Cobalah sempatkan melihat seluruh tips bagaimana menjadi ibu bekerja yang sukses. Pastinya self-care adalah salah satu tips yang selalu ada. Tapi ada di nomor berapa?
Sebagai ibu, apa lagi ibu bekerja seringkali kebutuhan diri sendiri auto-paling belakang. Disadari maupun tidak, kepentingan anak-anak, suami, pekerjaan, urusan rumah tangga, pasti selalu ditempatkan lebih dulu.
Padahal self-care penting untuk membuat ibu terutama ibu bekerja tetap waras. Ini dia alasan mengapa self care itu penting buat ibu bekerja.
Ini, tuh, bukan isapan jempol belaka. Familiar,kan, dengan omongan,”Bayi saja tahu kalau ibunya lagi kesal. Makanya dia jadi rewel.” Itulah salah satu alasan kenapa me time yang merupakan bagian dari self-care, menjadi sangat penting.
Keinginan ibu itu biasanya juga nggak muluk-muluk, kok, dan sangat pengertian. Sekadar bisa mandi berendam air hangat 30 menit tanpa gangguan bisa jadi self-care. Ada juga yang senang menyeruput kopi sambil memandang ke luar jendela dengan tenang (alias tanpa jeritan dan kalau bisa ngopinya di coffee house).
Self-care bisa menyuntikkan spirit ke jiwa seorang ibu bekerja dan akan beraktivitas dengan enerjik sepanjang sisa hari. Intinya, nih, dengan memerhatikan kebutuhan diri, ibu bekerja akan lebih baik dalam memenuhi kebutuhan sekelilingnya.
Over thinking, terlalu banyak lembur, sampai kurang tidur melepaskan hormon kortisol ke dalam aliran darah, memicu penyimpanan lemak di sekitar pinggang. Yang kayak gini meningkatkan risiko diabetes, radang sendi, hingga masalah jantung.
Belum lagi krisis percaya diri. Self-care nggak melulu me-time tapi juga menjaga kesehatan. Working mom sebaiknya sempatkan diri untuk berolahraga teratur, dan menerapkan pola hidup yang baik. Hindari stres juga walau bicara lebih mudah daripada praktiknya, ya, kan?
Self-care juga berarti menjaga diri ibu bekerja untuk tetap waras. Nggak perlu ‘terpaksa’ jadi super woman, semua-mua mau dikerjakan. Bantuan orang lain juga perlu, lho. Bagaimana pun ibu bekerja ada makhluk sosial yang tidak bisa berdiri sendiri.
Sesekali tinggalkan anak-anak bersama ayah atau kakek-nenek mereka (tentunya setelah disepakati bersama, ya) saat weekend, dan pergilag makan siang bersama teman-teman geng SMA yang sudah lama nggak ketemu.
Para ayah mungkin saja nggak sesabar para ibu dalam memberikan makan si kecil, atau kakek-nenek lebih mudah terenyuh ketika si cucu merengek minta beli es krim, padahal belum lama dia makan coklat. Sesekali ketika semua tidak berjalan seperti yang kita mau, kita mungkin harus sedikit lebih fleksibel.
Begitu juga di tempat kerja, coba cek lagi, ada nggak, sih, karyawan junior yang ingin maju. Mungkin mereka akan tertarik pada beberapa pekerjaan yang dapat Anda delegasikan kepada mereka. Bisa jadi hasilnya nggak akan seperti ketika Anda yang melakukannya, tapi paling tidak Anda jadi memiliki lebih banyak waktu luang untuk diri sendiri. Positifnya Anda memberi kesempatan mereka untuk berkembang, lho.
Baca juga:
Ayah, Kalian Bukan Support System!