Membantu Anak Mandiri=Harus Punya Banyak Waktu

Parenting & Kids

adiesty・08 Oct 2013

detail-thumb

“Ibu, Thomas Bumi di mana, ya?”

“Lho, Bumi memangnya simpan di mana?”

“Nggak tau, tolong cariin, dong, Bu. Bumi lupa naronya di mana”

Urgh! Kalau Bumi sudah nanya mainannnya ada di mana, saya sering jadi kesal sendiri. Apalagi kalau saat itu saya memang sedang sibuk mengerjakan sesuatu.

Mungkin masalah anak nggak disiplin menyimpan mainan juga akan dialami ratusan atau bahkan jutaan Ibu di muka bumi ini. Padahal kalau boleh dibilang, sejak dini saya dan suami sudah sering mengajarkan Bumi untuk menyimpan dan membereskan mainannya sendiri. Mulai dari mencontohkan untuk menyimpan maianan di boks khusus yang bisa digunakan sesuai dengan jenis dan ukuran mainan sampai akhirnya saya membuat kesepakatan dengan Bumi. Kalau pada awalnya saya akan ikut membantu membereskan mainannya, Bumi wajib mengikuti dan melanjutkan sendiri. Kalau memang cara ini nggak mempan, mainan tersebut pun akan saya sita sementara waktu. Biasanya, sih, saya akan menyimpan mainan tersebut selama dua hari di atas lemari yang bisa dia lihat. Terdengar kejam? Ya, tapi ini memang ampuh untuk Bumi karena memberikan efek jera untuknya.

Membuat anak disiplin ternyata memang perlu ilmu. Bahkan ilmunya ini jauh lebih sulit ketimbang mau masak makanan ala hotel bintang 5. Makanya ketika Mommies Daily bekerja sama dengan Superpermoms yang menggelar Seminar ‘Kiat Membantu Anak Mandiri’,  saya langsung menyodorkan diri pada Lita dan Manda untuk meliput acara tersebut.  Dan benar saja, saya bisa memetik banyak ilmu dari pemaparan Ibu Elly Risman sebagai pembicara.

Di awal seminar, Ibu Elly Risman memaparkan betapa besarnya dampak buruk yang bisa diakibatkan jika anak tidak mandiri. Saya yakin, semua orangtua yang jadi peserta seminar waktu itu bergidik dan langsung berdoa supaya hal itu nggak terjadi pada anak-anaknya.

Setiap ibu tentu berharap kalau anak-anaknya bisa mandiri, mampu melakukan aktivitas atau berperilaku, termasuk pemecahan masalah yang dilakukan sendiri dan tanpa diarahkan. Tapi, kalau memang  anak nggak mandiri, apa, sih, yg biasanya Mommies lakukan? Memarahi atau memberikan penjelasan? Menurut Ibu Elly, kalau Mommies memilih untuk memberikan penjelasan dan  peringatan, hal yang nggak boleh dilupakan adalah memberikan konsekuensi, sehingga anak pun bisa belajar.

Nah, nah, nah... jadi konsekuensi dengan nyita mainan Bumi selama beberapa hari, sudah benar, dong, ya? Hihihi...

Ibu Elly melanjutkan, jangan lupa saat mengajarkan anak untuk disiplin berikan kalimat yang memberikan dukungan untuknya. Misalnya, "Ibu tahu kamu pasti bisa. Coba dulu, ya...".  Benar juga, ya, dengan kalimat seperti ini anak juga pasti akan tergerak melakukannya dengan sendirinya. Sebagai orangtua, kita perlu merangsang inisiatif anak dan jangan jadi orangtua yang tergesa-gesa.

Umh... jadi langsung mikir, saya memang sering dibuat sewot sama Bumi lantaran saya memang nggak punya waktu yang lebih, jadi bawaannya mau buru-buru. Padahal, seorang anak, terutama yang seusia balita seperti Bumi pasti butuh waktu yang jauh lebih panjang untuk melakukan sesuatu. Bahkan, menurut Ibu Elly, seorang anak untuk memakai kaos kaki saja butuh waktu 7,5 menit. Jadi, memang harus punya kesabaran ekstra, yah :D Kalau ingin membuat anak mandiri, kuncinya cuma satu, kita harus menikmati prosesnya.

Waktu sengaja tumpahin susu, Bumi langsung ambil kain pel :)

Biar gimana, kemandirian itu merupakan salah satu kebutuhan anak dan salah satu tahap dalam perkembangan anak. Dan tugas perkembangan itu ternyata harus mampu dicapai anak dengan sukses tanpa stres. Jadi, saat ingin anak melakukan sesuatu sendiri nggak usah pakai embel-embel, "Ayo, cepetan dong. Lama amat, sih", hihihi.... Jangankan anak-anak, ya, kalau atasan kita melontarkan kalimat seperti ini, pasti bikin stres. Apalagi anak-anak?Sebagai orangtua sebaiknya kita nggak hanya sekedar mengajarkan anak untuk patuh, tapi justru lebih pada mampu mengajak anak berdiskusi. Dengan begitu anak bisa punya karakter dan mampu mengarahkan anak menghadapi perubahan.

Anak-anak kita yang akan berada di generasi Z, perlu melakukan penyesuaian diri terus menerus. Oleh karena itulah Ibu Elly juga mengingatkan kita sebagai orangtua harus mampu membentuk thinking skill. Di mana thinking skill ini bisa dilatih dengan memperbanyak kalimat bertanya, ini juga merupakan awal melatih kemandirian pada anak. Dengan begitu anak juga bisa berpikir dan memutuskan pilihannya.

Waktu itu Ibu Elly memberikan contoh kecil, kalau anak mau pilih baju yang tidak sesuai dengan selera kita, bahkan terlihat nggak match, ya, biarkan saja. Bebaskan anak memilih sendiri , kita nggak perlu mengotak-kotakan. Kalau ingin anak mandiri, biarkan saja anak memilih. Apa-apa jangan kita yang putuskan. Hal ini bisa mengajarkan anak-anak untuk memiliki kemampuan berpikir.

Pada dasarnya mandiri merupakan kebutuhan. Sudahkah kita memenuhinya pada anak-anak kita? Nggak cuma kita, anak-anak  juga punya keinginan untuk menunjukan kalau mereka bisa dan mampu melakukan sesuatu. Karena mandiri merupakan kebutuhan, ya, pasti anak-anak ingin mecoba segala sesuatu. Kalau anak suka numpahin air? Nggak bisa pakai kaos kaki? Ya, jangan marah. Kasih kesempatan saja mereka untuk belajar.

Apalagi, untuk anak anak balita, mereka sedang menikmati atau ingin menemukan campuran indah antara penglihatan, bunyi  dan kegiatan. Sedangkan usia remaja sedang dalam masa high risk taking. Mereka ingin menemukan campuran indah antara perasaan, kegiatan dan risiko. Nggak heran, ya, kalau anak-anak ABG itu memang mau mencoba segala sesuatu, seperti yang pernah saya tulis tentang anak remaja dan puber.

Lalu apa, sih, harus dilakukan kita sebagai  orangtua? Menurut Ibu Elly, sebagai orangtua, kita harus sadar  dan sepakat kalau kemandirian merupakan  kebutuhan dan  tugas perkembangan seorang anak. Dan tugas perkembangan juga baru bisa dilalui anak tanpa stres.

Mengingat orangtua merupakan supervisor kemandirian bagi anak-anaknya, sekarang, sih, saya dan suami selalu kerja sama untuk terus memupuk kemandirian Bumi. Lewat spirit ini, kami berusaha untuk menerapkan pola asuh otoritarif. Soalnya pola asuh ini menerapkan kasih sayang tinggi seimbang dengan tuntutan yang tinggi juga.

Supaya Bumi mandiri, dia memang perlu pembiasan. Toh, otak anak memang masih membutuhkan pengulangan-pengulangan. Jadi, ya, memang perlu proses. Selain itu yang paling penting,  sekarang saya dan suami selalu belajar untuk menghargai apa yang Bumi lakukan untuk mengekspresikan diri, sehingga  biarkan anak berpikir, memilih & membuat keputusan sendiri. Kami juga mulai belajar memberikan banyak waktu saat mengajarkan Bumi. Kalau gajah saja punya waktu yang banyak dan bersabar saat mengajarkan anaknya untuk bisa belajar dan berdiri sendiri, masa kami nggak. *emak kompetitif, sama hewan sekalipun * :D