
Self-esteem rendah pada remaja bisa memengaruhi kesehatan mental dan rasa percaya diri. Kenali tanda-tandanya dan cara orang tua membantu dengan tepat.
Pernah nggak mendengar anak remaja kita bilang gini, “Aku emang nggak bisa,” atau “Aku selalu gagal”? Sekali dua kali masih nggak apa-apa, tetapi kalau terlalu sering diucapkan, bisa jadi tanda bahwa self-esteem anak remaja kita bermasalah dan berisiko menggerogoti kesehatan mental mereka.
Rendah diri pada remaja bukan sekadar fase “anak ABG lagi galau”. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa memengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri, menjalin pertemanan, hingga mengambil keputusan penting dalam hidup. Karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali ciri-ciri self-esteem rendah pada remaja, faktor, dampak, serta cara meningkatkannya dengan pendekatan yang tepat.
BACA JUGA: Hati-Hati,10 Sikap Orang Tua Ini Bisa Hancurkan Rasa Percaya Diri Anak!

Self-esteem adalah cara seseorang mengukur nilai dan harga dirinya. Pada masa remaja, self-esteem berada di fase yang sangat rentan karena anak sedang mengalami banyak perubahan, fisik, emosi, sosial, hingga pencarian jati diri.
Sesekali merasa minder sebenarnya masih wajar. Namun, self-esteem yang rendah pada remaja ditandai dengan pola pikir negatif yang menetap. Anak cenderung melihat dirinya jauh lebih buruk dibanding bagaimana orang lain melihatnya.
Menurut Dr. Lisa Damour, psikolog klinis asal Amerika Serikat yang fokus pada kesehatan mental remaja, harga diri yang sehat membantu remaja menghadapi tantangan tanpa takut gagal. Remaja dengan self-esteem positif lebih berani mencoba hal baru, mampu belajar dari kesalahan, dan tidak mudah runtuh hanya karena satu kegagalan.
Ketika self-esteem remaja rendah, anak cenderung menghindari situasi yang berisiko membuat mereka gagal atau malu. Padahal, tantangan justru bagian penting dari proses tumbuh kembang. Jika kondisi ini terus berlanjut, dampaknya bisa cukup serius, seperti:
Dr. Karen Young, psikolog anak dan remaja dari Australia menjelaskan bahwa remaja dengan self-esteem rendah sering kali menjadi kritikus paling kejam bagi dirinya sendiri. Kesalahan kecil bisa terasa seperti bukti bahwa mereka tidak cukup baik.
Cara anak memandang dirinya tidak muncul begitu saja tapi terbentuk dari pengalaman hidup dan lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya self-esteem pada remaja:
Ciri self-esteem rendah pada remaja sering kali muncul secara halus sehingga kerap diabaikan. Tanda emosionalnya bisa berupa:
Secara perilaku:
Dalam keseharian, self-esteem yang rendah pada remaja bisa terlihat dari:

Lingkungan keluarga yang aman dan suportif punya peran besar dalam membentuk harga diri anak dan remaja. Sebuah studi menunjukkan bahwa faktor seperti kehangatan orang tua (parental warmth) dan keterlibatan yang konsisten dalam kehidupan anak (parental monitoring) berkaitan erat dengan self-esteem yang lebih sehat.
Berikut beberapa cara yang bisa Mommies lakukan untuk membangun atau memulihkan self-esteem anak remaja Mommies.
Remaja belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dibanding apa yang mereka dengar. Ketika Mommies berani mengakui rasa cemas, kesalahan, atau ketidaksempurnaan diri sendiri tanpa menyalahkan diri berlebihan, anak belajar bahwa gagal bukan akhir segalanya.
Misalnya, alih-alih berkata, “Aduh, Mama emang payah,” Mommies bisa mengatakan, “Tadi Mama salah, tapi Mama bisa belajar dan coba lagi.” Pesan ini sederhana, tapi sangat kuat. Anak remaja jadi paham bahwa percaya diri bukan berarti selalu benar, melainkan berani menghadapi tantangan dan kegagalan dengan sehat.
Self-esteem rendah sering ditandai dengan dialog batin yang kejam. Remaja mungkin terbiasa berkata pada dirinya sendiri, “Aku nggak pintar,” atau “Aku selalu bikin masalah.” Di sinilah peran orang tua penting untuk membantu mengganti narasi negatif dengan yang lebih realistis dan penuh belas kasih.
Mommies bisa mengajak anak mengenali pikiran negatifnya, lalu menantangnya dengan pertanyaan sederhana seperti, “Apa benar selalu begitu?” atau “Kalau temanmu mengalami ini, kamu akan bilang apa ke dia?” Pendekatan ini membantu anak belajar memberi ruang pada kesalahan tanpa menghapus nilai dirinya sebagai pribadi.
Kata-kata yang sering didengar anak akan membentuk cara mereka memandang diri sendiri. Label negatif seperti “malas”, “ceroboh”, atau “nggak bisa diandalkan” bisa melekat lama dan menggerus harga diri remaja.
Daripada mengkritik kepribadian anak, fokuslah pada perilaku spesifik dan solusi ke depan. Misalnya, ganti “Kamu memang nggak pernah bisa dinasehatin” dengan “Tugas ini belum selesai, yuk, kita cari cara supaya besok bisa lebih rapi.” Pendekatan konstruktif membuat anak merasa diperbaiki, bukan diserang.
Naluri orang tua sering ingin langsung memberi solusi. Namun bagi remaja dengan self-esteem rendah, terlalu banyak nasihat justru bisa terasa seperti ceramah atau penilaian. Menurut Dr. Eileen Kennedy-Moore, psikolog klinis dan pakar parenting asal Amerika Serikat, orang tua tidak perlu selalu terburu-buru memperbaiki masalah anak. Sikap mau mendengarkan dan memvalidasi emosi justru membantu remaja membangun kepercayaan diri dan kemandirian emosional. Ketika anak merasa didengar tanpa dihakimi, kepercayaan diri mereka perlahan tumbuh karena merasa pengalaman dan perasaannya valid.
Tidak semua anak bersinar di bidang akademik atau olahraga populer. Remaja dengan self-esteem rendah sering merasa dirinya “kurang” karena tidak sesuai standar lingkungan.
Mommies bisa membantu dengan membuka ruang eksplorasi: seni, musik, fotografi, menulis, hiking, atau aktivitas lain yang membuat anak merasa kompeten dan berdaya. Ketika anak menemukan bidang yang sesuai dengan dirinya, rasa percaya diri biasanya tumbuh secara alami.
Media sosial bisa jadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia membantu remaja merasa terhubung. Di sisi lain, terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain bisa ngancurin harga diri.
Orang tua bisa membantu dengan mengajak anak berdiskusi, bukan melarang secara sepihak. Dorong anak untuk:
Jika self-esteem rendah mulai mengganggu fungsi sehari-hari anak seperti sekolah, pertemanan, atau kesehatan mental, carilah bantuan profesional. Ini langkah yang bijak, bukan tanda kegagalan sebagai orang tua.
Jadi, coba cek apakah anak remaja Mommies punya tanda-tanda self-esteem rendah seperti di atas. Kalau iya, saatnya mulai menerapkan cara untuk memacu anak jadi lebih percaya diri!
BACA JUGA: Tips Jitu Bantu Remaja Bebas FOMO dan Lebih Percaya Diri, Mommies Harus Tahu!
Cover: Freepik