Bercinta setiap hari, boleh nggak sih? Apakah hal ini justru akan mengganggu kesuburan yang justru menghambat proses kehamilan?
Beberapa waktu lalu salah satu teman saya curhat, ia mengaku sangat khawatir lantaran setelah 6 bulan menikah belum juga ada tanda-tanda kehamilan. "Memang, sih, gue dan suami belum cek kesehatan lebih lanjut. Tapi, selama ini gue udah usaha mati-matian. Bahkan, bisa dibilang setiap hari gue berhubungan intim dengan suami. Apa jangan-jangan karena hal iniyang justru bisa menghambat?"
Mendengar curhatan teman saya ini, selain jadi 'tong sampang' saya pun berusaha menyemangatinya. Termasuk memberikan informasi yang saya ketahui. Sepengetahuan saya, frekwensi bergubungan intim dengan pasangan tidak ada kaitannya dengan infertilitas. Hal ini saya ketahui lewat penjelasan Dr.Mulyadi Tedjapranata,MD, ia menjelaskan bahwa berhubungan intim setiap hari bagi pasangan usia muda tidak mengganggu tingkat kesuburan, namun memang pada usia 40-50 tahun ke atas, di mana hormon testosteron pria mulai menurun akan memengaruhi tingkat kesuburan.
Seksolog yang punya Medizone Clinic di bilangan Kemayoran ini juga menjelaskan kalau berhubungan setiap hari sebenarnya bisa saja dilakukan karena tidak ada batasan atau ketentuan khusus mengenai frekwensi aktivitas seksual. “Hubungan intim antara suami istri selama fisik memadai apabila dilakukan setiap hari boleh saja dilakukan,” ungkapnya
“Yang perlu diperhatikan adalah tingkat kebugaran, dan mood-nya. Agar setelah berhubungan intim, kepuasan pasangan bisa terwujud, baik jasmani ataupun rohani,” ungkap seksolog yang sempat menjabat sebagai general sekretaris Indonesian Association of Sexology.
Namun dalam hal ini dr, Yusfa Rasyid SpOgG juga menambahkan, apabila tujuan berhubungan intim bertujuan untuk mendapatkan anak, memang ada baiknya hubungan seksual tidak dilakukan setiap hari. Hal ini dikerenakan spermatogenesisi itu biasanya baru akan sempurna dalam kurun waktu dua hari. "Kalau memang berhubungan intim hanya untuk fun, memang tidak masalah karena akan tergantung pada pasangan tersebut."
Kalua saya sendiri, setuju dengan apa yang dikatakan dr. Mulyadi ataupun dr. Yusfa, biar bagaimana pun hubungan seksual sebenarnya lebih dari pada sebuah kegiatan fisik yang mempersatukan pasangan suami-istri. Namun, juga merupakan refleksi dari keseluruhan hubungan perkawinan. Jangan sampai hubungan intim dengan suami berubah menjadi sebuah kewajiban saja. Lagi pula, kita pun harus memahami kalau hubungan seks bukan satu-satunya penentu keharmonisan rumah tangga. Bukan nggak mungkin, ya, jika kita merasa hubungan seks dilakukan hanya karena ingin mendapatkan keturunan, justru hanya akan menimbulkan stress saja.
Saya juga pernah membaca sebuah artikel yang menuliskan pengalaman pasangan suami istri yang mendokumentasikan hubungan seks maraton selama 101. Dalam buku buku Just Do It: How One Couple Turned Off the TV and Turned on Their Sex Lives for 101 Days (No Excuses), pasangan Charla adalah Dough Brown mengaku hubungan seks yang dilakukan setiap hari justru menimbulkan chemistry yang mulai hilang.
Kalau berdasarkan pengalaman pribadi, dan rasanya pengalaman kebanyakan ibu di seluruh belahan dunia lainnya, setelah punya anak dan fase pernikahan kian berlanjut, kebanyakan perempuan akan berubah di ranjang setelah menikah. Gimana nggak, ya? Waktu dan tenaga rasanya sudah terkuras untuk urusan domestik, mulai dari mengurus anak, ngurus rumah, mengerjakan pekerjaan di kantor, belum lagi kalau harus menghadapi cek cok dengan pasangan. Urusan seperti ini mau -nggak mau mengikis hasrat seksual. Iya, Bahkan nggak sedikit yang akhirnya merasa 'dingin', nggak punya hasrat ketika 'dicolek' suami.
Balik lagi ke curhatan teman saya, kehadiran anak memang nggak bisa dipungkiri memang akan menambah kebahagian dalam sebuah pernikahan. Nggak mengherankan kalau masalah infertilitas jadi momok yang menakutkan. Infertilitas sendiri bisa diartikan sebagai ketidakmampuan pasutri yang sudah melakukan frekuensi hubungan seksual secara teratur tanpa alat kontrasepsi untuk memiliki anak dalam kurun waktu satu tahun.
Kesuburan ini tentu saja bukan saja disebabkan oleh kodisi perempuan yang tidak subur. Karena pada dasarnya, baik perempuan ataupun laki-laki bisa saja menghadapi masalah infertilitas. Biasanya, sih, ketidaksuburan perempuan akan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti usia, pola gaya hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok ataupun minum alkohol termasuk ganguan ovulasi. Sementara faktor risiko infertilitas pada laki-laki tentu saja akan berbeda. Lain kali, akan saya ulas lebih dalam, ya.
Jadi.... umh... masih tetap mau, dong, kalau diajak mesra-mesraan sama suami setiap hari?