Yang selama ini sudah merasa yakin kehidupan sex rumah tangganya baik-baik saja, coba cek dan ricek tiga fungsi ini. Apakah hubungan seksual mommies dan pasangan mommies, memenuhi tiga fungsi sex yang sehat menurut pakar berikut ini?
“Hubungan seksualitas antar suami dan istri, membantu menjaga kualitas dan kelanggengan hubungan,” kata Nadya Pramesrani, M. Psi. ,Psikolog Keluarga, sekaligus Co-Founder Rumah Dandelion.
Dan sebaliknya, kata Mbak Nadya kualitas sex yang buruk menjadi salah satu alasan utama terjadi perselingkuhan. Tak hanya itu, hal ini menyebabkan penuruan kualitas hubungan secara umum, sehingga berdampak pada kebahagiaan seseorang secara umum. Wow! Segitu signifikannya, ya, dampak baik buruknya hubungan seksualitas suami dan istri.
Baca juga:
Cara Agar Sesi ‘Mesra-Mesraan’ Lebih Terasa Nikmat
Lalu, apa saja indikator sebuah hubungan sex bisa dikatakan sehat? Yuk, dibaca dengan saksama penjelasan dari Mbak Nadya.
Kaitannya adalah ketika seks dilakukan dengan bertanggung jawab, sesuai norma dan ajaran yang berlaku. Selain itu, dilakukan dengan orang dan waktu yang tepat – dan sesuai dari segi agama, hukum dan norma sosial. Ketika seks itu dilakukan pada konteks hubungan di luar pernikahan itu, kan, menjadi tidak sehat secara biologis, emosional dan agama. Namun Nadya mengingatkan, terpulang lagi ke nilai-nilai setiap individu.
Seks itu sebagai sarana untuk bersenang-senang dengan pasangan. Sayangnya untuk pasangan yang sudah lama menikah, kadang seks tidak lagi dipandang sebagai ajang rekreasi. Jadi kewajiban saja. Dalam konteks pasangan yang sudah menikah, sah secara agama, hukum dan diterima secara sosial – seks juga harus menjadi sesuatu yang menyenangkan. Menyenangkan di sini artinya melakukan hubungannya sesuai dengan kenyamanan kedua belah pihak.
Untuk mendapatkan kenyamanan tersebut, Mbak Nadya bilang dibutuhkan komunikasi seks yang terbuka. Komunikasi terbuka soal seks, tidak terbatas pada apa yang kamu suka, dan apa yang saya mau dan tidak mau. Tapi secara umum juga dibahas, pandangan masing-masing pasangan tentang seks seperti apa, hal-hal yang berisiko menjadi masalah di kemudian hari, sebaiknya dibicarakan di depan. Komunikasi seks terbuka juga sebaiknya dilakukan pasangan yang akan menikah.
Fungsi ini terkait dengan frekuensi, karena well being yang dimaksud di sini, kepuasan secara seksual membantu meningkatkan kesehatan mental – kedua pihak mendapatkan kepuasan seksual. Nah, yang menjadi masalah adalah, kepuasaan seksual sifatnya subjektif, yang paling mudah dilihat sebenarnya dari seberapa banyak, sih, seseorang membutuhkan stimulasi seksual untuk mendapatkan kepuasaan/orgasme.
Analoginya Mbak Nadya menggambarkan. Ada orang yang sudah kenyang makan lima tusuk sate, ada juga yang baru kenyang makan 15 tusuk sate. Buat orang yang biasanya makan 15 tusuk, disuruh makan lima, orang tersebut akan kelaparan, tidak berfungsi dengan baik, mencari makanan lain.
Sedangkan yang terbiasa kenyang hanya dengan lima tusuk, disuruh makan 15, akan muntah-muntah. Jadi kurang lebih kepuasaan seksual ini, sifatnya subjektif, kita tidak bisa bilang juga pasangan hiper seksual, karena butuh metode khusus untuk menegakkan diagnosa. Tapi, terkait durasi dan frekuensi, butuh dikomunikasikan.
Jadi kesimpulan dari analogi yang Mbak Nadya berikan adalah, perlu disepakati dan dicari jalan tengahnya, terkait frekuensi dan melaksanakan hubungan seks ini, apa yang dibutuhkan kedua belah pihak untuk mencapai kepuasan.
Misalnya masalah yang paling banyak dialami pasangan adalah soal orgasme. Kata Mbak Nadya, tidak harus bersamaan, lho, jika memang dirasa sulit atau salah satu pasangan ada kasus tertentu yang tidak memungkinkan orgasme bersamaan, tinggal dicari jalan tengahnya, dengan komunikasi terbuka ini. Jika menemukan jalan buntu, cari bantuan ke psikolog pernikahan.
Lantas apa akibatnya jika tidak terpenuhi 3 fungsi tadi? Mbak Nadya bilang, “seks hanya menjadi beban, karena menganggap seks sebatas kewajiban, bukan sesuatu yang kita inginkan dan butuhkan.”
Baca juga:
Mau Mencapai Orgasme Bersama? Coba 3 Cara Ini
-
Duh sedih kan, kalau akhirnya ritual seksual dengan pasangan yang seharusnya menyenangkan, menjadi media melekatkan hubungan malah sebaliknya. Jadi, yuk, sempatkan ngobrol tentang tiga fungsi ini dengan pasangan. Apakah sudah ideal, atau butuh membenahi salah satunya. Jangan segan untuk minta bantuan ahlinya, jika dirasa menemukan jalan buntu.