banner-detik
PARENTING & KIDS

6 Alasan Salah Untuk Memiliki Anak

author

Ficky Yusrini02 Feb 2021

6 Alasan Salah Untuk Memiliki Anak

“Kenapa ingin buru-buru punya anak?” Jika beberapa jawaban di bawah ini menjadi alasan Anda, maka Anda sepertinya belum siap untuk memiliki anak.

Sepanjang masa dewasa saya, saya tak pernah membayangkan menjadi seorang ibu. Bahkan, cita-cita saya dulu, menikah di usia sekitar 35 tahun! Di usia 20-an, saya betul-betul menikmati independensi dan mengejar mimpi (yaa walaupun kenyataannya banyak juga mimpi-mimpi yang tidak teraih). Kontras sekali dengan sahabat saya. Ia bercita-cita menikah muda dan langsung punya anak (banyak).

Saat itu, saya termasuk yang meyakini dunia saat ini sangat tidak ramah untuk membesarkan anak. Perubahan iklim, kerusakan lingkungan, krisis sumber daya alam, adalah beberapa faktor kenapa kita harus memikirkan ulang tentang menambah populasi penduduk bumi.

Manusia boleh berencana, tetap Tuhan yang menentukan. Nyatanya, saya menikah dan punya anak lebih dulu dibanding sahabat saya. Saya -yang tak pernah bermimpi jadi ibu dan tidak tahu bagaimana caranya- tiba-tiba harus menjalani peran tersebut, dengan segala keterbatasan, baik materi, mental, dan segalanya. Sebuah perjalanan yang sungguh sangat tidak mudah buat saya, penuh drama dan air mata.

Baca juga: 10 Pertanyaan Wajib pada Pasangan Sebelum Punya Anak

Bagi mereka yang tidak sabar dan ngebet ingin punya anak, ada beberapa pelajaran yang ingin saya bagi. Jangan memiliki anak karena alasan-alasan salah berikut ini...

Capek ditanya orang, “Kapan nikah?” “Kapan punya anak?” Percayalah, pertanyaan orang itu tidak ada ujungnya. Bahkan kalaupun misalnya Anda sudah beranak empat atau lima, akan ada saja yang nyeletuk, “Nggak mau nambah, nih?” “Kan, belum dapat anak cowok!”.

Biar tidak digosipin mandul. Sudah menikah, tapi belum kunjung punya anak, membuat Anda tidak tahan omongan orang? “So, what?” Jangan jadikan anak sekadar untuk pembuktian pada orang lain. Lagipula, teknologi terkini memungkinkan membantu persentase pasangan yang mengalami masalah kesuburan.

Sebagai pengikat pernikahan agar pasangan tidak macam-macam. Serius? Seberapa banyak pasangan menikah dan memiliki anak yang kemudian berpisah? Seberapa banyak pasangan menikah yang memiliki anak pada akhirnya terjebak juga dalam perselingkuhan? Komitmen itu bukan karena anak, tapi karena secara pribadi kita memang mampu bertanggung jawab dengan pilihan kita dan memilih untuk setia.

Biar seru ada yang diposting. Anak bukan aksesori orangtua. Salahkan para Momfluencer muda di IG, Youtube, dan sebagainya, yang suka posting bayinya yang menggemaskan. Didandani keren menghiasi media sosial mereka, anak seolah menjadi ‘piala kebanggaan’. Tanpa sadar, ‘kampanye’ mereka membuat banyak gadis muda ramai-ramai ingin punya anak. Well, jika ingin tahu dunia para Momfluencer itu yang sebenarnya, jangan hanya lihat glamornya atau permukaannya saja. Di balik itu, mereka punya perjuangannya masing-masing, yang belum tentu sanggup kita terima.

Bayi adalah makhluk Tuhan paling imut. Yup, benar sekali. Siapa yang tidak meleleh jika melihat bayi berwajah innocent, pipi tembem memerah tomat, mata belok bercahaya, bertubuh montok, dan sehat. Tapi apakah kita bisa memilih bayi seperti apa yang akan kita lahirkan nanti? Apa pun yang diberikan Tuhan, kita harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Tanyakan pada diri sendiri, siapkah, jika nantinya kita dikirimkan Tuhan bayi dengan segala kekurangan fisik dan kondisi kesehatan yang sangat challenging, yang jauh dari ekspektasi kita. Jika ingin menjadi orangtua, jangan mengharapkan kesempurnaan. Manusia diciptakan tidak sempurna, begitupun anak, sesempurna apa pun kelihatannya, ia tetaplah individu yang punya ketidaksempurnaan. Sepanjang hidup anak, kita juga akan menghadapi proses jatuh bangun sebagai orangtua.

Biar di masa tua ada yang merawat. Pastilah Anda sering mendengar ungkapan seperti itu. Rasanya, menjadi tua renta, kesepian, dan bokek adalah tiga momok terbesar bagi setiap orang. Banyak yang ingin punya anak dengan alasan, biar ada yang menemani, merawat, mengongkosi kita bisa ke Tanah Suci atau liburan keliling dunia, dan berbagai ekspektasi lainnya. Jadilah pribadi yang mandiri, tidak menggantungkan kebahagiaan pribadi kita pada ada atau tidak adanya anak. Tidak menggantungkan kesejahteraan masa tua kita pada pundak anak.

Jika pun menjadi ibu adalah mimpi terbesar Anda, tunggulah, sampai waktu yang tepat, Anda dan pasangan sama-sama siap, menerima seluruh tanggung jawab sebagai orangtua. Tidak perlu merasa bersalah bilamana belum memiliki anak karena ingin menikmati masa muda, masa romantis hanya berdua dengan pasangan, mengejar mimpi, menyembuhkan trauma psikologis, dan sebagainya. Abaikan suara-suara yang menyuruh Anda bergegas punya anak karena begitulah tuntutan sosial.

Baca juga: Sudahkah Kita Punya Value Parenting yang Sama dengan Pasangan?

Menjadi orangtua adalah profesi paling penting di dunia. Tanyakan dulu pada diri sendiri, apakah sebagai pribadi, kita mengalami gangguan mental? Kita mudah meledak secara emosional? Apakah kita siap menghadapi kemungkinan terburuk? Jadilah orangtua karena cinta, kegembiraan, pengorbanan, dan keinginan untuk bertumbuh.

Share Article

author

Ficky Yusrini

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan