Ini adalah kali ke dua saya mengikuti seminar yang digelar oleh Supermoms. Tema yang diangkat saat itu adalah 'Bijak Memilih Kurikulum Sesuai Rencana Pendidikan Anak'. Sebenarnya, tema ini masih sangat berkaitan erat dengan tema seminar sebelumnya yang saya datangi. Karena itulah akhirnya saya memutuskan untuk ikutan lagi, biar ilmunya tambah nempel. Oh, ya, waktu seminar pertama Supermoms, saya sudah menulisnya di sini.
Mengikuti seminar ini, membuat saya kembali bertanya-tanya ke poin yang paling penting, “Sebenarnya, tujuan saya menyekolahkan Bumi itu, apa, sih? Apa iya, saya dan suami punya rencana untuk menyekolahkannya ke luar negeri?”
Gambar dari sini
Sebagai orang tua, pastilah ya ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Saya dan suami juga begitu. Tapi, rasanya saat ini kami belum ada rencana menyekolahkannya ke luar negeri. Biar bagaimanapun, banyak sekali pertimbangan yang harus dilihat saat memutuskan untuk menyekolahkannya ke luar negeri.
Yang pasti, saya nggak mau memaksa. Kalau memang anaknya nggak mau, gimana? Lagi pula, kita kan juga harus memikirkan kemampuan anak dulu. Jangan sampai anak justru jadi merasa nggak enjoy. Yang ada, bukan mendapat nilai bagus, bisa-bisa anak malah jadi stres.
Contohnya, seperti studi kasus yang waktu itu dipaparkan dalam seminar. Jadi, ada anak yang akhirnya terpaksa sekolah di sekolah taraf internasional gara-gara ibunya tergiur dengan cerita temannya yang menyekolahkan anaknya di sekolah internasional. Ujung-ujungnya, justru si anak nggak bisa mengikuti kurikulum di sekolah internasional karena terhambat dengan bahasa Inggris-nya.
Di tahun ajaran baru, akhirnya si ibu pun memindahkan anaknya ke SBI, dengan harapan anaknya bisa belajar dengan dua sistem dalam satu waktu. Tapi, ternyata usahanya sia-sia. Anaknya tetap gagal beradaptasi di sekolah barunya. Padahal di sekolah sebelumnya, si anak ini cukup berprestasi.
Kalau kondisinya seperti ini, tentu kita juga yang ikutan pusing karena anak nggak bisa beradaptasi. Lantas, siapa yang mau disalahkan? Kita sebagai orang tua yang terlalu maksa anaknya untuk sekolah dengan taraf internasional? Atau, menyalahkan si anak karena nggak mampu beradaptasi dengan cepat?
Umh.... sedikit repot dan pusing, yaaa...
Seperti yang diutarakan Mas Faisal M.ED, sebagai pembicara Supermoms waktu itu, kurikulum asing memang sering membuat dilema. Yang pertama karena kurikulum asing ini lahir dari falsafah pendidikan barat yang materialism, karena memang beda budaya tentunya kurikulum ini juga bisa menjauhkan anak dari norma timur dan agamanya. Selain itu kurikulum asing juga tidak kompatibel dengan sistem pendidikan lokal. Dan yang utama, memasukan sekolah anak ke sekolah taraf internasional juga nggak terlepas dari ekspektasi kita sebagai orang tua sering berlebihan tanpa melihat kemampuan si anak sendiri. Kalau sudah begini, dan anak telanjur sekolah dengan kurikulum asing, akan susah untuk kembali ke sistem nasional.
Gambar dari sini
Untuk itu, Mas Faisal M.ED memberikan panduan saat memilih sekolah berkurikulum asing, mungkin bisa jadi pencerahan buat Mommies yang masih bingung mau memasukan anak ke sekolah internasional atau nasional.
Selain memberikan panduan yang bisa kita ikuti, Mas Faisal M.ED juga memberikan beberapa kiat bagi yang ingin mengenalkan kurikulum asing (IGCSE) di mana biaya yang dibutuhkan lebih murah ketimbang kurikulum lainnya.
Nah, kan.... memang untuk urusan pendikan anak, banyak sekali yang harus diperhatikan. Kita memang harus punya perhatian yang ekstra untuk soal yang satu ini.
Untuk memasukan Bumi ke Kelompok Bermain saja, saya sudah bingung. Suka maju mundur. Kenapa? Soalnya kalau saya tanya, Bumi mau sekolah nggak? Jawaban yang paling sering keluar justru penolakan. Katanya, “Belajarnya di rumah aja, sama ibu.” Kalau saya kasih embel-embel, “Tapi kalau di sekolah nanti, Bumi banyak temennya, lho. Ada banyak maianannya, juga,”. Baru, deh, akhirnya dia mau :D
Padahal, seperti yang di bilang Mas Faisal M.ED, dalam seminar Supermoms yang saya ikuti, beliau selalu menyarankan untuk melepas anak sekolah ketika memang si anak ingin ke sekolah. “Toh, yang sekolah itu kan anaknya, bukan kita, orang tuanya. Jadi, ya, biarkan saja si anak sekolah kalau ia memang sudah mau”, begitu katanya.
Tapi memang untuk usia balita seperti Bumi, masuk kelompok bermain, kita bisa “membeli” lingkungan. Di mana banyak hal yang nggak bisa didapatkan anak kalau hanya bermain di rumah. Untuk itu akhirnya, saya pun memutuskan untuk tetap memasukan Bumi ke kelompok bermain di ajaran tahun ini.
Yang pasti, saya dan suami memilih Kelompok Bermain dengan kurikulum nasional. Karena memang ke depannya, kami ingin Bumi masuk PTN, jadinya langkah ini sudah tepat, yah?
Dalam seminar ini, Mas Faisal juga menjelaskan bahwa sebenarkan jika anak kita sekolah dengan kurikulum lokal, sebenarnya tetap bisa kuliah di luar negeri. Asaaaaal.... memang nilainya memuaskan. Di samping itu, TOEFL juga berjumlah 550 atau IELTS 6.0
Nah, sudah siap memutuskan kurikulum apa yang akan dipilih, Mommmies? Apapun pilihannya, mudah-mudahan anak kita bisa mengikutinya dengan baik, ya.