkan ke diri sendiri soal anger management ini. Barulah kemudian bisa mempraktikkannya ke anak.
Baca juga: Fase Tantrum Pada Balita
Tips mengajarkan anak anger management
Berikut ini beberapa tips manajemen perilaku yang bisa menjadi dasar untuk strategi memanajemen kemarahan anak:
- Bersikaplah responsif, penuh kasih sayang, dan hangat. Meski anak berlaku tantrum dan emosinya menguji kesabaran orang-orang di sekelilingnya.
- Tetapkan batasan yang jelas, tegas dan adil. Pelajari cara menetapkan aturan dan batasan rumah yang baik.
- Buat aturan dan batasan yang masuk akal. Aturan dan batasan yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Menjaga mereka tetap aman
- Mengajari anak tentang nilai-nilai hidup
- Bisa membantu mereka berkembang
- Bisa membantu mereka hidup dalam masyarakat.
- Dan bersiaplah untuk menjelaskan dan membuat mereka mengerti mengapa aturan itu diperlukan.
- Puji perilaku yang positif dan sesuai. Lakukan segera setelah perilaku terpuji itu terjadi dan kalau bisa berikan pujian ketika orang lain hadir.
- Terapkan konsekuensi, selama itu logis. Misalnya saja, nih, anak lupa tidak mencatat pekerjaan rumahnya. Nggak perlu berbaik hati untuk telepon orangtua anak lain untuk minta salinannya. Jadi ketika besok dia nggak bisa mengerjakan PRnya, ya, minta ia hadapi konsekuensi yang diberikan gurunya.
- Konsisten dan ungkapkan aturan dengan cara yang positif. Akan lebih baik menggunakan kalimat positif seperti “yuk, lakukan” daripada “jangan”
- Bangun kemandirian anak. Pastikan aturan yang kita buat memiliki ruang untuk anak eksplorasi.
- Bantu anak mengungkapkan perasaannya. Pertama-tama perkaya kosa kata perasaan anak, lalu ajari dia untuk mengungkapkan emosi yang sedang ia rasakan. Minta anak untuk melabeli perasaannya.
- Carilah bantuan profesional Jika ternyata semua cara sudah dicoba tapi anak masih juga nggak bisa kontrol kemarahannya, mungkin mommies perlu mencari bantuan profesional. Karena mungkin saja ketidakmampuan anak mengontrol kemarahan adalah tanda dari autisme, ADHD, Sensory Processing. Disorder, dan kecemasan.
- Bicarakan tentang kemarahan. Ada saat mommies juga harus bisa ngobrol sama anak tentang kemarahan itu sendiri. Coba cari suasana yang santai, mungkin sambil pillow talk. Bahwa sebenarnya marah itu bukanlah hal yang buruk. Sebenarnya itu emosi yang berguna. Kita semua pernah marah, kok. Tapi, bagaimana caranya kita mengontrol kemarahan itu supaya nggak jadi perilaku yang destruktif dan justru menyakiti hati sendiri. Semoga tips di atas bisa berguna, ya, mommies.
Baca juga: Cara Membesarkan Anak Bahagia dan Minim Trauma
Photo by Hunter Johnson on Unsplash