Stop Multitasking, Single Tasking Bukan Berarti Tidak Produktif!

Self

annisast・10 Aug 2020

detail-thumb

Sepanjang yang saya ingat, kalau bicara ibu-ibu dan produktivitas, hampir selalu ada kalimat “ibu-ibu itu harus bisa multitasking”. Padahal kenyataannya, apa iya multitasking itu efektif?

8 Drama Ibu Bekerja di Bulan Puasa - Mommies Daily

Sebagai ibu kita rasanya sibukkk sekali ya. Apalagi ketika ada anak, wah kok otak tuh rasanya bekerja terus. Dalam satu waktu, ada saja yang dipikirkan. Pernah denger dong “kehebatan” perempuan yang jadi anggapan umum, tentang bagaimana perempuan saat berhubungan seks pun masih bisa memikirikan tagihan listrik, piring belum tercuci, dan banyak hal lain.

Nope, ternyata setelah saya menjalani single tasking setahun belakangan, multitasking itu nggak hebat sama sekali. :)))

Multitasking, baik mengerjakan segala sesuatu di waktu yang sama atau memikirkan satu hal saat kita mengerjakan hal lain justru bisa jadi salah satu tanda kita tidak produktif. Bekerja sambil split screen nonton drakor misalnya, pekerjaan tidak maksimal karena kurang fokus

Atau yang tersering, main sama anak sambil scroll Instagram. Jadinya main bareng anak atau duduk bareng aja nih? Kalau main bersama, sudah pasti tidak bisa disambi melakukan hal lain.

Multitasking membuat otak kita berpikir banyak hal dalam waktu bersamaan. Multitasking membuat kita berhenti melakukan satu hal dan fokus pada hal lain sehingga pada akhirnya satu pekerjaan pun jadi lebih lambat selesainya karena ya terdistraksi hal lain.

Multitasking bukan hanya tidak efisien tapi juga stresful. Rasanya kita punya banyak sekali pekerjaan yang harus selesai dalam waktu bersamaan. Padahal kan mustahil. Kerja, sambil chat follow up, sambil telepon sana-sana. Pekerjaannya selesai kapan kalau begitu?

Maka buat to do list dan lakukan satu per satu, fokus di satu hal sampai selesai baru pindah melakukan hal lain lagi. Iya sampai selesai, pada akhirnya tujuan kita menyelesaikan pekerjaan, kan? Bukan memulai sesuatu yang banyak tapi yang selesai hanya sedikit?

Uniknya ya, single tasking ternyata lebih sulit ahahaha. Single tasking memaksa kita untuk fokus dan tidak mudah terdistraksi. Melatih kesabaran dan ternyata sulit kalau tidak dipaksakan.

Yang saya lakukan kalau sudah mulai terdistraksi atau memikirkan hal lain saat mengerjakan sesuatu biasanya tarik napas, buang. “Oke saya sedang menyapu lantai, memikirkan menu makan malam nanti lagi dulu” atau “oke saya sedang main bersama anak, cucian piring tidak perlu dipikirkan dulu”.

Karena dipikirkan sekarang pun biar apa selain menuh-menuhin otak kita? Fokus pada satu hal (atau bahasa kerennya “mindful”) membuat kita lebih tenang dan tidak mudah stres.

Bagaimana agar kita bisa berhenti multitasking?

  • Punya to do list harian yang jelas dan jam pengerjaannya.
  • Tidur cukup, makan bergizi.
  • Kurangi distraksi, jauhkan ponsel.
Belajar bilang tidak, jika memang tidak ada waktunya.
  • Matikan notifikasi yang tidak perlu. Komentar di Instagram tidak perlu langsung dibalas kok. Saya mute all notification dan sepenuhnya percaya bahwa yang sangat urgent akan menelepon.
  • Ingat untuk bernapas, kadang napas jadi sesuatu yang kita lupakan padahal bisa menarik kita untuk kembali fokus pada apa yang sedang kita lakukan sekarang.
  • Jadi yuk coba single tasking. Akan terasa ternyata pekerjaan kita tidak seberat dan sebanyak saat kita berusaha mengerjakan semuanya sekaligus.

    Baca juga:

    Apa Saja, Sih, Bentuk Diskriminasi Terhadap Ibu Bekerja?

    Saat Rasanya Terlalu Banyak yang Harus Dilakukan Sebagai Ibu Bekerja

    Ini Alasan Self-Care Harus Jadi Prioritas untuk Ibu Bekerja Sukses dan Bahagia