Sekesal-kesalnya pada anak saat mereka berulah, orang tua dituntut untuk tetap mengedepankan otak rasional dalam memberikan konsekuensi. Bukan sekedar menghukum tanpa pertimbangan.
Nggak jarang orang tua ikut tersulut untuk melakukan hal-hal di luar nalar ketika anak mulai neko-neko. Ini adalah salah satu kondisi yang paling challenging buat orang tua. Dorongan buat membentak, mengancam, memukul mungkin udah ada di depan mata. Akibat emosi, silap dikit aja bisa bikin gelap mata memberi hukuman pada anak yang cuma berujung pada penyesalan, bukan pada perubahan.
Di momen-momen ini, barulah terasa bahwa jadi orang tua itu memang nggak gampang, ya? (ke mana ajaaaa? Hahaha!). Orang tua bukanlah pribadi yang punya kekuasaan penuh dan bebas melakukan apa saja sekehendak hatinya kepada anak. Termasuk dalam hal memberi konsekuensi, walau anak ksudah sangat sangat berulah sekali menurut kita.
Menurut para pakar, memberikan konsekuensi yang melewati batas dapat memiliki dampak psikologis yang mendalam pada diri anak. Berikut adalah lima jenis hukuman yang wajib dihindari orang tua, namun sayangnya masih sering dilakukan.
Memukul pantat anak
Pukulan berulang seperti memukul pantat anak (atau memukul di bagian tubuh anak lainnya), adalah hukuman yang sia-sia dan dapat mengisolasi anak menurut Dr. Pawan Sonar, psikiater dan konselor anak, rumah sakit Riddhivinayak, Mumbai, India. Terkadang, berbicara saja sudah cukup membuat anak berada pada jalur yang benar.
Pemukulan berulang dapat menyebabkan anak trauma dan menyebabkan kinerja akademis menurun, kecerdasan emosional yang rendah, depresi dan membuat mereka cemas tentang kehidupan dan mungkin menjadi orang dewasa yang membosankan, kata Dr Sonar. Ini berlaku juga untuk hukuman fisik lainnya seperti mencubit, memukul dengan benda, mendorong, menampar dan seterusnya.
Berteriak sambil memaki
Menaikkan intonasi suara hingga lima oktaf seringkali dilakukan orang tua untuk melampiaskan kekesalannya pada anak. Mengguyur anak-anak dengan kata-kata makian tanpa makna, akan kehilangan efek mendidiknya. Berteriak sering menunjukkan bahwa orang tua tidak mampu mengendalikan perilaku anak. Alih-alih anak menjadi sadar, malah Anda sudah menjadi contoh yang buruk. Duh!
Mengunci anak di sebuah ruangan
Mengisolasi anak memang nggak menyakitinya secara fisik, tapi itu menghancurkan anak secara emosional. Menurut Dr. Sonar, Ini menunjukkan pesan pada anak bahwa ia tak lagi dicintai atau dibutuhkan. Mengunci di ruangan terang saja sudah cukup membuat anak takut, apalagi di ruangan gelap, atau tempat yang membuatnya nggak berdaya seperti kamar mandi, itu jauh lebih buruk!
Hati-hati mommies, kebiasaan menghukum anak dengan cara ini dapat menyebabkan kecenderungan bunuh diri pada masa remaja, penyalahgunaan zat tertentu (dalam kasus yang jarang terjadi), atau anak jadi takut mengambil tantangan dan memiliki pandangan negatif terhadap kehidupan.
Bila memang anak perlu merenungkan perilakunya, lebih baik berikan konsekuensi time out dengan duduk di pojokan, atau thinking chair.
Baca juga: Ketimbang Menghukum, Terapkan 5 Jenis Konsekuensi yang Mendidik Saat Anak Melakukan Pelanggaran
Memberi ancaman kosong
Ini adalah cara menghukum yang mudah dan malas. Ketika orang tua nggak mampu bertindak bijaksana dan memikirkan cara yang tepat untuk mendisiplinkan anak, mengancam seringkali jadi pilihan gampang buat orang tua untuk meredam ulah anak. Entah itu menghilangkan hak istimewa yang sebenarnya tak ada hubungan dengan kesalahannya, mengancam meninggalkannya di mal jika nggak behave atau mengancam memasukkannya ke sekolah asrama jika sulit diatur. Ini berdampak besar pada ikatan dan kepercayaan orang tua-anak.
Membandingkan dengan anak lain
Anak cukup diberi contoh oleh orang tua. Mendengar orang tua menjadikan anak lain contoh yang lebih baik dan patut ditiru membuat anak merasa dikhianati. Akibatnya, ini menimbulkan rasa penolakan pada anak. Jangan pernah berpikir bahwa perbandingan akan memotivasi anak. Sebaliknya, itu menyakiti anak begitu dalam sehingga ia hanya melihat kelemahannya lalu menurunkan harga dirinya. Anak juga jadi berhenti untuk berusaha mencapai sesuatu lebih tinggi. Ketimbang membandingkan, bantu anak perbaiki kekurangan dirinya. Itu jauh akan lebih memuaskan.
Nggak gampang bukan berarti nggak bisa. Kita perlu latihan dan membiasakan diri sepanjang waktu. Dr. Sonar memberikan tips berikut saat emosi kita mulai tersulut ketika menghadapi anak yang sedang berulah:
Kalau menurut para ahli, kalau kita nggak mau anak berulah, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah stop menghukum anak. Kalaupun anak berulah, berikan konsekuensi yang mendidik dengan cara yang tepat. Yuk, bisa yuk, moms.
Baca juga: 4 Gaya Pengasuhan dan Dampaknya pada Karakter Anak
Image: Freepik