banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Ketimbang Menghukum, Terapkan 5 Jenis Konsekuensi yang Mendidik Saat Anak Melakukan Pelanggaran

author

Sisca Christina25 Jun 2021

Ketimbang Menghukum, Terapkan 5 Jenis Konsekuensi yang Mendidik Saat Anak Melakukan Pelanggaran

Hukuman dan pelanggaran adalah lingkaran yang nggak ada habisnya. Berikan jenis konsekuensi yang mendidik untuk anak agar anak belajar dari pelanggarannya.

Kalau anak melakukan pelanggaran, terkadang orang tua spontan untuk menghukum. Iya, saking gemesnya, hehehe. Namun, berulang kali hukuman diberikan, ternyata nggak membuat anak jera. Apa yang salah?

Dalam sebuah sharing session bertema parenting, Ellen Kristi, Pendiri Komunitas Charlotte Mason Indonesia dalam pernah berkata: dalam hal mendidik anak, harapkanlah perbantahan. Artinya, tentu anak nggak akan mengiyakan segala perintah dan aturan yang kita buat begitu saja. Pastilah mereka pernah melanggar, atau minimal “mencoba-coba” melanggar.

Ketika anak melakukan pelanggaran, reaksi orang tua dalam menyikapi pelanggaran anak tersebut adalah penting. Menurut Psikolog Psikolog Anak dan Remaja, Alia Mufida, M.Psi, sekarang dunia parenting sudah bergerak dari metode lama reward and punishment ke non punitive discipline, yaitu mendisiplinkan anak tanpa hukuman, melainkan dengan memberikan konsekuensi yang mendidik untuk anak.

5 Jenis Konsekuensi yang Mendidik untuk Anak

Berikut ini beberapa jenis konsekuensi yang lebih mendidik yang bisa momies terapkan kepada anak, agar anak bisa menyadari dan belajar kesalahannya. Harapannya, anak nggak melakukan pelanggaran yang sama lagi. Kuncinya, dalam menerapkan konsekuensi, harus sesuai dengan perilaku anak, dan konsisten.

Konsekuensi Natural

Konsekuensi natural merupakan hasil perbuatan yang dilakukan si kecil. Konsekuensi natural akan melahirkan tanggung jawab pada anak secara alami dari pengalaman sebab-akibat yang dilakukannya. Jika konsekuensi natural konsisten diterapkan pada anak, disiplin anak akan terbentuk secara alami tanpa rasa takut akan dihukum.

Contoh, ketika anak kebablasan bermain dan lalai mengerjakan tugas sekolahnya, maka orang tua nggak boleh mengambil alih untuk menolong dan mengerjakan tugas anak. Ketika ia mendapatkan teguran dan konsekuensi dari gurunya, biarkan ia menghadapinya. Ini akan membuatnya sadar bahwa ada akibat yang harus ia tanggung ketika melakukan sebuah pelanggaran.

Konsekuensi Logis                                                                  

Kalau mommies merasa anak memiliki pergumulan dengan masalah perilaku tertentu, memberi konsekuensi logis bisa membantu anak mengatasi perilaku tersebut. Contoh, ketika anak kerap bermain-main dan beranjak dari kursi makan ketika makan, terapkan aturan bahwa itu tanda ia sudah selesai makan, dan tak akan mendapatkan makanan atau camilan apapun hingga waktu makan berikutnya. Dengan demikian anak akan merasa lapar dan belajar bahwa itu adalah konsekuensi langsung dari perbuatan makan tidak tertib yang diperbuatnya.

Menghilangkan Hak Istimewa

Misalnya, anak melakukan pelanggaran membuka YouTube saat sekolah online. Sebagai konsekuensinya, haknya bermain gadget di akhir pekan ditiadakan. Ini mengajarkan anak bahwa ketika ia membuat pilihan yang salah, maka hak istimewanya akan hilang. Diharapkan anak lebih bijak mengambil keputusan yang dampaknya bisa menyenangkan juga bagi dirinya. Tentunya, ini butuh latihan ya, mommies.

Baca juga: Jangan Lakukan 7 Hal Ini Saat Anak Berbuat Salah

Gunakan Metode “Thinking Chair”

Sebetulnya jenis konsekuensi ini mirip dengan timeout. Namun, mommies bisa memodifikasinya dengan menyediakan bangku sebagai tempat si kecil untuk berpikir dan merenungkan perbuatannya selama 1-2 menit (tergantung usia anak) tanpa distraksi. Mommies bisa gunakan konsekuensi ini saat si kecil misalnya memukul teman, melempar benda, merusakkan barang, atau membuang makanan. Mommies bisa kembali setelah 2 menit, dan tanyakan tentang apa yang sudah direnungkannya sehubungan dengan kesalahannya.

Ini terbilang efektif buat anak-anak yang lebih kecil, misalnya 2-4 tahun. Ada baiknya thinking chair ini diterapkan sedini mungkin, untuk membentuk kebiasaan anak merenungkan kesalahannya dan berkomitmen untuk tak mengulanginya.

Memberi Afirmasi Positif dan Apresiasi

Lho, sudah melanggar, kok diberi apresiasi? Jangan salah dulu. Anak-anak dengan berbagai polahnya pasti punya perilaku atau kebiasaan yang bisa jadi sulit diubah. Wajar, karena kehendak anak-anak masih lemah, belum memiliki pengendalian diri yang baik, dan belum sepenuhnya memahami konsep benar salah.

Misalnya anak sangat sulit menahan godaan untuk menonton televisi di waktu belajar, mommies bisa berkata: “Mama sangat menghargai jika kamu mampu menahan diri tidak menyalakan TV saat belajar. Mama percaya kamu bisa.” Terus berikan apresiasi saat anak selalu berhasil nggak menyalakan TV waktu belajar. Ucapkan kalimat-kalimat positif, misalnya mommies bangga padanya. Apresiasi yang dilakukan berulang-ulang akan mendorong anak untuk terus berperilaku baik.

Menurut para ahli, menerapkan berbagai jenis konsekuensi untuk anak yang lebih mendidik terbukti menumbuhkan kesadaran anak untuk perilaku baik. Niscaya, anak nggak hobi melanggar lagi. Yuk, kita coba!

Baca juga: 5 Tanda Kita Sebagai Orang tua Terlalu Keras pada Anak

Follow us on Instagram

Share Article

author

Sisca Christina

Ibu dua anak yang berprofesi sebagai digital nomad, yang juga suka menulis. Punya prinsip: antara mengasuh anak, bekerja dan melakukan hobi, harus seimbang.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan