Begini Batasan Privasi dan Rahasia Anak Remaja Menurut Psikolog

Parenting & Kids

annisast・18 Apr 2019

detail-thumb

Saat anak berusia balita, rasanya gampang sekali untuk mengorek kesehariannya. Sekarang ia punya diary sendiri dan menutup laptop saat kita masuk ruangan.

Kita sebagai orangtua mulai panik dong, apa yang ia sembunyikan? Padahal anak juga boleh lho punya rahasia! Ia boleh punya privasi sendiri tentu dengan kesepakatan tertentu.

privasi dan rahasia remaja begini batasannya menurut psikolog

Menurut psikolog anak dan keluarga Vera Itabiliana Hadiwidjojo, sebelum usia 20 tahun segala keputusan anak masih dipengaruhi oleh emosi sehingga wajar jika remaja dibilang sering galau dan baper. Jadi justru kita yang harus sebisa mungkin menjaga pola komunikasi agar agar tidak terlihat sangat ingin tahu. Agar gaya yang keluar tidak berupa gaya interogasi, kepo, karena itu membuat anak tidak nyaman

“Ketika mereka mengembangkan konsep diri mereka juga belajar bahwa ada hal-hal yang lebih nyaman untuk di-keep sendiri. Nah itu nggak apa-apa, nggak masalah sepanjang itu nggak menyangkut hidup dan mati, nggak menyangkut masa depannya dia. Itu yang perlu kita sampaikan pada anak,” ujar mbak Vera.

Ini beberapa cara yang bisa ditiru tentang kebutuhan privasi anak saat remaja:

Buat batasan yang jelas tentang pemakaian media sosial

Sepakati hal-hal seperti apakah mama dan papa boleh melihat chat kamu bersama teman-teman? Apakah mama dan papa boleh punya akses ke akun Instagram pribadimu?

Setelah sepakat, selalu hargai kesepakatan itu dan jangan dilanggar karena akan merusak kepercayaan anak.

(Baca juga: Stres Remaja Ternyata Lebih Parah dari Stres Dewasa)

Terima kenyataan kalau ia memang akan beranjak dewasa

Memasuki usia 14 tahun, anak akan mulai menutup pintu kamar, punya rahasia, dan akan mulai percaya saran dari teman. Yang harus diperhatikan adalah: sadari kalau ia bukan bagian dari kita. Ia anak kita tapi ia adalah individu sendiri.

Punya privasi dan rahasia ini jadi penting untuk mengembangkan konsep diri. Jadi yang bisa kita lakukan adalah berkomunikasi tanpa menghakimi terutama untuk hal-hal yang sekiranya “kontroversial” seperti rokok atau peer pressure lain di kalangan remaja.

Jangan mengawasi diam-diam

Jika anak sudah sepakat dan diberi kepercayaan namun ia melanggarnya, pastikan ia tahu kalau mulai sekarang kita sebagai orangtua akan mengawasinya. Hal ini wajar karena kan ia yang melanggar kesepakatan.

Privasi sebaiknya jadi privilege bagi kedua pihak, jika kita yang melanggar kita yang kehilangan rasa percaya anak dan ketika anak yang melanggar, ia akan kehilangan privasinya. Pastikan ia paham tentang hal ini.

Hargai jurnal dan diary-nya

Teman kantor saya bilang ia gemas sekali ingin membaca diary anaknya namun tidak ia lakukan. Sudah benar karena membaca yang seharusnya tidak dibaca akan membuat kita bingung sebagai orangtua. Terutama jika anak menulis masalah-masalahnya, pasti gemas kan ingin ikut memberi solusi?

Jangan ya moms. Lebih baik tidak dibaca daripada melukai kepercayaan yang sudah dibangun sejak lama.

Pastikan rahasianya tidak mengancam masa depan dan nyawa

Ini poin penting yang juga dikatakan mbak Vera, sepakati bahwa ia akan selalu bicara soal hal-hal yang menyangkut masa depan dan nyawa seperti pacaran, drugs, atau eating disorder. Sulit memang tapi memang harus lebih peka jadi orangtua. jika sesuatu terlihat tidak normal, diskusikan dan tanya apa yang terjadi.

Source: realsimple.com

(Baca juga: Begini Ternyata Rasanya Hidup Bersama Anak Remaja)