Luka inner child bisa membawa trauma yang memengaruhi kita dalam mengasuh anak. Ketahui jenis-jenis luka inner child, dan mulailah berdamai dengannya :)
Setiap orang memiliki masa kecil yang berbeda-beda. Banyak yang punya kenangan manis, tapi nggak jarang yang pahit dan penuh luka. Berbagai pengalaman dan peristiwa yang terjadi semasa kecil, akan berproses dalam diri seseorang dan memengaruhi seluruh aspek tumbuh kembang hingga cara mengekspresikan diri saat dewasa. Itulah inner child, bagian dari masa lalu seseorang yang membentuknya hingga seperti ini, di masa kini.
Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Mbak Alia Mufida, M.Psi, “Inner child penting untuk dikenali, dipahami dan disadari, karena berkaitan erat dengan bagaimana kita mampu berelasi dengan baik (termasuk dengan pasangan dan anak) dan bagaimana kita menunjukkan perilaku dan emosi kita”. Sebab, lanjut Mbak Alia, “Kita yang saat ini terbentuk dari apa yang kita “bawa” dari masa lalu. Kalau ada isu pada masa kecil kita yang belum tuntas, maka sangat mungkin memengaruhi cara kita mengasuh anak, dan bisa jadi lebih rentan mengulang point inner child yang terluka tersebut ke anak.”
Sebagai contoh, "Kita kecewa saat anak meraih nilai kurang bagus dalam sekolahnya dan kerap kalah dalam berbagai kompetisi. Ternyata setelah ditilik, semasa kecil kita mengalami tekanan yang tinggi dari orang tua soal prestasi, atau memiliki pengalaman terluka dengan kegagalan. Jadi, saat kita kecewa, sebenarnya kita kecewa terhadap diri sendiri, namun tanpa sadar kita tumpahkan kepada anak," terang Mbak Alia.
Agar tak terulang ke anak, penting sekali untuk mampu berdamai dengan luka masa kecil kita, agar rantai luka tersebut putus. Harapannya, kita jadi lebih bisa mengasuh anak dengan hati yang sehat dan mindful.
Baca juga: Tentang Inner Child: Masa Lalu yang Menghantui Masa Kini
Sebelum berdamai dengan luka inner child, kita perlu terlebih dahulu mengenali luka apa yang sebenarnya kita alami saat kecil, dan bagaimana itu membentuk kita seperti sekarang ini.
Dilansir dari Themindsjournal.com, ada empat jenis luka masa kecil:
Abandonment Wound atau Ditelantarkan
Luka akibat ditelantarkan oleh orang tua semasa kecil, dapat menimbulkan pengaruh seperti berikut:
- Merasa ditelantarkan
- Takut untuk ditinggalkan
- Benci saat merasa sendiri
- Co-dependent, yaitu cenderung mengabaikan atau mengorbankan kebutuhan atau emosi diri sendiri demi memenuhi keinginan orang lain.
- Suka mengancam untuk pergi
- Tertarik dengan orang yang jarang ada untuknya secara emosional
Guilt Wound atau Perasaan Bersalah
Jika mommies kerap mudah merasa bersalah, cobalah renungkan, pengalaman-pengalaman semasa kecil membuat mommies merasa seperti ini:
- Mudah merasa bersalah dan meminta maaf
- Tidak suka meminta bantuan
- Menggunakan perasaan bersalah untuk memanipulasi
- Takut untuk menetapkan batasan-batasan
- Tertarik dengan orang yang mudah membuat dirinya merasa bersalah
Trust Wound atau Kepercayaan
Luka akibat rusaknya rasa percaya terhadap orang tua di masa lalu, bisa membuat seseorang tumbuh dengan dihantui perasaan berikut ini:
- Merasa takut jika disakiti
- Tidak percaya pada diri sendiri
- Tidak mudah percaya kepada orang lain
- Merasa insecure dan merasa butuh banyak validasi dari luar
- Merasa tidak aman
- Tertarik dengan orang yang juga merasa tidak nyaman
Neglect Wound atau Diabaikan
Luka ini nggak kalah berat dengan luka-luka masa kecil lainnya, dan dapat memengaruhi seseorang untuk menjadi pribadi seperti berikut:
- Sulit untuk merelakan sesuatu
- Menganggap diri sendiri rendah
- Mudah marah
- Sulit berkata “tidak”
- Menekan atau menahan berbagai emosi yang dirasakan
- Merasa rapuh
- Tertarik kepada orang yang tidak menghargai atau memperhatikan dirinya
Memang nggak mudah berdamai dengan luka masa kecil, terutama jika luka itu amat dalam dan berat hingga menimbulkan trauma. Tak jarang, seseorang tidak menyadari bahwa ia memiliki luka, dan baru tersadar setelah melihat gaya dan caranya yang keliru dalam mengasuh anak.
Ini beberapa cara yang bisa ditempuh untuk berdamai dengan luka inner child menurut Mbak Alia:
1. Kenali diri sendiri dan bersikap terbuka
Merefleksikan pengalaman sejak kecil sampai hari ini; menerima bahwa apa pun yang terjadi itu adalah bagian dari diri dan hidup kita.
2. Penuhi kebutuhan inner child kita
Bila ada yang bisa kita lakukan saat ini untuk memenuhi kebutuhan inner child yang tak terpenuhi di masa kecil terutama dalam hal emosi, lakukanlah. Ini disebut juga reparenting inner child kita. Misalnya, katakan pada diri sendiri, “tidak apa-apa untuk menangis,” atau “terima kasih sudah sampai di sini.” Namun, coba juga untuk berdamai dengan hal-hal yang tidak mungkin bisa kita ubah sekarang. Terimalah itu agar kita lebih lega.
3. Sadarilah bahwa anak adalah individu yang terpisah dari kita
Mereka tidak harus mengalami atau menjadi sama dengan kita, meneruskan mimpi-mimpi kita, atau ikut jadi korban atas konflik-konfilk yang belum selesai pada diri kita.
4. Jangan ragu untuk terus berproses
Karena parenting adalah perjalanan panjang. Jika luka masa kecil memengaruhi kita melakukan hal yang keliru kepada anak, refleksikan dan evaluasi, kemudian atur strategi baru. Parenting itu tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin dilakukan dengan benar.
5. Berbicara dengan masa lalu
Misalnya menulis diary atau journaling, dan mengekspresikan seluruh pengalaman dan perasaan kita di masa lalu di atas kertas.
6. Berkonsultasi dengan psikolog
Jika segala upaya yang dilakukan tak menunjukkan hasil, jangan sungkan berbicara dengan psikolog. “Psikolog bisa menggunakan pendekatan tertentu yang lebih efektif membantu proses healing seseorang akan masa lalu,” tutup Mbak Alia.
Yuk, jangan takut berjumpa kembali dengan luka inner child kita, rangkul , berdamai dengannya dan katakan, “aku sudah nggak apa-apa, luka itu sudah membaik sekarang”.
Baca juga:
Katakan 7 Hal Ini Saat Reparenting Inner Child