Demikian pesan dari Kautsar Ikrami untuk anak-anaknya tentang pentingnya bekerja. Apa lagi yang dia tanamkan ke keluarganya?
Saya kenal Kautsar Ikrami “Ucan” (34) sejak masih di bangku kuliah. Sekarang ini, dia aktif menjabat sebagai General Manager, Programmatic Advertising di Kompas Gramedia. Selain bekerja, keseharian Ucan adalah being present buat Sophia (4) dan Saladin (1,5). Sebagai salah satu working dads yang juga masih menjalani WFH, Ucan bagi-bagi tips bagaimana menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan urusan rumah tangga, di tengah pandemi.
Untuk pekerjaan, ada Slack, yang memisahkan obrolan pekerjaan dan personal, Zoom, buat virtual meeting dengan internal team, atasan dan partners. Buat urusan keluarga, saya pakai Primaku buat mencatat jadwal vaksin dan tumbuh kembang anak, dan Jenius, buat manage keuangan/tabungan, dan Google Home, buat mengatur listrik, lampu dan elektronik lainnya dari jauh.
Bisa dibilang: We survived! Professionally, WFH 6 bulan terakhir ini telah mengajarkan saya dan tim di kantor untuk bekerja lebih efisien dan produktif. Personally, saya bisa menghabiskan lebih banyak quality-time bersama keluarga. Bahkan beberapa kali, saat tak ada meeting, saya menemani anak-anak tidur siang, hingga ikut tertidur :D.
Situasi WFH di rumah juga went well. Kami menyulap kamar tamu menjadi working station sementara. Saya membeli adjustable-working desk agar bisa bekerja sambil duduk ataupun berdiri (biar nggak sakit pinggang, hehehe).
Siapkan ruang khusus yang terisolasi dari kebisingan anak-anak. In my case, saya mengubah kamar tamu menjadi ruang kerja. Informasikan pada anak-anak, bahwa meskipun di rumah, Bapak tetap harus bekerja. Saat pintu tertutup, artinya Bapak sedang meeting, sehingga jangan berisik dan teriak-teriak.
Baca juga: Keseruan WFH dari Sudut Pandang para Ayah
Stay at home dalam jangka panjang terbukti telah meningkatkan kreativitas kami. Mulai dari belajar bercocok tanam, baking kue, belajar membuat kopi, hingga membuat selai roti sendiri. Saya dan istri akhirnya memutuskan untuk menjadi pelaku UMKM dengan melahirkan brand lemon curd yang bernama Lemon Inch.
Saya dan istri rutin berlari di treadmil dan 7-minute workout minimal tiga kali seminggu. Selain itu, konsumsi vitamin C sebelum tidur, rutin memberi madu pada anak-anak, dan berjemur 10-15 menit sehari.
Di awal pandemi, sebagian besar quality time kami memang terpaksa dilakukan di rumah saja. Bikin tenda camping atau main di kolam air kecil di halaman belakang rumah. Kalau bosan, kami naik mobil keliling kota di malam hari sekadar melihat lampu-lampu jalanan.
Sama seperti semua orangtua, kami masih khawatir dengan virus Corona. Sekolah Sophia-pun juga belum dimulai mengingat saat ini seluruh aktivitas dihentikan.
Baca juga: Dad Shaming Membuat para Ayah Merasa Tidak Percaya Diri
Sebagai Ayah, saya cukup aktif ikut andil dalam urusan anak dan keluarga. Tak ada satu schedule vaksin atau kunjungan Dokter yang saya lewatkan. Jika harus cuti, then maybe I’ll do that too.
Saya selalu menekankan dua hal pada anak, yaitu kindness (selalu berbuat baik) and integrity (jujur dan bertanggung jawab). Kelak saat membesarkan anak laki-laki, saya akan memastikan ia juga akan menjadi pekerja keras, because many things in this world are not free, so they need to earn it.
Baca juga: Ayah, Kalian Bukan Support System
Keluarga selalu ada di belakang saya dan mendoakan saya setiap hari. Hal ini pula yang meringankan langkah kaki saya saat harus bekerja dan hustling ke luar rumah, dan menyambut dengan suka cita saat kembali ke rumah.
Fokus dan disiplin: semua hal tak akan berhasil jika tidak ditekuni dan dikerjakan dengan sepenuh hati.
Goal-oriented: malas-malasan tanpa memiliki tujuan tak akan mengubah karir dan masa depan kita.
Growth mindset: kita harus selalu berpikir maju dan tak cepat puas, karena hidup tidak hanya untuk saat ini namun untuk masa depan.