Back at 1987, Ibu saya sedang bingung karena ada anak usia 2 tahun yang merengek minta sekolah. Iya, saya yang ternyata ingin sekolah hanya karena melihat teman-teman bermain yang sudah berusia 3-4 tahun mulai memakai seragam dan pergi setiap hari, memang sukses membuat orang tua saya mengernyitkan dahi dan bilang "Ini nggak salah, nih? Anak kita minta sekolah?" Pertamanya masih diakalin, ibu jahitin seragam, terus saya diajak ke playground, main-main, kemudian pulang. Seminggu begitu, (katanya) saya bingung dan bilang "Kiki mau sekolah, bukan mau main!" Akhirnya Almarhum Bapak yang kebetulan satu almamater walau berbeda jurusan dengan Kak Seto Mulyadi, konsultasi tentang keinginan saya yang dianggap aneh saat itu.
pas foto pertama kali mau 'sekolah' ceritanya :p
Menurut cerita, saat itu Kak Seto tertawa dan malah terpikir untuk membuat Kelompok Bermain. Jadi, tadinya Kak Seto sudah mendirikan T.K Mutiara Indonesia. Nah, karena mendengar keinginan saya, dibuatlah playgroup atau kelompok bermainnya, untuk anak-anak di bawah usia 4 tahun. Menurut Kak Seto, tidak ada salahnya untuk membawa anak-anak bermain bersama dengan anak lain seusianya. Ingat, highlight-nya adalah BERMAIN, anak-anak harus merasa senang selama bermain bersama anak yang lain. Tidak perlu memikirkan perkembangan kecerdasan sosial, motorik kasar dan halus, karena perkembangan tersebut merupakan bonus dari rasa senang yang diperoleh anak, selama bermain bersama. Pesan dari Kak Seto untuk orang tua saya adalah TK atau Playgroup ini adalah belajar sekolah atau hanya main sekolah-sekolahan, maka hal ini tidak boleh dipaksakan. Jika dipaksa, akan membuat anak trauma, tidak suka dengan sekolah, atau malah jenuh serta malas jika memasuki usia sekolah formal sesungguhnya.
Berbekal pesan yang diteruskan oleh orang tua, saya jadi selektif memilih tempat untuk Menik 'sekolah', malahan sampai saat ini, saya belum memasukkan Menik kemanapun, karena beberapa tempat yang saya survei, semuanya menjanjikan kalau nanti anak saya akan menjadi bayi cerdas yang cepat mengenal angka, huruf, dan lain sebagainya. Bukannya tidak ingin punya bayi super, tapi saya pribadi belum tega 'mendudukkan' Menik selama beberapa jam, untuk 'belajar'. Walaupun belajarnya sambil bermain, seperti menggambar, mengenal binatang sambil bernyanyi, tapi karena highlight-nya adalah BELAJAR, membuat saya masih ragu untuk bergabung dengan salah playgroup tersebut.
gambar dari sini
O, iya, Kak Seto juga bilang, kelompok bermain ini juga harusnya tidak ada pelajaran formal seperti membaca dan berhitung. Playgroup atau TK ini harusnya fokus pada kegiatan bermain, berteman, dan sosialisasi. Sepengetahuan saya juga, sebetulnya tidak ada syarat ijazah TK untuk masuk SD. Calistung pun harusnya diajarkan di SEKOLAH, maka belajarnya di Sekolah Dasar, bukan di taman bermain atau TK. Betul atau tidak? Kalau melihat tren sekolah dini di Indonesia, saya jadi seperti ingin meng'amin'i tulisan Riska di ulasan buku Bringing Up Bébé, yang bilang kalau Indonesia sangat berkiblat ke Amerika Serikat. Di bukunya, Pamela Druckerman mengatakan "While some American toddlers are getting Mandarin tutors and preliteracy training, French kids are- by design-toddling around and discovering the world at their own pace." Gimana?
Well, someone old says "my kids my rules", kan? Jadi semua keputusan memang berpulang ke masing-masing pribadi. Tapi ada pakar pendidikan juga yang bilang, belajar bisa di mana saja, untuk belajar di usia dini, rumahpun bisa jadi pilihan tempat. Alat belajarnya? Apapun yang ada di rumah. Kuncinya adalah waktu dan kesabaran yang cukup untuk menemani anak belajar di usianya yang masih bisa dihitung jari satu tangan ini. Pendidikan pra sekolah bisa dijadikan pilihan untuk mengisi waktu anak, yang penting itu tadi, tidak memaksakan sehingga membuat anak jenuh ketika harusnya sudah sekolah formal.
What do you think, mommies?