Sorry, we couldn't find any article matching ''
Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak
Zaman kuliah dulu, saya punya nama panggilan khusus dari teman-teman dekat, Dungki. Nama ini lahir lantaran hidung saya yang minimalis :D Tiap ada teman yang ngeledek, dan bilang kalau hidung saya ini kecil, saya selalu nanggapin dengan santai. Malah sering nimpalin dengan bilang, hidung pesek ini justru membawa rezeki lebih buat saya, hahaha... ke-PD-an banget, ya :D
Parahnya lagi, ada salah satu teman dekat yang bertanya, "Dis, loe nggak mau operasi hidung?" Sebenarnya saya nggak ngerti pertanyaan ini sebuah penghinaan atau hanya sekedar pertanyaan biasa. Berhubung saya tipikal orang yang santai dan cuek, lagi-lagi saya cuma bilang kalau hidung saya divermak, yang ada rezeki saya nggak lancar karena Tuhan pasti nggak suka dengan umat tidak bersyukur.
Kalau dipikir-pikir, apa yang dibilang teman-teman saya ini bisa dibilang verbal bullying, ya? Untungnya, saya baru menghadapi situasi seperti ketika saya sudah besar dan berada pada usia yang cukup matang, bukan usia belia yang mungkin bikin saya nangis nggak karuan sampai mogok sekolah karena nggak mau ketemu dengan teman-teman nyebelin. Makanya, respon saya selalu santai, nggak pernah merasa marah, terbawa perasaan sampai bikin stres. Dan saya yakin sekali hal ini dikarena kan kedua orangtua saya, khususnya Mama sudah mengajarkan ke saya akan konsep diri yang kuat.
Makanya, saya suka nggak habis pikir dengan orang-orang yang selalu memaksakan diri untuk mengubah penampilannya sedemikian rupa. Ya, kalau memang hal tersebut diperlukan untuk mendukung pekerjaannya seperti yang dilakukan kebanyakan pesohor, sih, nggak apa-apa, ya? Nah, kalau orang biasa semacam saya? Untuk apaan, coba?
Waktu membaca berita soal Alina Kovalevskaya,dan Valerie Lukynov, dua perempuan yang mengubah dirinya seperti boneka Barbie saja, saya cukup tercengang. Kok, bisa-bisanya, ya, ada melakukan operasi sampai segitunya? Dalam hati, pasti perempuan itu nggak punya rasa percaya diri. Kalau dia PD, pasti nggak mungkin dilakukan.
Setelah punya anak, saya jadi tambah yakin kalau membekali anak untuk memiliki punya konsep diri itu merupakan sebuah keharusan. Dan percaya diri merupakan salah satu tonggak lahirnya konsep diri yang positif.
Ya, walaupun anak saya laki-laki, dan hampir tidak mungkin punya keinginan untuk mengubah dirinya seperi boneka Barbie, tapi anak saya ini harus PD dengan dirinya sendiri. Lagi pula, rasa percaya diri itukan memang dibutuhkan dan berguna sepanjang hidup. Bahkan mampu menguatkan dan motivasi tetap survive dalam kondisi yang berat, termasuk saat menghadapi problematika sosial semakin kompleks.
Di acara Barbie’s Day Out, saya sempat ngobrol dengan Ajeng Raviando Psi. Psikolog anak dan keluarga ini mengatakan kalau orang yang tidak memiliki konsep diri yang baik, setelah dewasa cenderung ingin menjadi orang lain atau mengambil citra dari benda mati. Salah satunya seperti boneka, Barbie misalnya.
Jika kita ingin punya anak yang memiliki konsep diri yang positif, tentunya semua sangat tergantung dari pengalaman dan pola asuh yang diterima anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sejak kanak-kanak. Pertanyaannya, sudahkah kita melakukan pola asuh yang benar sehingga konsep diri positif pada anak terbangun?
Lengkapnya langsung baca halaman berikutnya untuk mengetahui pejelasan Mbak Ajeng, ya!
"Kalau kita ingin anak kita memiliki konsep diri yang positif, percaya diri tentunya ini tidak terjadi begitu saja, melainkan perlu ditumbuhkan sejak kecil. Jika anak tidak mendapatkan itu, maka setelah dewasa ia cenderung ingin transisi menjadi orang lain atau menjadi Barbie karena melihat Barbie sebagai sosok yang sempurna dan jadi idola," jelas Ajeng.
Untuk itulah Mbak Ajeng mengingatkan kalau konsep diri yang postif pada anak tergantung tergantung pada orangtua dan lingkungan, bagaimana memperlakukan anak ketika dia masih kecil atau dalam masa pertumbuhan. Kiatnya, bisa dimulai dari tiga langkah ini.
Jangan Membandingkan
Setiap anak pasti punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Masalahnya masih banyak orangtua yang sering lupa akan hal ini. Karena merasa tidak puas dengan kemampuan anak, orangtua pun sering membanding-bandingkan dengan anak lain, bahkan ada yang sampai menyalahkan anak dan memberi label buruk pada anak. Kondisi seperti ini menunjukan kalau orangtua tidak tidak menghargai sang anak..
"Anak lantas menjadi pribadi yang tidak percaya diri dan menganggap dirinya kurang, akhirnya ia mencari sosok dan mengindolakannya karena dianggap sempurna dan terobsesi menjadi dirinya," kata Ajeng.
Tumbuhkan Rasa Menghargai Diri Sendiri
Yang tidak kalah penting adalah peranan orangtua dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak, kalau mereka adalah anak yang spesial. Dengan begitu anak bisa menghargai dirinya sendiri dengan mengembangkan kelebihan dan kemampuan yang ia miliki.
"Kalau ingin anak punya kepribadian baik dan karakter positif harus diasah sejak kecil misalnya menumbuhkan rasa empati sama lingkungan, menghargai diri sendiri, semua anak bisa mempunyai konsep diri yang baik kalau dia diajarkan menghargai diri sendiri dan orang lain," tutur Ajeng.
Gali Potensi Anak
Sudah sempat baca artikel yang ditulis Mbak Ajeng dengan judul Bermain Dengan Anak: Mendampingi atau Mengarahkan? Di artikel tersebut Mbak Ajeng menekankan kalau kita sebagai orangtua harus membebaskan anak dalam berimajinasi ketika bermain. Dengan menemani anak bermain, disitulah kesempatan kita untuk mengajaknya ngobrol dan mencari tahu bakal serta potensi anak.
"Setiap hari, coba habiskan waktu bersama anak-anak dengan menemaninya bermain. Kalau memang kita bekerja, sempatkan saja bermain meskipun cuma sebentar" ungkapnya.
Apa yang dikatakan Mbak Ajeng di atas, memang penting banget, nih, untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau Mommies yang lain, punya kita yang berbeda nggak untuk membangun konsep diri positif pada anak? Boleh lho, share di kolom komen di bawah ini.
PAGES:
Share Article
COMMENTS