
Menjadi calon orang tua bukan cuma menyiapkan perlengkapan bayi. Yuk, pelajari 8 skill penting supaya kamu dan pasangan lebih siap memasuki dunia parenting!
Menjadi orang tua untuk pertama kalinya itu rasanya campur aduk. Antara bahagia, gugup, dan sedikit panik. Semua terasa baru, mulai dari memahami tangisan bayi, cara menyusui, sampai menidurkan si kecil yang sering dapet “shift malam”. Namun tenang, semua bisa dipelajari dan dipersiapkan oleh para pasangan muda, bahkan sebelum berkeluarga! Dengan mempelajari dan menguasai beberapa skill parenting penting, para pasangan muda bisa lebih siap menjadi orang tua.
BACA JUGA: Pesan dari Orang Tua untuk Calon Orang Tua, Ada yang dari Drakor Resident Playbook

Begitu punya bayi, hidup rasanya berubah total. Kurang tidur, hormon naik-turun, dan fokus sepenuhnya ke bayi bikin banyak orang tua merasa kehilangan diri sendiri. Belum lagi tantangan-tantangan lain seperti minimnya pengalaman menjadi orang tua, mengatasi stres dan perubahan emosi, menjaga hubungan tetap hangat dengan pasangan, dan menyeimbangkan tanggung jawab kepada anak, pekerjaan, tugas rumah tangga, juga pasangan kita.
Tantangan yang dihadapi para calon orang tua memang nggak main-main ya. Untuk itu, kalian perlu banget menyimak saran dari Febrizky Yahya, S.Psi, M.Si, Konselor & Seks Edukator @relasidiri caranya mengatasi tantangan-tantangan tadi:
“Anak butuh orang tua yang tenang, bukan yang selalu sempurna. dan yang paling penting sadari terus kondisi mental kita. Jangan denial. Kalau sudah mulai stres berlebih dalam jangka waktu panjang, segera pergi ke profesional psikolog atau psikiater untuk membantu agar nggak semakin sulit ditangani,” saran Psikolog Ebi.
Berikut delapan skill penting calon orang tua yang sebaiknya mulai dipelajari sejak masa kehamilan, biar nanti nggak kaget saat si kecil lahir ke dunia.
Komunikasi pertama bayi bukan lewat kata, tapi lewat tangisan, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh. Kadang bayi menangis karena lapar, tapi bisa juga karena lelah atau butuh pelukan. Jadi, penting banget untuk belajar membaca “kode” bayi.
Misalnya, bayi yang mengisap jari biasanya lapar, sementara yang mengusap mata mungkin mengantuk. Semakin cepat Mommies peka terhadap sinyal-sinyal kecil ini, semakin mudah memenuhi kebutuhan si kecil tanpa drama panjang
Apakah Mommies memilih menyusui langsung atau memberi susu formula, dua-duanya butuh pengetahuan dasar yang tepat.
Untuk ASI, pastikan posisi menyusui nyaman dan pelekatan mulut bayi benar agar tidak lecet. Sedangkan kalau memakai susu formula, pastikan botol steril dan takaran sesuai anjuran.
Begitu bayi berusia sekitar enam bulan, mulai deh belajar soal MPASI. Mulailah dari bubur sereal, lalu sayur, baru buah. Jangan buru-buru, karena setiap bayi butuh waktu untuk belajar mengunyah dan menelan.
Jangan kaget kalau bayi baru lahir bisa ganti popok 8–12 kali sehari! Karena itu, calon orang tua perlu terbiasa mengganti popok dengan cepat dan benar.
Kuncinya ada adalah:
Bayi baru lahir belum perlu dimandikan setiap hari, cukup 2–3 kali seminggu. Gunakan air hangat kuku, sabun lembut khusus bayi, dan pastikan kepala serta leher selalu tertopang. Jangan memandikan bayi dengan cara berendam sebelum tali pusarnya benar-benar lepas. Cukup basuh tubuh bayi dengan sponge bath.
Dan yang terpenting: jangan pernah meninggalkan bayi sendirian di bak mandi walau hanya beberapa detik.
Setiap bayi punya cara favoritnya untuk ditenangkan. Ada yang suka digendong sambil diayun, ada juga yang tenang kalau diperdengarkan white noise atau lagu-lagu lembut.
Teknik seperti swaddling (membedong), menyanyikan lullaby, atau sekadar mengelus punggung bisa sangat membantu. Coba-coba saja sampai ketemu kombinasi yang paling manjur.
Tidur memang jadi “kemewahan” di bulan-bulan pertama, tetapi membangun pola tidur sejak dini sangat penting.
Bayi baru lahir tidur 16–17 jam per hari, tapi dalam waktu singkat. Bantu mereka mengenali waktu tidur dengan rutinitas sederhana: mandi air hangat, lampu redup, dan pelukan sebelum tidur.
Pastikan juga tempat tidurnya aman. Tidurkan bayi telentang, gunakan kasur keras tanpa bantal atau boneka, dan hindari selimut tebal. Cara ini bisa membantu mencegah risiko SIDS (sudden infant death syndrome).
Terakhir tapi paling penting adalah keselamatan bayi. Sebelum melahirkan, sempatkan belajar pertolongan pertama dan CPR dasar untuk bayi, supaya siap kalau terjadi keadaan darurat.
Selain itu, pastikan jadwal imunisasi terpenuhi, periksa rutin ke dokter anak, dan mulai baby-proofing rumah dari hal-hal kecil seperti kabel longgar, ujung meja yang tajam, atau colokan terbuka. Penting juga mengenali tanda-tanda bayi sakit misalnya demam tinggi, tidak mau menyusu, atau lesu dan segera konsultasikan dengan dokter.
Hubungan emosional antara orang tua dan bayi dimulai bahkan sebelum lahir. Saat hamil, Mommies bisa mulai membangun ikatan lewat sentuhan lembut di perut, ngobrol dengan janin, atau mendengarkan musik bersama.
Setelah lahir, lanjutkan dengan skin-to-skin contact, menyusui, dan pelukan hangat. Aktivitas sederhana seperti berbicara, bernyanyi, atau bermain tatap mata membantu menstimulasi perkembangan kognitif dan emosional bayi.

“Setelah punya bayi, romantis itu berubah bentuk. Bukan lagi soal momen besar, tapi tentang perhatian kecil yang konsisten. tapi ada satu hal yang sering terjadi tanpa disadari, terutama pada pasangan yang baru punya anak pertama: pasangan terlalu menomorsatukan anak dibanding pasangannya. Mereka lebih sering menanyakan kabar anak dibanding pasangan, lebih banyak menyentuh anak, bahkan mengkritik pasangan saat mengasuh. Hal ini membuat salah satu pihak, seringnya ayah, merasa dinomorduakan, merasa nggak kompeten jadi orang tua, dan perlahan menarik diri. Jika dibiarkan, jarak emosional akan semakin lebar,” papar Psikolog Ebi.
Untuk mencegahnya, calon orang tua dapat lakukan beberapa tips ini:
BACA JUGA: Ibu Perlu Tahu! Ini Jarak Ideal Kehamilan Anak Menurut Pakar!
Cover: Freepik