"Jalan Kaki Saja Yuk, Nak!"

Parenting & Kids

nenglita・04 Sep 2014

detail-thumb

Waktu Langit TK, Setiap hari saya mengantar Langit ke sekolah berjalan kaki sekitar 1km. Baik saat cuaca panas atau hujan. Tapi kalau hujan superderas, terpaksa ngeluarin mobil dari garasi, sih.

Tetangga pernah ada yang bertanya, kok nggak diantar pakai mobil atau motor saja, apa nggak kasihan harus jalan kaki begitu?

Demi jawaban singkat, biasanya saya jawab, lebih praktis sekalian saya berangkat ke kantor, kan saya nggak bawa mobil ke kantornya.

Di balik jawaban itu, sebenarnya ada misi lain. Saya tidak mau anak saya hidup dalam dunia yang serba nyaman. Lho?

Persis seperti yang Kirana ceritakan saat mengajak Si Sulung makan di warung. Mampukah saya setiap pagi mengantar ke sekolah pakai kendaraan pribadi? Saat ini mampu. Tapi 5 tahun lagi? 10 tahun lagi? Saya salah satu orang yang amat sangat percaya bahwa roda kehidupan ini berputar. Saat ini kita mungkin berada di atas dengan segala kenyamanan, bukan nggak mungkin roda berputar lalu mengubah posisi kita ada di bawah.

Pesimis? Nggak ah. Saya banyaaaaak menyaksikan hal ini di sekeliling saya. Saya kenal banyak orang yang terbiasa hidup senang saat kecil/ saat orangtua masih ada, kemudian kesulitan menyesuaikan diri saat roda kehidupan berputar.

2014-05-10 14.02.08*Naik Commuter Line saat mau pergi ke Kota

Alih-alih hanya fokus mempertahankan diri berada di atas, saya juga membiasakan Langit untuk hidup nggak enak; kepanasan dan berdesakan naik angkutan umum, makan di pinggir jalan, dan lain sebagainya. Kalau lagi bercanda sama Langit, saya suka bilang "Kamu bukan raja yang semua permintaannya harus dituruti".

Selanjutnya: I'm not sorry you hurt :)

2013-07-22 07.43.43Ingat artikel yang ditulis Leila dengan judul I’m Not Sorry You Hurt? Wah, saya setuju banget. Ibu Elly Risman juga sempat mengatakan hal yang sama, anak-anak sekarang terlalu dimanja, katanya.

Mungkin di beberapa hal, ya, saya tampak memanjakannya dengan memilihkan yang terbaik untuknya. Ini biasanya di pilihan yang jangka panjang. Seperti misalnya sekolah, dana pendidikan, dan semacamnya. Tapi di banyak hal, wah jauh sekali dengan yang mungkin anak lain dapatkan. Misalnya masalah mainan. Saat dia ingin mainan tertentu, padahal saya ada uangnya, tapi saya nggak mau membelikannya. Saya ajak dia berpikir, mainannya sudah berapa banyak, apa ini perlu, dan seterusnya. Macam yang paling benar ya? Haha. Iya, ini saya lakukan sejak ia masih balita malah. Mungkin ini jadi penyebab, Alhamdulillah, saya nggak pernah punya cerita Langit nangis atau ngambek karena ingin mainan atau barang tertentu. Paling banter, "Bu kalo aku punya mainan itu, jadi bisa buat temannya boneka Sofia aku lho". Hehe. Kadang malah saya yang jadinya nggak tega *ibu plin plan*.

Atau saat kami mudik, alih-alih naik pesawat yang jelas nyaman, kami pilih naik mobil. Selain memang saya dan suami suka, menurut kami akan lebih banyak cerita. Salah satunya ketika kami harus melintasi perbukitan yang kanan kirinya hutan di tengah malam, karena nggak nemu penginapan di bawah bukit tersebut ya kami berhenti di masjid dan numpang istirahat di sana. Langit? Saya ajak tidur di karpet masjid :)

Apa lagi ya?

Intinya adalah, saya berusaha menjalani hidup dengan Langit senatural mungkin. Kalau memang nggak ada uang lebih untuk naik taksi, ya naik angkutan umum. Kalau ga ada toilet duduk, ya pipis jongkok lah. Kalau lebih praktis dan cepat naik ojek, kenapa nggak? Menurut saya, nggak semuanya di dunia ini harus menyesuaikan diri dengan standar kita. Tapi justru kita yang harus sanggup menyesuaikan diri dengan keadaan.

Mungkin ini dibilang lebay, tapi saya menyebutnya realistis. Mungkin juga karena saya berasal dari keluarga sederhana di mana tak semuanya di dunia ini harus seperti keinginan atau kenyamanan saya.

Saya nggak tau cara saya ini benar atau tidak menurut pakar parenting. Bagi saya hal ini mudah-mudahan bisa membuatnya lebih siap dalam menghadapi dunia yang lebih luas dan pastinya lebih kejam di luar sana :D . Bagaimana dengan Mommies?