Keluarga adalah “sekolah pertama” buat anak belajar berbagai hal, termasuk memahami adanya perbedaan. Sudahkah anak-anak diajari menghargai perbedaan?
Antara ayah, ibu, kakak, adik sudah pasti berbeda. Dari usia hingga bentuk fisik, dari karakter hingga selera, tentu berbeda, walaupun dibesarkan dengan ideologi dan nilai-nilai yang sama. Dari kepribadian yang berbeda-beda ini tentunya akan lahir gagasan-gagasan, ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang berbeda pula dari setiap orang.
Dalam menyikapi perbedaan pendapat yang ada, apakah melulu harus dicari kesepakatan yang sama? Jawabannya, tidak! Terkadang, it’s totally okay to agree to disagree. Biarkan saja tetap berbeda. Ada hal-hal dalam diri atau jalan pikiran orang lain yang nggak bisa kita ubah. Atau bahkan, kita pun punya cara pandang dan pendapat sendiri yang nggak bisa (atau nggak mau) diubah orang lain. Nah, anak-anak perlu memahami hal ini. Mereka perlu diajarkan konsep perbedaan sejak dini, supaya bisa menyikapinya dengan bjiaksana.
Mbak Naomi Ernawati Lestari, M.Psi, Psikolog Klinis menjelaskan: “Penting sekali mengajarkan anak untuk bisa menghargai perbedaan pendapat; karena nantinya, anak akan hidup di lingkungan masyarakat yang plural dan mungkin akan berbeda sekali dengan dia. Menghargai perbedaan membantu anak-anak untuk beradaptasi di lingkungannya, menghargai orang lain dan nggak mengecilkan perbedaan yang ada.”
Tentunya, melatih anak untuk hidup bertoleransi dengan perbedaan, at the same time berani untuk tetap “berbeda”, pastinya nggak semudah teorinya ya, mommies. Orang tua punya peranan penting dalam mencontohkan sikap tersebut. Berikut penjelasan Mbak Naomi lebih lanjut.
“Saya membiasakan membuka diskusi dengan anak sejak ia kecil. Mereka mau nanya apa saja, bahkan yang dirasa aneh sekalipuan, akan berusaha saya jawab,” Mbak Naomi berbagi tips. Berdiskusi secara terbuka juga melatih anak berani mengutarakan pendapatnya, tanpa harus takut dihakimi orang lain.
Dalam berdiskusi, tunjukkan sikap bersedia mendengar pendapatnya, walaupun mommies nggak setuju dengannya. Dengan begitu, anak akan jadi lebih terbuka pada orang tua. Jalinan orang tua dan anak yang didasari saling menghargai perbedaan, bakal membangun kepercayaan dan meningkatkan komunikasi.
Jelaskan pada anak berulang-ulang, bahwa keinginan, pilihan dan pendapatnya dengan teman atau orang lain tidak harus sama. Anak tidak harus mengganti pilihannya, apalagi jika dilakukan dengan terpaksa. Ingat, berbeda itu seru, dan membuat hidup lebih berwarna.
Kadang kala, anak membandingkan keadaan dirinya dengan temannya; atau, menganggap temannya yang nggak sejalan dengannya, salah. Padahal, berbeda bukan berarti lebih jelek atau pasti lebih baik. Mommies bisa memberi contoh sederhana kepada anak, misalnya memilih rute perjalanan. Ada orang yang lebih memilih jalan yang lebih jauh tapi bebas hambatan, tapi ada juga yang cenderung memilih jarak dekat, meski banyak polisi tidur. Tujuannya sama-sama sampai, tapi dengan pilihan cara yang berbeda. Tidak ada yang salah dengan keduanya.
Ketika anak berdiskusi, ia berpeluang mendengar pendapat atau ide dari orang lain. Pikirannya jadi terbuka tentang hal-hal yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Anak-anak belajar bahwa hampir selalu ada lebih dari satu cara untuk melihat sesuatu. Meskipun, ia nggak harus bersepakat dengan gagasan orang lain tersebut, tapi setidaknya, pola pikirnya lebih berkembang.
Tetap ingatkan anak untuk mendengar pendapat orang lain juga, dan bukan hanya ingin didengar. Ia juga perlu mempersiapkan hati, bahwa sewaktu-waktu perbedaan bisa menjadi runcing. Bukan berarti ini harus berakhir dengan perpecahan. Sebaliknya, ajarkan ia untuk legowo ketika pendapatnya tidak disetujui orang lain.
Kemampuan menghargai perbedaan ini adalah life skill penting yang bakal menjadikan anak elegan dalam menghadapi argumentasi di berbagai situasi saat dewasa nanti.
Baca juga:
10 Tanda Orang Tua Tidak Menghargai Anak
Jangan Lakukan 7 Hal Ini Saat Anak Berbuat Salah
8 Hal yang Perlu Diingat Ayah & Ibu Saat Membesarkan Anak
Follow us on Instagram!