Hati-hati, terlalu memanjakan anak bisa mengganggu perkembangannya. Ujungnya, orang tua akan kewalahan sendiri. Ini tanda-tanda terlalu memanjakan anak
Namanya juga sudah “terlalu” atau berlebihan, pasti berdampak nggak baik. Rasa sayang orang tua kepada anakpun harus dicurahkan pada takaran yang sesuai. Artinya, mencintai anak wajib disertai kesadaran penuh untuk membentuk anak menjadi pribadi yang utuh. Bukan sekedar menyayangi lalu rela memberikan dan menuruti segala hal yang anak inginkan. Itu sayang yang keblinger!
Terlalu memanjakan anak bisa merusak diri anak itu sendiri. Anak yang dimanja secara berlebihan akan tumbuh menjadi anak yang tidak pernah puas, sulit menghormati orang lain (bahkan orang tuanya sendiri!), tidak memiliki empati, tak bisa mandiri dan ada kecenderungan memberontak.
Bahkan, seperti dikutip dari WebMD, menurut Dan Kindlon, PhD, penulis Too Much of a Good Thing: Raising Children of Character in an Indulgent Age, memanjakan anak juga bisa mengganggu perkembangan mental anak. Ketika remaja, mereka lebih rentan mengalami kecemasan, kurangnya kontrol diri, hingga depresi.
Kalau kita nggak yakin sudah menerapkan batasan yang benar antara mengasihi dengan memanjakan anak, coba simak tanda-tanda berikut. Apabila mommies sering menerapkan ini, bisa jadi Anda terlalu memanjakan anak. Belum terlambat untuk menarik rem agar nggak kebablasan.
Tidak pernah berkata TIDAK kepada anak
Selalu mengiyakan permintaan anak karena ingin anak bahagia. Akhirnya takaran bahagia jadi bermakna dangkal pada diri anak. Kalaupun bilang tidak saat ini, pada kali berikutnya anak meminta, Anda bakal luluh juga dan mengabulkan permintaannya. Ketidakkonsistenan antara perkataan dan perbuatan dari orang tua ini bisa dijadikan “senjata” untuk anak mencapai apa yang dia inginkan kelak. Ketika Anda berkata “tidak” pada sebuah perilaku, tegakkanlah tegakkanlah itu secara konsisten. Anak pun jadi bisa belajar tentang memegang prinsip.
Tak pernah lepas dari anak
Bonding time orang tua-anak itu penting. Bahkan itu investasi bagi tumbuh kembang anak. Tapi kalau sampai nggak bisa beranjak beberapa waktu tanpa anak di sisi mommies, walau ada suami atau nenek yang menjaganya dapat menciptakan keterikatan yang tidak sehat. Anak akan sangat bergantung pada mommies. Kelak anak akan berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Maka, demi keterampilan sosial anak dan kewarasan mommies sendiri, penting untuk mengajari anak ada waktunya untuk berpisah, walau untuk periode waktu yang singkat.
Terlalu sigap membantu anak
Anak kesulitan membuat PR, mommies ambil alih. Anak tak mampu mengikat tali sepatu, diikatkan mama. Makan sendiri tak pernah habis, akhirnya dibantu disuapi terus. Tanpa sadar, anak kehilangan rasa kemandiriannya. Sementara, penting bagi orang tua untuk meningkatkan rasa kemandirian dan otonomi pada anak-anak. Terlalu cepat menolong atau mengerjakan sesuatu membuat anak malas berupaya. “Toh, ada mama ini, aku nggak perlu repot.” Mereka jadi ngga bisa memelajari nilai-nilai penting kemandirian. Membantu boleh, tapi batasi hingga memberi arahan saja, biarkan anak mengerjakan prosesnya.
Tak pernah memberi anak tugas rumah tangga
Ingin anak tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab? Maka berikanlah tanggung jawab itu. Kalau orang tua nggak mengijinkan anak mengerjakan tugas rumah tangga, manalah mungkin tanggung jawab akan terbentuk? Memberi tugas rumah tangga pada anak berarti mengajarkan anak tentang memikul tanggung jawab bersama.
Membelikan mainan agar anak bahagia
Pikir ulang sebelum membelikan mainan lagi ketika rak mainannya sudah penuh. Dengan mainan yang terlalu berlimpah, anak bisa jadi kurang menghargai mainan lamanya. Alih-alih membuatnya bahagia, ini malah membuatnya tak pernah puas dengan mainan yang sudah ada, selalu ingin lebih.
Tak tega melihat anak menangis
Nangis sedikit, buru-buru dihibur agar anak tersenyum lagi. Bila perlu pakai sogokan camilan atau mainan baru. Pokoknya kalau bisa, anak nggak boleh nangis! Nah lho? Padahal, nangis adalah salah satu manifestasi dari sebuah perasaan, yaitu sedih. Dampingi si kecil ketika menangis, tapi tidak berarti kita harus menjadi badutnya anak juga. Sebaliknya, dengan mengijinkan anak untuk menangis, membuat anak mengerti jenis-jenis emosi, di antaranya rasa sedih, kecewa atau marah. Dengan demikian anak juga jadi bisa belajar mengelola emosi.
Baca juga:
Jangan Anggap Remeh, 6 Ucapan Orang Tua Ini Bisa Menggangu Psikologis Anak!
4 Gaya Pengasuhan dan Dampaknya pada Anak
Foto: Freepik