Maudy Ayunda bikin heboh karena “kegalauannya” tidak bisa dirasakan semua orang. Ia diterima di dua universitas ternama dunia, Harvard dan Stanford untuk kuliah masternya.
Ini jenis kegalauan yang bikin bangga, sungguh. Saya yang bukan siapa-siapanya saja kagum, apalagi orangtua dan penggemarnya kan. Dan sebagai ibu-ibu, satu hal yang saya pikirkan: gimana agar anak saya senang belajar seperti Maudy?
Keywordnya: senang belajar.
Saya pernah mewawancarai Maudy Ayunda, artikelnya bisa dibaca di sini. Ia bilang ia senang belajar dan membaca buku sampai ibunya berkali-kali bilang semua harus seimbang. Belajar saja sampai dilarang, artinya ini anak sudah belajar dengan berlebihan kan.
Atau seperti Iqbaal Ramadhan, gimana caranya agar anak sekolah bisa mengapresiasi sebagai anak yang bilang kalau belajar itu fun bukan hanya sekadar sebagai Dilan hahahaha.
Karena Iqbaal dan Maudy itu contoh anak-anak yang bisa berkarier di dunia hiburan sebagai hobi dan juga sukses dalam pendidikan. Cocok sekali untuk jadi idola anak-anak kita kan?
Bagi Iqbaal yang sejak kecil sibuk bersama CJR, Ibunya selalu menekankan Iqbaal harus belajar sungguh-sungguh di sekolah. Pantang pulang sebelum paham karena sepulang sekolah ia tidak bisa lagi mengulang pelajaran karena jadwalnya yang padat.
Dari berbagai sumber, saya merangkum tentang anak dan role model. Apa saja yang harus diperhatikan?
Iya, mau tidak mau kita adalah role model pertama bagi anak. Ingin anak senang membaca buku, tunjukkan kita juga senang membaca buku. Ingin anak senang belajar, tunjukkan bahwa kita juga senang belajar hal baru.
Anak-anak belajar dari lingkungan terdekat, bagaimana ibunya diperlakukan ayah, bagaimana orangtuanya berkomentar pada orang lain, bagaimana ayah dan ibu membagi tugas di rumah, dan banyak lagi. Dari ibu yang bekerja saja anak bisa mengidolakan perempuan yang sukses punya karier profesional. Dari ayah yang suka membantu pekerjaan rumah tangga, anak bisa belajar kalau dapur itu bukan hanya urusan perempuan.
Semakin besar, anak akan mulai kenal selebriti di TV, Instagram atau YouTube. Tentu ini hal yang normal tapi harus diingat kalau idola ini bisa jadi role model anak. Pastikan sosok idola ini sesuai dengan value keluarga.
Tanyakan hal-hal berikut ini tentang idola anak: Apa yang membuat kamu mengidolakan dia? Kamu ingin seperti dia nggak? Apakah yang dia lakukan positif? Apakah kegiatannya menginspirasi kamu untuk jadi orang yang lebih baik?
Kita membesarkan generasi Alpha yang akan terus lekat dengan teknologi seumur hidupnya. Jadi menurut saya sih tidak perlu anak dilarang nonton YouTube atau di masa depan dilarang punya media sosial.
Punya media sosial boleh saja asal untuk pamer karya. Media sosial bisa jadi portofolio dan sejarah perjalanan anak melakukan hobinya. Jadi buat aturan jelas saat anak main media sosial. Begitu pun dengan idolanya di dunia maya, pastikan memang membuat sesuatu yang membuat impact dan bukan sekadar pamer selfie semata.
Lengkapnya sudah pernah ditulis di sini: Saat Anak Minta Izin untuk Punya Instagram
Harus diingat, bisa saja anak berakhir punya idola sendiri. Jika itu terjadi, kita tetap bisa mengarahkannya untuk melihat sisi positif dari sang idola. Seperti kegalauan ibu-ibu saat kemarin Atta Halilintar dapat diamond play button dari YouTube dengan subscribers 11juta. Ibu-ibu khawatir gimana kalau anak-anak jadi bercita-cita ingin jadi YouTubers karena lihat Atta?
Menurut saya ya tidak apa-apa asal punya karya. Anak suka main game, arahkan untuk sekolah bikin game. Anak suka fashion, arahkan untuk sekolah jadi desainer, anak suka YouTube, arahkan untuk sekolah film.
Seharusnya, semua ada di tangan kita kan?