Beberapa lama lalu, isu perceraian banyak berdengung di sekitar saya. Dari teman kantor suami, bahkan juga saudara dekat. Ketika hal itu terjadi di lingkup yang dekat, saya seperti merasa gamang, selain juga prihatin dan sedih. Kata cerai yang saya pikir menakutkan, kini menjadi lebih menakutkan. Sedih rasanya, mengetahui orang-orang terdekat memikirkan perceraian sebagai jalan keluar terbaik dari pernikahan. Apapun masalah yang dihadapi, pun juga pertimbangan matang dari kedua belah pihak yang terlibat di dalamnya, saya yakin semua demi yang terbaik.
*gambar dari sini
Lalu, saya dan suami, seperti biasa kami berdiskusi tentang segala sesuatu, termasuk hal penting ini. Kami mencoba menelaah hubungan kami selama ini, berkaca pada masalah yang terjadi pada pasangan-pasangan tersebut.
Berikut beberapa poin yang menurut kami sangat penting,
Secara umum, mungkin mengerti dan memahami bisa diartikan sama, tapi menurut kami, itu adalah 2 hal yang berbeda.
Mengerti, adalah mengetahui sebuah situasi dan tidak mempermasalahkannya. Sedangkan memahami, adalah mengerti secara keseluruhan, luar dalam, kanan kiri, mengapa suatu hal terjadi dan memberi porsi emosi yang tepat pada hal tersebut.
Kami selalu berusaha memecahkan masalah secepatnya, supaya tidak terjadi penumpukan emosi negatif yang sewaktu-waktu bisa meledak. Saya terutama, agak sulit untuk selalu melakukan ini, karena saya cenderung ingin diam seribu bahasa, tapi saya berusaha sekuat tenaga untuk bisa lebih terbuka mengatakan perasaan saya. Saya ingat ketika di awal-awal pernikahan dulu, saya pernah tidak mengajaknya bicara selama beberapa hari. Tapi, setelah saya pikir-pikir, hal ini tidak baik untuk terus dilakukan.
Hahaha, mungkin terdengar lebay dan melodramatis. Tapi percaya atau tidak, saya sering menanyakan hal itu kepada diri saya sendiri. Dan rupanya, hal yang sama juga dilakukan oleh suami. Karena saya adalah SAHM, maka saya sangat tergantung secara finansial kepada suami. Saya tidak punya pendapatan lain selain jatah bulanan. Di mana, hal ini juga menjadi motivasi saya untuk berani memulai usaha sampingan. Saya tidak sampai hati, membayangkan apa yang akan saya lakukan pertama kali jika kami tidak lagi bersama. Bagaimana saya akan menjawab pertanyaan anak kami, akan kerja apa saya nanti, apakah akan tetap tinggal di rumah ini, atau berbagai pertanyaan konyol tapi nyata yang bisa timbul jika kami berpisah. Sediiiihhhh... makanya ini menjadi salah satu senjata andalan jika badai melanda bahtera rumah tangga.
Ya, kami berdua berjanji untuk tidak akan mengucapkan kata cerai. Semoga saja bisa tetap dipegang dan tidak akan terjadi. Kami berdua berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap mempertahankan pernikahan, apapun yang terjadi. Bahkan kami juga terbuka untuk bersedia menjalani konsultasi, terapi, apapun itu, jika kami berdua sudah benar-benar tidak bisa lagi mencari jalan keluar.
Well, apapun yang kita manusia lakukan dan rencanakan, memanglah bukan apa-apa jika tanpa berkat dari Yang Empu-nya Hidup. Tapi berusaha sekuat tenaga untuk memegang janji yang kita ucapkan di hadapan-Nya sewaktu memulai pernikahan dulu, rasanya patut dilakukan walaupun jalannya sempit dan sulit. Semoga setiap pernikahan diberkati, dan terus semangat ya...