Sudah siap dengan dampak yang ditimbulkan kalau anda gemar mengumbar urusan rumah tangga di social media?
“Relationships are harder now, because conversations become texting, arguments become phone calls, and feelings become status updates.” -NN
Nggak mau dong, kehidupan rumah tangga kita seperti penggalan kalimat terakhir dari quote barusan? Ada masalah sama pasangan, kok, ya malah diumbar di social media. Emang si FB, path, IG dan kawan-kawannya itu, bisa menyelesaikan masalah mommies?
Kalau saya pribadi, memang bukan tipe yang dengan gampangnya “memuntahkan” isi hati saya menyoal rumah tangga. Lah, wong, orangnya ada di rumah, ya diobrolin aja langsung. Apalagi suami saya bukan orang yang demen main social media. IG cuma punya aja, tapi belum ada postingan apa, hahaha. FB sebatas punya, supaya bisa terhubung dengan teman-teman lama, begitu juga dengan path, jarang update status, seringnya nge-love status istrinya ajuah :D
Ya beda orang beda prinsip. Saya pernah menemukan teman yang dengan gamblang rajin update status di FB mengenai permasalahan rumah tangganya. Itu terpulang lagi soal hak pribadi, kalau saya? masih berprinsip enggan mengumbar masalah rumah tangga di social media, atas beberapa alasan berikut ini.
Percaya deh mommies, status anda di social media apapun siafatnya abadi, meski sudah dihapus! Ini terjadi salah satunya, jika ada pihak yang meng-capture status kita, dan disebarluaskan. Jadi kebayangkan, suatu saat nanti anak anda melihat bagaimana sepak terjang ibunya di social media. Menurut saya, ini meninggalkan kesan yang kurang baik untuk anak. Mengumbar sesuatu yang sifatnya pribadi.
Lingkaran pertemanan di social media itu sempit banget! Kabar gonjang ganjing anda dan pasangan di socmed, bukan tidak mungkin akan sampai ke telinga keluarga besar kedua belah pihak. Apa jadinya kalau sedang ada pertemuan keluarga, dan mereka yang tahu “kabar hangat” dari anda menatap tajam anda. Mending kalau cuma diliatin, kalau dihujani pertanyaan di saat yang nggak tepat? Runyam deh urusan...
Mommies..., kita emang harus optimis masih banyak orang baik di dunia ini. Tapi sebaliknya, ada juga segelintir dari mereka yang nggak segan memutar balikkan fakta, dan berasumsi macam-macam tentang status yang kita buat. Maksud hati kita “A”, nyampenya di orang itu “C”, namanya juga bahasa text, ambigu, dan multitafsir. Iya kalau hanya disimpan untuk konsumsi pribadi, kalau lantas postingan anda di screen shoot dan disebarluaskan untuk jadi bahan gunjingan? Lebih baik, tahan diri, mommies.
Setiap dari kita pasti punya peran masing-masing di lingkungan. Misalnya ada mommies yang berprofesi sebagai guru, manajer,mompreneur, dan lain-lain. Susah payah, selama ini mommies membangun kepercayaan orang-orang terhadap diri anda, dan bisa jatuh sesaat hanya karena mengetik beberapa kata di social media. Apalagi, bagi anda yang kerap berurusan dengan klien-klien, duh, it’s a big NO NO, deh. Karena Anda kan juga mewakili citra perusahaan tempat dimana anda kerja, dan sebagai icon dari keluarga kecil mommies. Apalagi zaman sekarang, perusahaan yang akan merekrut pegawai juga menjadikan content social media calon karyawannya sebagai bahan pertimbangan. Singkatnya, isi social media mommies, khusus status, juga mewakili siapa diri mommies sebenarnya.
Seperti di awal saya bilang, sejauh mommies masih bermasalah dengan manusia, ya diobrolin aja. Cari waktu yang tepat, misalnya kalau masih sama-sama emosi, endapkan sehari dulu. Biasanya kalau saya nih, mommies. Habis ada selisih paham dengan suami, keesokan harinya emosi saya sudah netral lagi. Dan akan lebih fokus membicarakan baik-baik konflik yang tersisa kemarin.
Sekadar kiat dari saya, kalau emang dirasa nggak bisa membendung ingin menuliskan isi hati yang sedang marah ke FB, path, IG dan lainnya. Pikir berulang kali, kalau itu berupa kata-kata, tulis dulu di aplikasi notes atau semacamnya. Hal yang juga berlaku untuk image yang dilengkapi quote tertentu. Baca lagi dan lagi, lalu tanya ke hati kecil, “Duh pantas nggak sih saya pasang status semacam ini? Apa iya nggak malu kalau dibaca teman, rekan kerja dan saudara?”
Baca juga: