Sejak kelas 4 SD, saya sudah berjualan. Awalnya dalam rangka membantu tante yang kena PHK dan akhirnya memutuskan untuk berjualan kue. Saya membantu menjual di sekolah. Untuk satu brownies yang laku, saya mendapat Rp25,- dan saya happy banget!! Senang bisa membantu tante yang saat itu kesulitan, dan senang dapat uang jajan. Sehari saya bisa dapat Rp12.500,- loh, lumayan ya! Inilah yang membuat saya senang berjualan. Ciyeee! Walau mungkin dalam lubuk hati terdalam, sebetulnya bukan senang berjualan, tapi ingin bisa duduk di balik meja dan mengoperasikan mesin kasir :p Hahahaha!
Anyway, saya memang senang berjualan, tapi saya kurang suka jika harus membuat sendiri barang yang mau dijual. Iya, seperti waktu saya iseng membuat roti ubi ungu, tiba-tiba ada yang mau coba. Teman yang mencoba merasa puas, kemudian mengunggah testimoni tanpa diminta. Besoknya ada saja yang pesan si roti ungu. Awalnya senang karena sebagai ibu rumah tangga, mendapatkan penghasilan tambahan walau hanya sedikit, rasanya bahagia! Tapi baru berjalan dua minggu, saya mulai bosan. Saya berhenti menerima pesanan. Mungkin juga karena semua dilakukan manual, sendirian. Jadi tenaga tidak cukup dan akhirnya capek berujung pada bosan.
Semangat kemudian bosan ini sudah terjadi beberapa kali jika saya mencoba berbisnis dari rumah.Hingga akhirnya sebuah tawaran yang rasanya sesuai dengan passion saya seputar mengatur isi rumah.Bagaimana ceritanya? Simak di halaman berikut, ya!
Jadi sebetulnya ide jualan ini sudah datang dari tahun 2013, yang niatnya diwujudkan bersama kedua teman saya. Mungkin tidak berjodoh, atau Feng Shui-nya kurang cocok kali, ya! Ini bisnis jadinya hanya sebatas wacana melulu tanpa ada realisasi sama sekali. Grup WA yang kami buat juga ujungnya hanya berisi obrolan santai tanpa ada yang menyinggung soal bisnis sama sekali. Pada awal bulan Mei 2014, saya mendapatkan rejeki untuk mengelola sebuah toko. Langsung saja, saya dan teman saya tadi bertemu dan menulis apa saja yang harus kami siapkan untuk mulai merealisasikan mimpi yang terkatung-katung selama setahun lamanya. Mulai dari belanja kain, membuat tag merek, mendesain kemasan, membuat akun sosial media, membangun webstore (yang bikin saya akhirnya belajar lagi soal HTML code) dan tentunya menawarkan produk dan mempromosikan si toko. Butuh setahun untuk membuat mimpi jadi nyata, akhirnya bayi baru kami lahir setelah mempersiapkan kurang lebih selama dua minggu. Kami, dua ibu rumah tangga, akhirnya berhasil mewujudkan impian untuk memiliki penghasilan tambahan.
Banyak pelajaran baru yang saya dapatkan setelah tiga bulan berjalan sebagai pedagang bantal. Pertama adalah menyadari kalau ternyata menjalankan bisnis sesuai passion itu menyenangkan. Kedua, saya jadi mempelajari hal-hal yang tadinya tidak ingin saya sentuh. Misalnya melakukan pembukuan. Akuntansi adalah pelajaran paling saya hindari sejak SMA. Tapi karena sekarang berdagang, mau nggak mau harus belajar bikin rumus di Microsoft Excel. Aplikasi yang biasanya saya pakai secara manual untuk bikin jadwal, sekarang bisa digunakan sesuai fungsinya! Hahaha, see? Nambah ilmu gitu.
Butuh konsistensi yang maksimal agar si bisnis bisa terlihat hasilnya. So far, goal utama adalah mengenalkan toko dan merek. Untung baru sedikit tapi bisa menutup operasional toko sudah kami anggap sebagai berkah, dan tentunya kami tidak boleh lupa bahwa inti dari bisnis ini adalah bikin hati senang dan bisa memberikan pemasukan tambahan. Doakan semoga 'bayi' baru ini tumbuh terus dan bisa berkembang dengan baik, ya!
Gambar dari sini.