Motherhood Monday: Lucy Akmaltalia, Mengenalkan Warisan Budaya Lewat Swans Twenty

Entrepreneur

adiesty・03 Aug 2015

detail-thumb

Swans Twenty merupakan produk buatan Indonesia yang mengusung spirit traditional touch of modern Indonesia. Koleksinya selalu menggunakan material kain tradisional dirancang modern dengan cutting yang sederhana.

Siapa di antara Mommies yang senang menggunakan produk lokal dengan sentuhan tradisioanal Indonesia? Saya sendiri bisa dibilang pengagum kain-kain tradisional, seperti batik, tenun, atau songket. Setiap melihat produk yang menggunakan material kain-kain tradisional seperti ini, mata saya langsung ‘hijau’. Bawaannya selalu mau dibeli, hahaha. Salah satu produk yang sering menggoda saya adalah Swans Twenty.

Belum lama ini saya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan ibu dari D. Rizky Bimo Hartono (16 tahun) dan Raina Vannaty Putri Ernawan (14 tahun) di kediamannya di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Waktu itu, perempuan yang berlatar belakang Marketing ini banyak bercerita mengenai bisnis yang ia rintis dari tahun 2013 ini. Ternyata untuk urusan desain, Lucy mempercayakannya pada desainer muda, Sofia Sari Dewi peraih juara 3 ajang Citilink Designer Challenge.

lucy1

Ketika Indonesian Fashion Week 2015 dilangsungkan beberapa waktu lalu, produk Swans Twenty juga sempat mengikuti ajang fashion terbesar di Indonesia ini. Waktu itu, Sofie berkolaborasi bersama desainer muda lainnya, Mega Jannaty membuat koleksi busana dengan tema "Transformasi Fashion", yaitu busana yang dapat digunakan pada 2 kesempatan dengan 2 gaya berbeda.

Lucy Akmaltalia, selalu pemilik brand Swans Twenty mengaku bahwa tujuannya mendirikan rumah busana Swans Twenty tidak semata-mata hanya karena ingin mengeruk keuntungan. Ia bermimpi fashion lokal  yang menggunakan material kain tradisional bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Dari sekian banyaknya peluang usaha yang ada, mengapa tertarik membuka usaha di industri fashion yang menggunakan bahan tradisional Indonesia seperti batik dan tenun?

Beberapa tahun belakangan ini, saya melihat indsutri fashion memang berkembang dengan pesat, dari sana makanya saya berpikir untuk membuat sebuah perusaahan yang bergerak di industri fashion dan E-commerce. Selain itu tentunya ingin mengenalkan budaya khususnya kain tradisional Indonesia ke luar negeri.

Ada alasan tersendiri mengapa memilih memasarkan produk lewat e-commerce?

Nggak bisa dipungkiri, ya, kalau masyarakat kita saat ini lebih senang dengan sesuatu yang praktis dan cepat. Dengan menjual produk di E-commerce, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan produk kami tanpa perlu repot kena macet. Lagi pula pemasaran pun lebih mudah menjangkau pasar yang cukup luas. Kedepannya saya juga ingin Swans Twenty menjadi wadah untuk memasarkan produk lokal yang menggunakan bahan material kain tradisional.  Kami ingin membuka peluang dengan mengajak brand yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kami.

Jadi ke depannya Swans Twenty ingin menjadi E-commerce?

Iya, ini salah satu tujuan yang ingin kami capai beberapa tahun mendatang. Saat ini E-Commerce memang sudah banyak sekali, namun rasanya yang mengkhususkan menjual produk lokal dengan sentuhan tradisonal masih jarang. Bahkan belum ada. Kami ingin menyuguhkan kain tradisonal dengan produk yang lebih modern.

Saat ini pemasaran Swans Twenty sudah sampai negara mana saja?

Selain di Indonesia, koleksi kami diminati mancanegara seperti Malaysia, Brunei, Hongkong, dan Australia.

lucy2

Tantangan terbesar yang dirasakan apa, sih, Mbak?

Masyarakat kita itu kan tendensinya akan memakai produk yang banyak digunakan  orang. Untuk itu kami memang masih butuh promosi yang lebih banyak. Jadi supaya masyarakat bisa lebih kenal dengan produk kami. Kalau dari segi keindahan model baju, segi kualitas bahan, kami cukup bersaing, kok. Cuma tidak bisa dipungkiri untuk promosi yang besar itu kan butuh dana yang besar. Untuk saat ini kami juga sangat terbantu dengan sosial media.

Salah satu impian Anda ingin membesarkan Swans Twenty menjadi E-commerce yang memasarkan produk lokal dengan sentuhan tradisional. Untuk mencapai impian tersebut, langkah apa saja yang sudah dilakukan?

Tentunya kami memperhatikan kualitas dulu. Kemudian memperhatikan kepuasan pembeli, jangan sampai mereka kecewa.  Dan karena goal kami ingin menjadikan E- commerce yang besar, tentu kami ingin memiliki sistem website yang baik, mulai dari fotonya, cara pembayaran, dan proses pengiriman produk tangan pembeli bisa cepat. Saat ini kami pun sudah menggandeng usaha-usaha kecil atau rumahan untuk bergabung bersama. Saya ingin maju bersama-sama  mereka.

Bagaimana dengan investasi awal?

Karena usaha saya  ini masih terbilang kecil, untuk awal investasinya nggak terlalu besar, kok. Saya tidak bisa memberikan angka tepatnya. Tapi yang pasti untuk awal tidak sampai ratusan juta.

Salah satu visi Swans Twenty adalah mengenalkan budaya kita pada masyarakat dunia. Bagiamana cara Anda mengajarkan budaya pada anak-anak di rumah?

Kenyataannya, mengajarkan dan membuat anak-anak sekarang mencintai kain tradisional memang susah sekali. Apalagi anak-anak sekarang ini lebih pintar dari pada kita. Sudah bisa belanja sendiri secara online.  Tapi dari dulu saya sering menekankan ke anak-anak, kalau kamu sudah mulai tidak melestarikan, budaya tersebut bisa punah. Sama saja dengan binatang langka yang memang harus kita jaga. Apalagi bisa dibilang, kain tradioanal atau budaya itu kan memang salah satu identitas kita. Tapi dengan memberikan contoh dan mendekatkan budaya tradional ke pada mereka, anak-anak bisa terus ingat dan mencintai kekayaan negeri sendiri.

Selain mengajarkan budaya sejak kecil, pola asuh seperti apa yang selalu diterapkan pada anak-anak?

Kalau saya sih yang pertama saya selalu bilang ke anak-anak, kalau hasil nggak terlalu penting buat saya, yang penting adalah prosesnya. Bagaimana mereka menjalani prosesnya. Satu lagi yang penting adalah ahlak, bagaimana anak-anak beretika dan bisa menempatkan diri di mana pun mereka berada karena kita kan tidak tahu seperti apa mereka nanti. Tapi  setidaknya dengan memiliki ahlak dan etika yang baik, harapannya mereka bisa menjalani hidup dengan baik.

Tapi sebagai orangtua saya hanya mengarahkan, hanya bisa menggiring. Namun semua pilihan ada di tangan mereka semua.  Saya selalu berusaha untuk memberikan gambaran, mulai dari hal yang baik sampai yang buruk. Mau coba narkoba? Silakan, tapi risikonya ini dan itu... siap nggak untuk menerima risiko itu? Saya selalu menekankan, akibatnya apa. Silakan saja pilih. karena itu kan hidup mereka. Biarkan saja anak-anak berpikir sendiri.

Jadi orangtua itu kan memang memang mengharuskan kita untuk belajar. Memiliki dua anak yang usianya ABG, hal apa saja yang bisa Anda pelajari?

Meskipun anak-anak saya sudah ABG, tapi saya yang selalu bermanja-maja dengan anak-anak. Bukan anak-anak yang manja ke saya. Bahkan anak saya yang nomer satu sampai bilang, "Mama itu kayak adik aku saja.". Tapi dari sini, saya justru bisa merasa dekat dengan anak-anak.  Saya juga selalu berusaha dekat dengan teman-teman mereka. Punya anak ABG rasanya mengharuskan saya untuk bisa berakting layaknya usia mereka. Tapi, selama ini saya selalu jadi orangtua yang apa adanya saja.

Sebagai ibu, kita ini kan juga jangan lupakan sisi kita yang personal. Jadi diri sendiri saya, saya mengakui ke anak-anak, kalau saya ini bukan tipe ibu rumahan, yang  bisa setiap hari di rumah. Saya pernah setelah melahirkan sempat nggak kerja, di rumah saja, tapi kok rasanya nggak betah, ya? Kondisi seperti ini yang saya utarakan ke anak-anak. Jadi ibu apa adanya saja, jadi diri sendiri.

Lucy

Pernah ada momen nggak, yang membuat Anda merasa gagal sebagai orangtua?

As a person pasti kita pernah gagal, begitu pun saat jadi orangtua. Tapi gagal itu kan proses. Tinggal bagaimana kita ingin dikenang orang termasuk anak-anak? Kalau ada salah atau merasa gagal, ya, bangun saja. Jatuh lagi?  Ya, bangun dan bangkit dan jalan saja. Kita kan justru bisa belajar dari kesalahan atau gagal.

Lewat obrolan kami waktu itu, banyak sekali insight menarik yang saya dapatkan. Salah satu hal yang paling mengena di hati saya adalah ucapannya yang mengatakan bahwa ketika kita menjadi orangtua, kita harus menjadi diri sendiri dan tidak boleh kehilangan identitas sebagai seorang individu. Dengan begitu kita pun tidak perlu kehilangan identitas. Peran yang kita jalankan pun bisa dikerjakan dengan nyaman.