Ditulis oleh: Lariza Puteri
“Ketika itu, tanpa sadar saya ingin menabrakkan diri ke kereta yang sedang lewat.”
Tiga bulan setelah Gia lahir, saya masih merasa ada yang tidak beres dengan diri saya. Ternyata, bayi kedua saya ini sangat berbeda dengan kakaknya dulu. Seingat saya, anak saya yang pertama sangat jarang menangis. Saat saya sedang tidak ada di sekitarnya, ia dengan mudah menyibukkan diri. Entah bermain dengan mainan yang kebetulan ada di sekitarnya, atau sekadar bermain-main dengan tangan dan kakinya sendiri. Sedangkan, anak kedua saya, whaawwww….saya tinggal ke kamar mandi sebentar saja nangisnya sudah seperti dipukulin 10 orang. Kenceng bener.
Sampai saya mikir, apa sih yang salah sama saya??? Saya jadi terus menerus menyalahkan diri sendiri. Segala macam usaha untuk memperbaiki suasana hati nggak membuat semuanya membaik. Saya jadi gampang cemas dan susah tidur. Dan muncullah perasaan ingin menabrakkan diri ke kereta. Rasanya, seperti ada dorongan, entah dari mana untuk terus melaju. Untung saja, seorang ibu lain yang kebetulan berdiri di sebelah saya menarik ke belakang.
Belakangan, saya sadar bahwa saya mengalami postpartum depression. Masih untung saya bisa menahan diri, dan kemudian mencari jalan keluar bersama suami. Saya pun semakin getol mencari tahu dan akhirnya saya paham kalau banyak ibu baru mengalami hal sama.
Menurut American Psychological Association, postpartum depression ini dapat memengaruhi satu dari tujuh wanita setiap tahunnya. Sedangkan menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Pediatrics tahun 2016, postpartum depression ini memengaruhi 15 persen wanita selama 3 bulan setelah melahirkan. Bila bayi lahir prematur, kondisi ini bisa meningkat 2 kali lipat.
Apa, sebetulnya penyebab kondisi tak menentu ini? Ternyata ada beberapa kondisi yang rentan membuat kemungkinan ibu baru mengalami Postpartum Depression meningkat. Penting banget dimengerti oleh para ibu baru dan juga orang-orang di sekitarnya:
1. Kelelahan
Menurut penelitian, kelelahan atau perasaan sangat lelah dapat meningkatkan 7 hingga 27 kali lipat kejadian postpartum depression. Saat fisik merasa sangat lelah, kurang tidur, punggung rasanya mau copot karena terus-terusan menyusui, akal juga ikut merasa lelah sehingga memunculkan depresi, menganggap bahwa kita tidak mampu. Well, inilah mengapa banyak orang yang bilang, "It is oke, untuk mencari bantuan dari siapapun untuk mengurus bayi." Dan saya setuju itu.
Baca juga:
Ibu yang Bahagia Katanya Melakukan 7 Hal Ini
2. Tangisan bayi yang tak berhenti
Bayi yang menangis terus menerus dapat meningkatkan risiko terkena postpartum depression hingga 4 kali. Bayi menangis memang banyak sebab, karena itu kan cara satu-satunya dia berkomunikasi. Entah tak nyaman dengan bajunya, perutnya yang lapar, atau tak nyaman dengan udara sekitarnya. PR terberatnya adalah mencari tahu penyebab bayi menangis, yang terkadang hanya dia dan Tuhan yang tahu. Tapi, sadarilah, bahwa menjadi orangtua adalah belajar. Termasuk belajar mengartikan tangisan bayi. Dan hal ini butuh waktu, jadi bersabarlah.
3. Merasa tidak didukung dan tidak siap
Banyak orangtua baru yang memilih untuk mengasuh bayi sendiri dengan pengetahuan yang ia miliki. Hasilnya, saat ada hal yang tidak sesuai dengan ilmunya, depresi pun muncul. Padahal, tak apa, lho mendengarkan masukan dari eyang atau orangtua kita untuk sekadar menambah pengetahuan. Nyatanya hal ini bisa mengurangi sedikit rasa cemas yang berujung pada depresi.
4. Suasana hati tidak stabil sejak kehamilan
Suasana hati yang tidak stabil biasanya dipengaruhi oleh rasa tidak percaya diri, pengalaman dan ketidaktahuan tentang proses persalinan. Awalnya kan kita membayangkan persalinan itu semacam proses yang menyenangkan, karena tak lama sang ibu akan bertemu bayi. Kenyataannya, rasa sakit, proses yang lama, apalagi bila ditambah dengan terjadinya hal-hal yang tak diharapkan, membuat seorang wanita menjadi lebih rentan mengalami stres. Stres yang berkepanjangan ini jugalah yang mudah berkembang menjadi pikiran negatif. Ujungnya, ibu pun menganggap bahwa dirinya 'ibu yang buruk' atau bahkan gagal menjadi ibu.
Jadi untuk para ibu baru di luar sana, begitu mengalami perasaan nggak nyaman, jangan ragu mencari teman bicara ya :).